Haruskah Pendidikan Generasi Diserahkan ke Asing dan Aseng?



Oleh: Nur Fitriyah Asri
Penulis Buku Opini Akademi Menulis Kreatif

Adanya isu westernisasi (pembaratan) dengan mendatangkan pendidik asing mengajar di Indonesia dan pengiriman para delegasi mahasiswa seluruh Indonesia ke China, menimbulkan pertanyaan. Akan dibawa ke manakah arah pendidikan Indonesia? 

Pemerintah tengah merevisi aturan terkait Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Menurut Sekretaris Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, revisi aturan tersebut akan memberikan insentif di bidang jasa, seperti pendidikan, ekonomi kreatif dan kesehatan, yang bertujuan untuk menarik tenaga pendidik asing mengajar di Indonesia (jelas dia dalam halalbihalal di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, 10/6/2019).

Dilansir oleh Antara, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, melepas 45 orang terpilih delegasi mahasiswa Indonesia berasal dari 33 mahasiswa penerima bidikmisi, serta 12 mahasiswa aktivis organisasi 
kemahasiswaan dari berbagai kampus di Indonesia, yang akan melaksanakan kunjungan ke China mulai 15 hingga 21 Juni  2019.

Para delegasi akan dikenalkan pada pengelolaan pariwisata China dengan mengunjungi lokasi pariwisata di negara China dan mengunjungi pusat-pusat teknologi dunia, antara lain Huawei Technologies Co. Ltd, Hebei Museum, International Horticultural Exhibition 2019 Beijing, Great Wall Badaling, Forbidden Cyty, dan Summer Palace.
Disamping itu juga dijadwalkan ada diskusi dengan civitas akademika Peking Univercity dan Hebei Normal University. Seluruh biaya ditanggung oleh pihak pemerintah Tiongkok dan Indonesia.

Sungguh miris menyaksikan hasil pendidikan yang tidak signifikan. Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Meningkatnya kenakalan remaja. Menurunnya moral anak bangsa. Mengguritanya korupsi. Merebaknya pergaulan dan seks bebas di semua kalangan. Maraknya narkoba dan miras. Tingginya angka kriminalitas dan lain sebagainya yang merupakan bukti gagalnya sistem pendidikan di Indonesia. Bercermin dari hal-hal tersebut, menyerahkan pendidikan remaja ke tangan asing dan aseng tentunya bukan merupakan sebuah solusi. Sebaliknya, malah menambah masalah. Pendidik lokal pasti merasa dianaktirikan.

Sejatinya penyebab dari problematika umat itu adalah sekularisme, yaitu paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama tidak boleh mengatur kehidupan publik termasuk aspek pendidikan. Agama hanya mendapat porsi minim, yakni 2 jam pelajaran setiap minggunya. Padahal ini merupakan aspek terpenting yang mendasari dan membentuk keimanan serta ketakwaan peserta anak didik. Kurikulum sekuler menjadikan para pendidik sekedar mentransfer pelajaran saja, bukan sebagai pendidik yang bisa mengubah pola pikir dan pola sikap Islami (berkepribadian Islam).  Kurikulum sekuler inilah yang menjadikan akidah murid gersang, miskin rohani. Akibatnya cita-cita pendidikan jauh panggang dari api.

Sudah bisa dipastikan bahwa pendidik yang didatangkan dari luar (asing dan aseng), justru akan menambah daftar panjang problematika umat. Para pendidik asing akan mewarnai dan mempengaruhi akidah anak didiknya, karena agama dan kultur budaya yang berbeda. Anak-anak didik akan menjauh dan terlena dari agamanya, tersebab sang guru tidak bisa dijadikan sebagai uswatun hasanah (contoh yang baik) dalam hal akidah dan akhlak.

Kemajuan di bidang teknologi tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama. Misalnya, kemajuan teknologi kedokteran dan kebidanan, jika disalahgunakan untuk aborsi yang dilegalkan, untuk jual beli organ tubuh manusia, membuat bayi tabung dari sperma yang bukan pasangan suami istri dll. Begitu juga di bidang lainnya. Justru akan menghancurkan diri manusia sendiri.
Sejatinya pendidikan sekuler inilah penghancur sebuah tatanan kehidupan dan  peradaban umat manusia.

Tidak bisa dipungkiri  tesis yang menyatakan bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan suatu bangsa.Tetapi apakah untuk menjadi bangsa yang maju harus mencontoh dan menjadi Barat? Haruskah melaksanakan westernisasi atau pembaratan dengan mendatangkan pendidik dari luar yakni asing, aseng dan mengirim para peserta didik ke luar negeri untuk mengadopsi pendidikan dari luar, serta harus menerapkan sistem sekuler? Padahal nyata-nyata sistem sekuler membawa negara ini semakin terpuruk bukan? Lihatlah! Output pendidikan sekuler secara umum adalah mampu mencetak orang pandai, tapi lemah pemahaman agamanya, sehingga lahirlah orang-orang pandai yang tidak berakhlak dan bermoral. pembohong, korup dan curang. Profesional tapi bejat moralnya.

Pendidikan dalam Islam.

Islam merupakan sebuah sistem paripurna yang mensolusi semua problem yang dihadapi manusia selaras dengan fitrahnya. Dalam konteks pendidikan, Islam mewajibkan negara untuk mengatur segala aspek yang berhubungan dengan sistem pendidikan agar dapat diperoleh dengan mudah.
Rasulullah Saw bersabda: "Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya" (HR Al Bukhari dan Muslim).

Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw, pendidikan dalam Islam itu:
Pertama: Menanamkan akidah Islam, tujuannya untuk membentuk manusia yang berkepribadian Islam, agar pola pikir dan pola sikapnya hanya berlandaskan pada Islam. Hal ini merupakan konsekuwensi seorang muslim. Berbekal akidah yang kuat dan kokoh menjadikannya insan yang takwallah hanya tunduk patuh kepada Allah.

Kedua: Menguasai tsaqofah Islam. Islam mewajibkan setiap muslim menuntut ilmu. Baik yang tergolong fardu 'ain maupun yang tergolong fardu kifayah.

Ketiga: Menguasai ilmu kehidupan (IPTEK), ini penting agar umat mampu mencapai kemajuan material, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi dengan baik. Dalam hal ini termasuk ketrampilan rekayasa industri, pertukangan, penerbangan dan lainnya.

Pendidikan Islam adalah pendidikan terpadu, artinya tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja, namun semua aspek harus terpadu. Juga perlu adanya sinergi antara sekolah, masyarakat dan keluarga. Buruknya pendidikan anak di rumah (keluarga) memberi beban berat kepada sekolah/kampus. Begitu juga situasi masyarakat yang tidak kondusif sangat berpengaruh kepada pendidikan di sekolah/kampus dan di tengah keluarga menjadi tidak maksimal.Jika pendidikan di sekolah kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan, yang berdampak pada hancurnya sebuah peradaban.

Perhatian Rasulullah Saw terhadap pendidikan sangat tampak, ketika menetapkan para tawanan perang Badar dapat bebas jika mengajarkan baca tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Artinya memberikan upah kepada para pengajar (tawanan perang) dengan harta yang seharusnya milik baitul mal. Kebijakan ini dimaknai bahwa kepala negara bertanggung jawab atas kebutuhan asasi rakyatnya, termasuk pendidikan.

Telah ditulis dengan tinta emas betapa besarnya perhatian para khalifah terhadap pendidikan rakyatnya, serta nasib para pendidiknya.
Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji kepada guru yang mengajar anak-anak sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas)
Sarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium, observatorium dan lain-lain di masa kekhilafahan sangat diperhatikan, perpustakaan Mosul yang terkenal didirikan oleh Jaa'far bin Muhammad (940 M) sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin.
Bahkan para Khalifah memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.

Seluruh pembiayaan pendidikan diambil dari baitul mal, yakni dari pos fa'i, kharaj serta pos milkiyyah 'ammah. Jika pembiayaan dari pos tersebut mencukupi, negara tidak boleh menarik  pungutan apapun dari rakyat.

Jika harta baitul mal habis atau tidak cukup, maka negara khilafah meminta sumbangan suka rela dari kaum muslimin. Jika masih belum mencukupi, maka akan ditanggung oleh seluruh kaum muslimin yang mampu dan berkecukupan dengan dibebani untuk membayar pajak (dharibah) dan ini hanya bersifat tidak tetap. Jadi kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara perwujudannya dalam Islam bisa gratis.
Dan tentunya semua aspek kehidupan harus diatur dengan aturan Allah yang bersumber pada Alquran dan as- Sunah.

Saatnya kita tinggalkan sistem pendidikan sekuler yang telah terbukti gagal, mencetak generasi rusak tak berakhlak dan tidak  bermoral.  Saatnya untuk kembali ke sistem Islam yang akan melahirkan generasi emas, generasi unggul, generasi yang berkepribadian Islam yang akan mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia, dengan menerapkan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah ala minhajjin nubuwwah.

Wallahu 'alam bish-shawab.
Previous Post Next Post