Grasi Pelaku Pedofil, Kado Pahit Hari Anak 



Penulis: Eva Rahmawati 
(Ibu Peduli Generasi)

Tanggal 23 Juli adalah hari penting bagi anak Indonesia. Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2019 mengambil tema pentingnya peran orang tua dalam rangka perlindungan anak. Dengan pola  dan perlindungan yang tepat dapat menciptakan kegembiraan anak. Diharapkan anak-anak terbebas dari ancaman kekerasan. Langkah tersebut diambil sebagai upaya menguatkan kembali peran keluarga. Dalam keluarga lah seharusnya anak-anak merasa nyaman.

Namun pada faktanya, dari hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada 2018 lalu menyatakan bahwa, 2 dari 3 anak dan remaja di Indonesia pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Apa yang dialami anak itu meliputi kekerasan seksual, kekerasan emosional, dan kekerasan fisik. Sebagian kekerasan bahkan dilakukan oleh lingkungan terdekat, termasuk keluarga dan sekolah. 

Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar waktu anak-anak berada di lingkungan keluarga dan sekolah. Apa jadinya jika kedua lingkungan tersebut tidak aman dan nyaman bagi mereka. Anak-anak terus menjadi korban. Bahkan ada beberapa kasus yang mengemuka di tengah masyarakat. Anak-anak menjadi bulan-bulanan korban kekerasan. Dan ini dilakukan oleh orang yang seharusnya mendidik dan mengayominya. Belum hilang dari ingatan, kasus kekerasan seksual oleh oknum guru di Jakarta Internasional School (JIS) kepada anak didiknya. Walau pelaku diputus bersalah, namun baru-baru ini oknum guru tersebut mendapatkan ampunan dari pemerintah. 

Dilansir oleh KOMPAS.com (12/7/19), terpidana kasus pelecehan seksual yang juga mantan guru Jakarta Internasional School (JIS) Neil Bantleman telah bebas. Neil ditahan di Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur. Menurut Kabag Humas Ditjen Permasyarakatan Ade Kusmanto, Neil sudah bebas dari Lapas kelas 1 Cipinang tanggal 21 Juni 2019. Neil dibebaskan karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13/G tahun 2019 tanggal 19 juni 2019. (KOMPAS.com, 22/7/19)

Anggota KPAI Putu Elvina mengatakan grasi Jokowi menjadi lembaran hitam terhadap upaya perlindungan anak di Indonesia. Putu menyebut kasus pelecehan seksual siswa JIS itu menjadi komitmen pemerintah memberi perlindungan kepada anak-anak. Ia menilai pemberian grasi kepada terpidana kasus pelecehan seksual tentu bertolak belakang dengan upaya pemerintah melakukan perlindungan anak-anak dari kekerasan seksual. Menurutnya, sebelum memberikan grasi seharusnya Jokowi mempertimbangkan nasib korban kekerasan seksual. (cnnindonesia.com, 13/7/19)

Pemberian grasi tersebut merupakan kado pahit Hari Anak Nasional. Upaya pemerintah melibatkan seluruh pihak dalam menyelesaikan masalah kekerasan seksual pada anak "bak menggantang asap." Di satu sisi pemerintah serius melibatkan keluarga. Di sisi lain pelaku kekerasan justru mendapat ampunan. Hal ini menunjukkan bahwa negara lemah menghadapi perilaku kriminal terutama warga asing. Hukum yang berlaku pun dinilai tidak tegas dan memberikan efek jera. Dikhawatirkan kasus kekerasan pada anak makin marak. Pastinya berbahaya bagi generasi penerus.

Negara semestinya konsisten dalam memberikan perlindungan. Perlu upaya menyeluruh dalam penanganannya. Dimulai dari upaya pencegahan hingga pemberian sanksi bagi pelaku kekerasan. Ditindak tegas. Kalau bukan negara, siapa lagi? Negara lah yang mempunyai wewenang menjamin penindakan hukum bagi pelaku kekerasan pada anak. 

Semua bisa diimplementasikan ketika syariah Islam diterapkan dalam ranah negara. Negara berkewajiban menjamin dan melindungi semua warganya. Tak terkecuali anak-anak. Penjagaan dan perlindungan dilakukan menyeluruh. Baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Negara memberikan pembinaan dengan asas akidah Islam. Setiap warga negara diarahkan untuk selalu terikat dengan hukum syara'. 

Dengan ketakwaan kepada Allah Swt, dapat meminimalisasi bahkan melenyapkan para pelaku kekerasan. Di samping itu, pentingnya amar ma'ruf nahi mungkar ditambah dengan pemberian sanksi yang berat dan tegas masalah kekerasan bisa diberantas. Sinergi antara keluarga, sekolah, masyarakat dan negara bisa terwujud secara optimal, tatkala hukum-hukum Allah Swt yang menjadi rujukan dan pedoman.

Wallahu a'lam bishshowab.
Previous Post Next Post