Kapitalisme Menjajah Kaum Ibu

Penulis : Novi Ismatul Maula, S.Pd

Dizaman Yang semakin sulit, harga-harga kebutuhan pokok yang semakin mahal, biaya pendidikan yang berkualitas tak terjangkau, biaya kesehatan dan biaya kehidupan yang lainpun semakin menambah beban yang harus ditanggung ayah sebagai kepala keluarga. Tak jarang kaum ibu akhirnya ikut terjun dalam dunia pekerjaan demi membantu suami agar bisa  mencukupi biaya kehidupan. Karena memang saat ini cukup sulit jika hanya mengandalkan suami dalam memenuhi segala kebutuhan hidup. 

Ada yang terjun didunia pekerjaan seperti home industri, pabrik, bahkan menjadi TKI di negara lain. Belum lagi jam kerja 8 hingga 12 jam, yang mengharuskan mereka berangkat pagi pulang malam. Bertemu dengan anak dalam keadaan berangkat masih tidur dan pulang kerja pun sudah tertidur. 

Kaum ibu harus menanggung dua beban. Beban sebagai seorang ibu, dan juga beban sebagai seorang pekerja. Tak jarang anak-anak merengek ketika ditinggal sang ibu, ibupun merasa sedih ketika harus meninggalkan mereka, apalagi saat sedang sakit. Belum lagi  konflik pekerjaan  yang terkadang dibawa kerumah, menyebabkan pertikaian dengan suami . Anak-anak yang tidak dididik langsung oleh seorang ibu menyebabkan banyak permasalahan. 

Karakternya sulit dibentuk menjadi anak yang baik, banyak yang terjerumus dalam pergaulan bebas dikarenakan mereka mencari perhatian diluar ketika dirumah tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya. Hari demi hari kasus anak semakin pelik, yakni hamil diluar nikah, pesta miras yang tak jarang hingga merenggut nyawa, narkoba, tawuran, bergabung dalam komunitas gangster, dll. Di dunia pendidikan banyak guru yang mengeluh dengan perilaku anak-anak yang sudah terlewat batas, tak memiliki adab, sulit diatur, rendahnya minat belajar, dan hilangnya sikap tanggungjawab. Dan rata-rata anak ini berlatar belakang kedua orangtuanya sibuk bekerja.

Jika  mencermati semua problematika ini  karena penerapan sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini. Sistem yang mengagungkan kebebasan kepemilikan individu, yang mengakibatkan ketimpangan antara si kaya dengan si miskin. Istilah yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin terjadi di sistem kapitalis. Bagaimana tidak? Sumberdaya alam yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat dengan murah bahkan gratis, tapi mereka tidak mampu menikmatinya secara murah apalagi gratis. Kekayaan alam dikuasai oleh segelintir orang. Bahkan hingga produk hukum di negeri inipun tak luput dari pesanan dari segelintir orang ini. Sehingga kebijakan-kebijakan yang diterapkan tidak memihak kepada rakyat. Terbukti harga BBM mahal, karena harga diserahkan kepada pasar internasional. Padahal kita kaya dengan sumber minyak. Belum lagi mahalnya kesehatan, BPJS yang dicanangkan pemerintah mereka katakan sebagai jaminan kesehatan, nyatanya bukan jaminan, tetapi rakyat harus membayar premi yang dibebankan. Dengan dalih gotong-royong. Pada ranah pendidikan masih banyak anak-anak yang tidak bisa memakan bangku sekolah, karena mahalnya pendidikan atau tidak meratanya pendidikan yang berada di daerah pelosok negeri. 

Akhirnya perempuan jualah yang menjadi korban dari penerapan sistem ini. Perempuan dieksploitasi. Mereka digajih dengan gajih yang rendah. Budaya hedonis terus digaungkan melalui media-media, dari kecantikan, fashion, food, dan fun. Tak sekadar itu mereka terus mencoba menyebarkan pemahaman feminisme  dengan jargon "pemberdayaan perempuan memperkuat ekonomi negara". Namun faktanya bukan pemberdayaan perempuan tapi memberdayakan perempuan. 

Hanya Islam yang mampu memecahkan segala problematika kehidupan manusia. Islam memandang perempuan yang menjadi ibu adalah Ummu wa rabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga). Posisi yang sesuai dengan fitrah perempuan. Mereka tidak dibebankan pada kewajiban mencari nafkah. Mencari uang sifatnya mubah. Ketika  para ibu dirumah bisa secara maksimal mendidik anak-anaknya, mampu melayani suami dengan baik, dan tempat yang paling aman bagi kaum perempuan. 

Islam mengatur perempuan pada dua ranah. Ranah domestik dan ranah publik. Pada ranah publik perempuan dibolehkan untuk bekerja. Seperti di bidang kesehatan, pendidikan, atau instansi pemerintahan yang bersifat administratif. Dan ini terbukti pada masa Khalifah Umar bin Khattab ada perempuan yang bernama Syifa binti sulaiman sebagai Qadhi hisbah (hakim yang  mengurusi pelanggaran yang mengatur pelanggaran hak manusia). 

Dalam sistem Islam lowongan pekerjaan di buka sangat luas untuk laki-laki. Memastikan setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan. Dan didalam sistem Islam pendidikan, kesehatan, kemanan akan dijamin oleh negara. Sumber daya alam milik rakyat akan dikelola oleh negara, bukan individu. Hasil sumber daya alam yang dikelola akan didapatkan dengan harga murah. Sehingga beban kepala keluarga tidak begitu berat, bahkan kaum ibu tidak perlu terpaksa harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Memang hanya Islam yang memuliakan kaum perempuan. karena sistem Islam tidak ada campur tangan manusia yang syarat akan kepentingan. Berbeda dengan sistem kapitalisme, aturan yang dibuat oleh hawa nafsu manusia dengan berbagai kepentingan untuk segelintir orang.

Post a Comment

Previous Post Next Post