Solusi Perlindungan Perempuan adalah Syariat Islam, bukan RUU PKS

Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Member Akademi Menulis Kreatif)

Wanita adalah makhluk yang mulia, dia diciptakan dari tulang rusuk pria untuk dilindungi, disayangi, dan dihargai. Tetapi akhir-akhir ini banyak sekali kasus kekerasan terhadap perempuan, baik yang dilakukan orang terdekat (keluarga) atau orang lain.

Saat ini wanita hanya dihargai jika menghasilkan materi, berkiprah di ranah publik, memiliki prestasi terlebih materi. Wanita dieksploitasi habis-habisan.

Tingginya angka kekerasan pada perempuan menjadi latar belakang dibuatnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Ada tiga alasan kalangan feminis ngotot untuk melegalkan RUU ini, yaitu menyuburkan perilaku sekuler liberal. Muatan SRHR ( Sexual and Reproductive Healths Rights) sebagai amanah Beijing Platform for Action (BPFA) amat kuat.

Kedua, merusak keluarga terutama relasi suami istri. Sehingga qawwam dalam rumah tangga  tidak lagi mutlak ditangan suami.

Ketiga, menikam syariat Islam.
Musuh Islam khususnya Barat sangat getol melakukan propaganda jahat terhadap syariat Islam.

Sekilas RUU PKS ini tampak sangat manis,  padahal menyimpan racun yang berbahaya.

RUU yang diusulkan sejak 26 Januari 2016 ini, disusun oleh Komnas  Perempuan. Mereka adalah salah satu pihak yang menentang diaturnya zina dan elgibiti beberapa waktu lalu. 

Di dalam RUU PKS ini tidak hanya mengatur masalah kekerasan saja, tapi mencakup juga aborsi, pelacuran, perzinahan, LGBT, dan perilaku seksual menyimpang lainnya " tanpa kekerasan" bebas dari RUU ini, dalam artian jika suka sama suka, maka sah dan legal.

Menurut Ketua Perkumpulan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia, Prof. Euis Sunarti, RUU ini memikiki satu masalah serius yaitu sekuler, memisahkan agama dari kehidupan.
(Kiblat.net, 27/1/2019).

Sekuler inilah yang melahirkan masyarakat yang bebas. Yang akhirnya menimbulkan kerusakan dalam sistem pergaulan dalam masyarakat. Maka jangan heran jika maraknya zina, dan perilaku seks menyimpang.

Setiap hari kita disuguhi pemberitaan negatif yang membuat pilu, mengiris hati, serta geram.

MBA dikalangan pelajar, aborsi, pelecehan seksual, sodomi, pedofil,  perzinahan, hingga berakibat pada pembunuhan menjadi menu sehari -hari.

Maka wajar bila RUU PKS ini mendapat banyak penolakan. Salah satunya dari Majelis Nasional Forun Alumni HMI-wati (Forhati). RUU PKS ini dianggap melanggar norma agama serta sarat muatan feminisme dan liberalisme.

Majelis Nasional Forhati menyatakan hal itu melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta Senin, yang ditandatangani Koordinator Majelis Nasional Forhati, Hanifah Husein, serta Sekretaris Majelis Nasional Forhati, Jumrana Salikki.
Secara sosiologis, ada muatan yang sarat dengan feminisme dan liberalisme ini, sehingga RUU PKS inu memungkinkan munculnya celah legalisasi tindakan LGBT, serta pergaulan bebas.

Secara filosopi RUU PKS ini bertentangan dengan nilai-nilai agama  yang dianut  bangsa Indonesia.
(Antara,26 Juli 2019).

Majelis Nasional Forhati juga mengusulkan agar RUU PKS diganti menjadi RUU tentang Penghapusan Kejahatan Seksual (RUU PJS), karena  kata kejahatan memiliki makna lebih luas dan komprehensif.
Mereka juga meminta pemerintah dan DPR untuk membuat RUU PJS secara komprehensif, untuk perlindungan terhadap  perempuan dan menerima masukan dan usulan dari aspirasi  seluruh  elemen masyarakat.

Pada kesempatan itu Forhati juga mengajak elemen masyarakat, lembaga adat, agama, organisasi masyarakat, pelajar, mahasiswa, dan pemuda untuk terus mengawal dan mendukung upaya-upaya mengantisipasi penyakit sosial, terutama perihal kejahatan seksual, penyimpangan seksual, pergaulan bebas, narkotika, dan kerusakan moral lain.
(antaranews.com, 15 Juli 2019)

Sungguh akar masalah dari semua ini bukanlah pada ada atau tidaknya payung hukum yang mengatur semua ini. Tapi pada aturan yang diterapkan di negeri ini yang memang sudah rusak dari akar nya, yaitu demokrasi yang berazaskan sekuler, pemisahan agama dari kehidupan.

Dalam Islam semua manusia sama, baik perempuan maupun lelaki, hanya tingkat ketakwaan yang membedakannya.

Meski secara kodrat dan fisik berbeda, tapi Islam sudah mengatur dengan sedemikian rupa.

Perempuan dan lelaki diberi taklif hukum yang sama dalam menuntut ilmu, melaksanakan seruan Allah,  kaum perempuan bukan dibawah lelaki, bukan pula diatasnya.

Perempuan ditempatkan di posisi yang mulia, sejak dilahirkan, menjadi anak, istri hingga menjadi seorang ibu.
Bahkan Rasulullah mengulang sampai tiga kali perintah untuk menghormati ibu baru kemudian ayah.

Perempuan dalam Islam itu kodratnya adalah sebagai ibubdan pengatur rumah tangga. Di samping itu ia juga berkewajiban untuk menuntut ilmu, berdakwah, amar ma'ruf nahi mungkar.

Islam sebagai agama paripurna mengatur dengan rinci aturan untuk menjaga wanita. Ada sistem interaksi pria dan wanita, aturan berpakaian, berhias, keluar rumah, berkhalwat, menundukkan pandangan, dll.

Semua itu adalah bentuk penjagaan Islam terhadap perempuan, bukan penindasan atas perempuan seperti propaganda kaum feminis.

Islam juga menjamin kebutuhan bagi perempuan, kepada ayah dan saudara lelakinya, dan suami setelah ia menikah. Perempuan tidak diwajibkan mencari nafkah, karena kodratnya adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.

Jika ayah, saudara atau suami tidak ada, atau tidak mampu karena alasan syar'i, maka masyarakat akan senantiasa membantu, serta menjadi tanggungan dari negara melalui baitul mal.

Maka jika Perempuan terpenuhi hak-haknya baik kebutuhan domestik maupun publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, tanpa harus melanggar fitrahnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, maka ide kesetaraan gender tidak lagi laku.

Tidak perlu lagi membuat RUU atau UU yang hanya menghabiskan energi dan materi untuk menjaga perempuan.

Ketika Islam diterapkan secara kaffah, maka perempuan sangat dijaga dan dimuliakan.

Khilafah adalah perisai yang akan melindungi segenap rakyatnya khususnya perempuan, bacalah sejarah, betapa heroiknya Khalifah Al Mu'tasim Billah ketika ada seorang perempuan yang dilecehkan. Tidak tanggung-tanggung  puluhan ribu pasukan dikerahkan menyerbu Amoria menyerbu prajurit Romawi.

Bandingkan dengan saat ini, dimana perempuan yang dilecehkan secara fisik dan verbal menjadi menu pemberitaan sehari-hari. KDRT meningkat, perempuan digiring untuk terjun di publik, melalaikan kewajiban utamanya, menjadi objek eksploitasi, pelampiasan nafsu, dan korban kekerasan fisik dan seksual.

Ini adalah agenda barat, mereka akan terus mencengkaram dan menancapkan ide-ide kufurnya dengan berbagai termasuk RUU PKS ini.

Umat Islam dibuat jauh dari aturan agama, dan mengikuti propaganda busuk mereka. Umat Islam lambat laun meninggalkan aturan agamanya, memisahkan agama dari kehidupan, hanya sekedar untuk ibadah mahdhoh.

Kejumudan dalam berpikir membuat Umat Islam mengadopsi ide-ide barat yang kufur. Meninggalkan aturan Allah yang maha sempurna.

Manusia adalah makhluk yang lemah, punya keterbatasan, maka kenapa begitu sombong meninggalkan aturan Allah, dan memilih membuat aturan sendiri?

Ide kesetaraan gender ini bertentangan dengan Islam, atas nama HAM dan kebebasan mereka berupaya terus menggaungkan kesetaraan perempuan dan lelaki.

Perjuangan mereka berhasil saat para perempuan berlomba menuntut kesetaraan, meninggalkan kewajiban utamanya, memilih berkarier diluar rumah dengan mengabaikan syariat Islam,nyaman dengan kehidupan yang bebas, tidak mau menikah karena merasa mandiri, lebih nyaman menjalin hubungan tanpa status, enggan hamil dan melahirkan karena menganggap merusak bentuk tubuh, menghambat eksistensi diri.

Kaum feminis memandang perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga sebagai bentuk penindasan. Wanita harus berdaya secara ekonomi agar tidak diatur oleh lelaki. Akibatnya banyak kaum perempuan termakan dengan ide sesat ini, merasa malu jika hanya sekedar ibu rumah tangga, yang hanya mengandalkan nafkah dari suami.

Akibatnya tatanan rumah tangga menjadi kacau, hubungan suami istri diwarnai pertengkaran, anak-anak kurang kasih sayang, nilai pernikahan hanya sekedar hubungan untung dan rugi bukan lagi bernilai ibadah.

Maka perempuan hanya butuh penerapan Islam secara kaffah, bukan RUU PKS atau sejenisnya. Wallahu a'lam.
Previous Post Next Post