Oleh: Mela Gustina Dewi S.Sos.I
(Aktifis Dakwah Muslimah Deli Serdang)
Anggota DPR, DPD, dan MPR RI untuk masa jabatan tahun 2024-2029 resmi dilantik dalam sidang paripurna pada 1 Oktober 2024.
Anggota DPR RI sebagai wakil rakyat diharapkan melaksanakan tugas utamanya yaitu pengawasan, penganggaran dan legislasi dengan tetap mendahulukan kepentingan rakyat.
Banyak wacana berkenaan dengan dilantiknya anggota dewan periode 2024-2029, mulai dari politik dinasti, parlemen bukan tempat piknik keluarga, tunjangan rumah dinas, sampai kepada mempertanyakan akuntabilitas kinerja parlemen.
Berbicara tentang Politik dinasti, tidak sedikit para pengamat, kaum cendikiawan memberi komentar atau analisa tajamnya berkenaan dengan politik dinasti ini. Ditambah lagi link-link pemberitaan juga tidak sedikit menyinggung masalah politik dinasti ini. Dimana kekuasaan hanya akan dikuasai oleh satu garis keturunan.
Hubungan kekerabatan diantara para anggota dewan baru juga tidak luput dari sorotan media, mulai dari hubungan suami istri, orang tua anak, keponakan, sepupu dan lain sebagainya. Bahkan popularitas aktris pun tidak ketinggalan unjuk diri.
Hasil riset Litbang Kompas. Ditemukan, ada 220 anggota DPR RI periode 2024-2029 terindikasi mempunyai ikatan kekerabatan dengan pejabat publik atau tokoh politik nasional.
Pada MPR periode 2014-2019 kekerabatan politik mencapai 31,4 persen dari total anggota. Selanjutnya naik 7 persen menjadi 38, 4 persen pada periode 2019-2024. Teranyar, menjadi 38,9 persen atau bertambah 0,5 persen di periode 2024-2029.
Ini mau menjalankan tugas sebagai wakil rakyat atau piknik keluarga?
Berkenaan dengan tunjangan rumah dinas bagi anggota dewan baru. Juga menjadi perbincangan.
Sekretariat Jenderal DPR, Indra Iskandar, mengatakan anggota DPR periode 2024-2029 tidak akan lagi menempati rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan maupun rumah dinas di Pos Pengumben, Ulujami, Jakarta Barat.
Sebagai gantinya, mereka akan diberikan tunjangan perumahan.
Pemberian tunjangan perumahan kepada 580 anggota DPR baru yang disebut mencapai Rp 30 juta – Rp 50 juta per bulan per orang menuai kritik dari lembaga pengawas parlemen karena “dianggap tidak ada urgensinya dan hanya menambah beban anggaran negara”.
“Kenapa harus didahulukan itu urusan kenyamanan pribadi? Bukan kepentingan rakyat? Kok kesannya bernafsu mengejar harta?” ujar Lucius kepada BBC News Indonesia, Jumat (04/10).
Dan yang terpenting dan tidak boleh terlewatkan adalah berkenaan dengan akuntabilitas kinerja parlemen. Dimana sebagai wakil rakyat ada beban tugas dan amanah yang harus di pertanggung jawabkan. Kita sebagai warga negara pun patut untuk mempertanyakan kinerja mereka, dimana kolusi dan nepotisme menjadi bayangan mimpi buruk yang kian nyata didepan mata.
Konflik kepentingan
Kondisi perpolitikan Indonesia saat ini rawan konflik kepentingan relasi kekerabatan antara anggota DPR dengan pejabat publik atau elite politik parpol. Deretan nama telah tercantum nyata, mereka berada dalam circle yang sama. Yaitu sama – sama menjaga posisi agar anak keturunan aman tanpa kendala.
Tugas sebagai anggota DPR yang mewakili rakyat dalam menyampaikan aspirasi sekaligus membuat aturan atau undang-undang baru menjadi riskan dan rawan konflik kepentingan karena kentalnya hubungan kekerabatan satu dengan lainnya.
Apalagi hari ini bisa dikatakan tidak ada oposisi, semua menjadi koalisi. Siapa yang berpihak pada rakyat kalau semua berada dalam satu barisan?
Apalagi bayangan kepentingan oligarki dibalik setiap keputusan undang- undang sudah tidak bs lagi ditutupi dengan drama hotline sebagai pengalihan isu.
Lagi, rakyat berharap pada ketidakpastian, halusinasi memiliki wakil rakyat yang berpihak dan mementingkan kebutuhan rakyat kian nyata. Rakyat terabaikan dan tak mampu berbuat apa apa. Penyesalan pun tiada guna karena berharap pilihannya mampu menjalankan tugas dan amanahnya dengan baik ternyata tak sesuai realitanya. Hanya fokus mengganti pemimpin dan mengabaikan sistem kapitalis yang bobrok.
DPR dalam Pandangan Islam
Dalam Sistem pemerintahan Islam keberadaan wakil rakyat memiliki perhatian khusus, sebab perannya sangat penting dalam roda pemerintahan yang ada.
Tugasnya adalah menyampaikan aspirasi rakyat, memberi kritikan (muhasabah) terhadap kebijakan yang telah diputuskan dan masukan/diskusi (syuro’) terhadap kebijakan yang belum diputuskan. Dalam rangka agar penguasa tidak abai dengan tanggung jawabnya sebagai ra ‘in (pengurus urusan rakyat). Wakil rakyat inilah yang nantinya memantau perjalanan kebijakan penguasa.
Tidak dibenarkan wakil rakyat membuat undang undang baru karena didalam pemerintahan Islam hanya Khalifah sajalah yang berhak melegalisasi hukum sebagai undang undang. Dan tentunya berdasarkan kepada dasar kedaulatan negara Islam yang merujuk kepada Alquran dan hadist.
Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah ) DPR ini disebut dengan Majelis Umat, dimana keanggotaannya diambil dari representatif umat. Untuk menyampaikan aspirasi atau masukan berkenaan dengan urusan dalam negeri seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, sebagaimana juga usulan mendirikan sekolah, membuat jalan, atau mendirikan rumah sakit.
Bahkan majelis umat boleh Menampakkan ketidaksukaannya terhadap para wali atau para mu’awin, dan khalifah harus memberhentikan mereka yang diadukan itu.
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.“ (QS Asy Syura: 38)
Hanya dalam hal perkara selain hukum syara, maka majelis umat boleh berkumpul dalam satu majelis untuk membahas dan mengumpulkan pendapat inilah yang dimaksud syuro, maka tidak dibenarkan melakukan syuro dalam perkara hukum yang telah jelas hukumnya secara Syara’.
Keberadaan majelis umat bukan bagian dari kestrukturan negara dalam artian mereka berada diluar kepengurusan negara, sehingga bisa dipastikan tidak ada intervensi ataupun istilah konflik kepentingan didalamnya.
Politik sehat pun akan tercipta karena negara khilafah memastikan tidak ada yang bisa menghalangi /menggangu wakil rakyat berbicara sesuai dengan tugas dan amanahnya sebagai perwakilan umat dalam menyampaikan keluh kesah.
Rasulullah saw bersabda pada Umar dan Abu Bakar, “Bila kalian berdua telah bersepakat dalam suatu urusan yang dimusyawarahkan, maka aku tidak akan menyalahi (menentang) kalian berdua.”
Wallahu’alam bishawab
COMMENTS