Oleh. Ummu Miqdad
Nasib perempuan sebelum kedatangan Islam sangatlah miris. Bagai manusia nomor dua, bahkan keberadaannya seolah-olah tidak dianggap. Terhina, teraniaya, tersisihkan, dianggap kotor ketika mengalami siklus bulanannya.
Bahkan pada masa ini meski tidak seekstrem dulu, tapi masih banyak terjadi peristiwa yang tidak menyenangkan bagi perempuan. Bayang-bayang manusia kedua terus menghantui ketika posisi mereka di tempat yang tidak menguntungkan. Bisa karena faktor ekonomi, budaya, pendidikan, mereka terus saja tersudutkan di bingkai kekerasan.
Hal ini membuat perempuan membuat pertahanan diri dari kondisi yang membuat mereka tidak nyaman dan teraniaya, yang pada akhirnya membuat banyak bermunculan gerakan-gerakan demi membela kaum perempuan agar mendapatkan haknya sebagai manusia.
Dilansir dari Tirto (23/11/2023), diadakan peringatan 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (HAKTP) 2023, yang akan dilangsungkan mulai tanggal 25 November sampai tanggal 10 Desember 2023.
Kegiatan ini dilaksanakan secara global termasuk juga di Indonesia. Di dalamnya diisi dengan serangkaian kegiatan yang positif sesuai dengan tema peringatan.
Tujuan dari diadakannya peringatan itu sendiri adalah untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan baik anak-anak maupun dewasa.
Dipilihnya awal tanggal 25 November dan diakhiri tanggal 10 Desember yang merupakan peringatan hari Anti kekerasan terhadap perempuan dan Hari Hak Asasi Manusia internasional dianggap memiliki keterkaitan satu sama lain dan merupakan penekanan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Adanya serangkaian peringatan yang selaras dengan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan itu, diantaranya pada tanggal 25 November Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan,
29 November Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia, 1 Desember Hari AIDS Sedunia, 2 Desember Hari Penghapusan Perbudakan Internasional, 3 Desember Hari Penyandang Disabilitas Internasional, 5 Desember Hari Sukarelawan Internasional,
6 Desember Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan Terhadap Perempuan,
9 Desember Hari Pembela HAM Sedunia, dan 10 Desember Hari HAM Internasional. Namun. ternyata semua seremonial tersebut belum mampu mengenyahkan kekerasan terhadap perempuan.
Masih saja santer terdengar berita kekerasan terhadap perempuan dari balita hingga dewasa.
Gencarnya pembelaan terhadap perempuan ini seolah hanya sekadar seremonial belaka, tanpa mengubah nasib mereka, tanpa langkah nyata. Kekerasan demi kekerasan makin beragam dan makin sering terjadi di banyak tempat.
Ini bukanlah sesuatu yang mengherankan jika terjadi dalam sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Dimana perempuan dianggap sebagai barang komoditi penghasil keuntungan. Tak jarang pelecehan tersebut terjadi juga di media massa, namun tidak banyak disadari oleh orang bahkan perempuan itu sendiri. Gemerlap dunia telah mengaburkan nilai-nilai kehormatan wanita.
Hal ini sangat berbeda dengan perlakuan Islam terhadap perempuan. Dalam Islam perempuan adalah kehormatan yang harus dijaga. Dalam sebuah hadis, Nabi mengatakan tiga kali berbakti untuk ibu (perempuan) baru kemudian ayah. Ini adalah salah satu bukti penghargaan Islam kepada perempuan karena telah melalui tiga kesulitan, yakni mengandung, melahirkan hingga menyusui yang ini tidak akan terjadi di sistem kapitalis kecuali ada maksud lain di belakangnya, yakni keuntungan.
Islam memiliki banyak mekanisme dalam melindungi kehormatan terhadap perempuan. Diantaranya seperti bentuk aturan menutup aurat, yakni seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Bagi orang kapitalis liberalis hal ini justru dianggap pengekangan, bahkan pelanggaran hak asasi manusia. Padahal dengan menutup aurat secara sempurna inilah maka nilai-nilai kehormatan wanita di jaga. Dia tidak akan mudah digoda (dilecehkan) orang di jalan.
Di masa Rasulullah pernah ada seorang wanita yang di lecehkan Bani Qainuqa dengan mengikat ujung gamisnya sehingga tersingkap auratnya. Seorang lelaki Muslim kemudian membelanya dengan membunuh pelakunya. Namun dia akhirnya terbunuh juga saat di keroyok Bani Qainuqa.
Mendengar hal ini Rasulullah kemudian mengirimkan pasukan dan mengepung mereka selama 15 hari hingga mereka menyerah. Ini merupakan penjagaan negara terhadap perempuan.
Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan tidak dibebankan untuk mencari nafkah, bahkan sepanjang hidupnya penafkahan di bebankan kepada walinya, dijamin perekonomiannya. Perempuan boleh bekerja dalam kondisi yang bebas, bukan dalam rangka perbudakan. Dalam rumah tangga, perempuan dianggap patner, sahabat, bukan sebagai bawahan suaminya.
Begitulah sedikit contoh penerapan Islam secara nyata dalam melindungi perempuan. Sehingga hal ini akan menutup celah pelecehan ataupun kekerasan kepada perempuan yang akan membuat kehidupannya menjadi lebih baik.
Wallahu a'lam bishawab
COMMENTS