Internet Layak Anak, Mungkinkah ?

Oleh : Een Stiawati

Berselancar di dunia maya melalui internet adalah hal yang mengasyikan, tinggal browsing untuk mencari apa  yang dibutuhkan.  Dari mulai mengerjakan tugas, bisnis, mencari teman,  bahkan hiburan,  maka hanya dengan  menggunakan kata dan kalimat (keywords) yang kita cari, mesin pencari langsung mendeteksi apa yang kita cari.  Internet mampu  menyelesaikan kesulitan pada informasi yang tidak kita ketahui. Semuanya akan mudah didapat dengan instan, tanpa harus membuka buku,  atau bertanya kepada orang lain. Itulah kecanggihan teknologi informasi pada era digital saat ini.  

Melalui internet semuanya akan terhubung tanpa batas waktu dan ruang/wilayah.  Karenanya, internet saat ini merupakan  kebutuhan bagi kehidupan manusia termasuk anak-anak. Namun sayang internet  saat ini belum layak anak, sebagaimana dilansir antaranews.com, 23 Juni 2019  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sedang dalam proses mewujudkan internet yang layak anak, salah satunya dengan memberikan edukasi kepada pihak-pihak yang terlibat di internet tentang pelindungan anak. Dewan Pers, kata dia, atas dorongan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah menerbitkan peraturan tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak. 

"Media yang masih mengiklankan produk rokok, belum bisa dikatakan sebagai media yang ramah anak. Di sisi lain,  juga penting penguatan anak sebagai pengguna media diedukasi tentang akses informasi yang layak dikonsumsi. Kemudian laman tempo.co mengabarkan, Kemenkes  bersurat kepada Rudiantara untuk melakukan pemblokiran iklan rokok di internet untuk menurunkan prevalensi merokok khususnya pada anak-anak dan remaja. Surat itu menyebutkan, iklan rokok banyak ditemui oleh remaja pada platform media sosial seperti youtube, berbagai situs, serta gim online.

Penggunaan Internet memang bak  pisau bermata dua, selalu ada dampak positif dan negatif,  dampak  negatif yang diakibatkan internet tidak bisa kita pungkiri, bahayanya  akan berdampak pada rusaknya generasi kita saat ini.  Sebenarnya bukan  hanya iklan rokok  yang berbahaya bagi anak-anak,  namun masih banyak konten lain yang lebih  berbahaya,  seperti  pornoaksi dan pornografi yang  akan memancing syahwat,  konten syirik  yang menyebabkan pendangkalan aqidah, konten kekerasan, kebebasan yang semuanya sangat berdampak buruk terhadap anak-anak. Sungguh sangat miris dengan kondisi  tersebut,  sehingga  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengingatkan dampak negatif dari bebasnya penggunaan internet bagi anak.

“Salah satu dampak negatif dari penggunaan internet adalah,  anak bisa terpapar informasi dan konten yang tidak layak seperti pornografi,” kata Darmawan, Asisten Deputi Perlindungan Anak Dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA, dalam kegiatan sosialisasi pencegahan dan penanganan korban dan pelaku pornografi yang digelar Kemen PPPA di Yayasan Bethesda Indonesia, Jalan Sarua Raya no. 29, Ciputat, Kota Tangsel, Jumat (16/2/2019).  Ia menjelaskan, berdasarkan data Kemen PPPA, pengguna internet terhadap anak usia 13-18 tahun di Indonesia mencapai 16, 68% atau 24, 35 juta dari jumlah pengguna internet yang sudah mencapai 143,26 juta. Lebih parah lagi ketika anak-anak merasa  mudah mengakses berbagai macam game di internet, anak akan lebih memilih bermain game dari pada belajar, bahkan di Pontianak berdasarkan berita dari Tribun Pontianak, Polda Metro Jaya baru saja mengamankan seorang gadis muda berinsial YS atas tuduhan membobol bank untuk membeli ingame items di Mobile Legends,  dan menyebabkan kerugian yang mencapai 1,85 milyar Rupiah.

Mendambakan internet layak anak dalam sistem kapitalis sekuler, bagaikan si punguk merindukan bulan.  Sistem ini bersandar kepada  manfaat yang menitikberatkan pada keuntungan semata.  Terlebih diperkuat dengan asas memisahkan agama dari kehidupan, tanpa memandang halal dan haram,  serta mengabaikan penjagaan jiwa dan akal generasi muda. Maka  internet pun demikian tak luput dari profit oriented,  yakni  bertujuan mengutamakan keuntungan sebesar-besarnya, tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkannya. Banyaknya konten-konten yang bertentangan dengan agama dan moral, yang bisa merusak generasi bangsapun tetap ada selama menguntungkan para pemilik modal. 

Kaum Kapitalis menjadikan internet sebagai  lahan subur untuk meraup keuntungan,  walaupun   telah banyak anak-anak yang menjadi  korban berjatuhan akibat terpapar konten yang berbahaya,  namun mereka tetap tidak mempedulikannya, sekalipun pemerintah berupaya mewujudkan internet layak anak,  namun tidak menjamin kontennya membuat anak-anak aman menggunakan internet. Hal ini membuat para orangtua harus berupaya sekuat tenaga menjaga anak-anaknya tidak menjadi korban dampak negatif internet.

Berbeda dengan sistem Islam, Islam dilengkapi dengan seperangkat aturan kehidupan yang sangat menjaga jiwa dan akal manusia.  Islam memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orangtua, akan tetapi juga butuh peran dari negara dan masyarakat.  Negara memiliki andil yang sangat besar dalam menyaring segala konten di media,  yang berpengaruh besar terhadap pembentukan generasi. Begitupun dengan masyarakat,  mereka juga memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati, mengajak pada kebaikan dan mencegah tindakan yang buruk. Sebab, jika hanya orangtua yang berperan dalam menjaga generasi muda, sedangkan lingkungan masyarakat dan negaranya tidak mendukung, maka tidak menutup kemungkinan anak akan terkontaminasi dengan pengaruh buruk dari lingkungan sekitar. 

Negara dengan bentuk  Khilafah menjaga dan melindungi rakyatnya (anak dan generasi bangsa). Mekanisme penjagaan dan pelindungan negara ini dilakukan secara sistemik, melalui penerapan berbagai aturan hukum syara. Salah satunya yaitu  pengaturan media masa. Berita dan informasi yang disampaikan media hanyalah konten yang akan membina ketaqwaan, dan menumbuhkan ketaatan.  Apapun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syara  akan dilarang keras. Selain itu, negara juga menerapkan sistem sanksi yang tegas terhadap pelaku yang melanggar hukum,  sehingga  membuat jera orang yang telah melanggarnya dan mencegah orang lain melakukan pelanggaran.

Pada masa peradaban emasnya, Islam telah mampu melahirkan generasi-generasi hebat yang tidak hanya sholih, tapi juga ahli sains. Seperti ilmuwan muslim bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Ar-Razi (854-925). Dia adalah yang pertama mencetuskan penggunaan alkohol untuk tujuan medis. Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Ar-Razi ialah ahli bedah dan orang pertama yang menggunakan bunga opium untuk anestesi (pembiusan).  Ada juga Al-Hasan Ibn Al-Haytham (965-1040). Bukunya Optik (Kitab Al-Manazir) dan terjemahan Latinnya mempengaruhi para sarjana Eropa pada abad ke-17. Dia menemukan kamera pertama dan menulis tentang konsep gravitasi 700 tahun sebelum penemuan Isaac Newton dan teori apel. Muhammad Ibn Musa Al-Khwarizmi (780-850) yang dikenal sebagai bapak Aljabar dan Algoritma, yang kemudian dikembangkan oleh orang lain. Kata Algoritma berasal dari namanya. Bukunya (ḥisāb al-Jabr wal-Muqābala) atau Perhitungan Integrasi dan Persamaan digunakan sampai abad ke-16 sebagai buku teks utama universitas-universitas Eropa. Dia juga menemukan konsep nol atau (sifar), yang menciptakan revolusi dalam matematika. Dan masih banyak ilmuwan muslim lain yang dilahirkan di masa Islam.

Dengan demikian jalan satu-satunya untuk mewujudkan internet layak anak hanya dengan kembali ke sistem islam. Islam telah terbukti mampu menjaga anak-anak dan generasi dari konten-konten yang berbahaya, yakni dengan penerapan islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. 
Wallah a’lam bi ash-shawab
Previous Post Next Post