Perdagangan Perempuan dibalik Pengantin Pesanan

Dwi Agustina Djati, 
pemerhati berita, tinggal di Semarang

Pengantin pesanan, inilah modus baru dari human trafiking. Juni lalu ditemukan ada kurang lebih 29 wanita Indonesia asal kalimantan barat dan Jawa yang merupakan 'pengantin pesanan' yang akan dikirim ke Tiongkok. Sungguh ironis temuan ini. Bulan juni lalu salah satu kota di Kalimantan menjadi penyelenggara puncak Harganas (Hari Keluarga Nasional), dengan slogan 'Cinta Keluarga, Cinta Terencana'. Apakah ini tidak menjadi bumerang, di saat pemerintah juga mengkampanyekan tentang larangan perkawinan dini. 

Dua puluh sembilan orang pengantin pesanan ini berusia muda, dengan iming-iming hidup sejahtera bagi dirinya dan keluarganya. Para calo atau mak comblang ini menetapkan mahar sebesar 400juta kepada warga negara China yang memesan pengantin. Sedang bagi keluarga dan calon pengantin hanya sekitar 16-20 juta, dengan alasan sisanya adalah biaya administrasi dan transport mengirim mereka ke China.(Sindo News, 23 Juni 2019)

Hal yang patut menjadi catatan kritis adalah kenapa hal ini bisa terjadi, jika tidak ada sebuah jaringan internasional yang beroperasi di negara-negara yang berhubungan dengan Tiongkok. Tindak perdagangan manusia adalah konvensi internasional, dimana Indonesia juga ikut menandatangani ratifikasinya. Dilansir dari Sindonews, 23 Juni 2019, mereka para warga negara Tiongkok butuh wanita Indonesia karena dirasa lebih murah. Mahar untuk wanita asli China mencapai 2 miliar untuk bisa menikahinya, sedang dari warga non Tiongkok hanya perlu 400 juta. Murah bukan?

Selanjutnya adalah koneksivitas antara Indonesia dengan Tiongkok lewat proyek OBOR. Eksploitasi tidak hanya pada Sumber Daya Alam, namun juga Sumber Daya Manusia, termasuk didalamnya perempuan. Mungkin anda bertanya apa hubungan proyek OBOR dengan 'Pengantin Pesanan'?. Perempuan selalu menjadi makhluk paling rentan dan mudah menjadi sasaran tindak kekerasan. Perempuan juga pelahir generasi, darinya Sumber Daya Manusia lahir. Sumber Daya Manusia dibutuhkan untuk menggerakkan roda ekonomi. Jadi singkatnya Tiongkok butuh Sumber Daya Manusia dan 'Pengantin Pesanan' merupakan program jangka panjang mereka dalam memperbanyak Sumber Daya Manusia yang sangat dibutuhkan dalam proyek OBOR.

So, negara lah yang mampu mengahentikan tindak pidana Perdagangan perempuan ini. Pihak-pihak yang berhubungan harus di awasi dengan ketat, jika perlu dibentuk pengawas khusus, sebagaimana pasukan anti terorisme atau juga KPK dan BNN. Human trafiking ini juga sangat berbahaya bagi keberlangsungan ototitas negara. 
Wallahu'alam bi Showab
Previous Post Next Post