Remisi Idul Fitri, Bukti Sanksi Setengah Hati, Tak Berefek Jera

                                                                             Sumber: Merdeka.com
 

Oleh: Nur Arofah

Aktivis Muslimah Jagakarsa

 

Salah satu penghargaan yang diberikan pemerintah setiap Hari Raya Idul Fitri yakni memberikan remisi khusus (RK) kepada para penghuni lapas. Menurut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham), ada sekitar 146.260 narapidana beragama Islam yang menerima remisi khusus (RK) lebaran tahun ini, dari total 196.371 jiwa.

Sebanyak 66.886 napi di antaranya pelaku tindak pidana umum. Dari segi kategori remisi khusus, terdapat 661 napi menerima RK II atau langsung bebas. Dan 145.599 lainnya menerima RK I, yaitu masih harus menjalani sisa pidana setelah menerima pengurangan masa pidana sebagian.

Pemberian remisi ini memang penghargaan negara kepada para napi yang berusaha selalu memperbaiki diri, selalu berkelakuan baik selama dalam tahanan dan mengikuti program pembinaan dengan baik. Diutamakan napi yang beragama Islam serta menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Sebagai bukti keseriusan bertobat dan menjadi warga yang berguna di masyarakat.

Sebenarnya, bahagia tentu saja dirasakan individu napi dan keluarganya yang mendengar kabar dan mendapatkan RK Idul Fitri, apalagi napi yang langsung remisi bebas. Namun pada praktiknya di masyarakat,  apakah bisa dipastikan tidak menambah kriminalitas? Syukur jika mereka yang keluar dari lapas benar-benar bertobat, jika banyak yang belum malah akan menambah keresahan di masyarakat.

Pasalnya, himpitan ekonomi masih berderet panjang di masyarakat, sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sangat berat. Terutama bagi mantan napi untuk mencari pekerjaan terasa kesulitan, hanya sedikit yang mau mempekerjakan mereka. Sehingga ketika tidak kuat iman mereka akan mencari jalan pintas meraih cuan untuk keberlangsungan hidup dirinya dan keluarganya. Ancaman dan bayang-bayang kejahatan, pencurian, perampokan, hingga pembunuhan akan menghantui masyarakat.

Jika kondisi ini berulang dari perilaku napi yang bebas bisa dipastikan hukum yang diterapkan serta pemberian remisi adalah sanksi setengah hati yang tidak berefek jera. Tambah lagi hanya dengan syarat berkelakuan baik di dalam lapas bisa mendapatkan remisi, tanpa jaminan tobat atas nama takwa.

Apalagi, saat ini kita berada di sistem kapitalisme yang hukumnya bisa dibeli, dan tidak ada ketegasan dalam penerapannya. Hukum yang bertumpu pada sekuler liberal, hasil hukum pidananya sesuai dengan akal manusia yang lemah dan terbatas. Hukum yang jauh dari unsur ketakwaan berpotensi bisa berubah, berbeda bahkan berganti. Kemungkinan disalahgunakan oleh penguasa atau pemilik modal sangat besar, sebab tidak ada ketetapan yang baku. Akhirnya hukum pidana yang diterapkan tidak memberikan keadilan di tengah masyarakat.

Imbasnya hukum tidak berefek jera, orang baik bisa menjadi jahat, orang yang insaf bisa mengulangi kejahatan karena sulitnya mencari pekerjaan. Standar materialisme meniscayakan materi sebagai tujuan utama, dengan segala cara menafikan halal haram dalam memperolehnya, dukungan kehidupan sekularisme mencetak manusia rakus demi materi.

Namun lain halnya dengan Islam. Islam agama sempurna dan paripurna, hukum pidana berdasarkan wahyu, diputuskan qadhi sesuai dengan kesalahan pelaku ada yang berat dan ada yang ringan. sanksi penghukuman dalam Islam bersifat sebagai penebus dosa pelaku di akhirat dengan bertobat (jawabir) dan membuat efek jera bagi yang lain untuk melakukan hal yang sama (zawajir), karena berdimensi dunia akhirat serta memberikan keadilan di masyarakat dan hukumannya pun dilakukan di tengah khalayak umum. Berbeda dengan hukum buatan manusia hanya berdimensi dunia yang dangkal dan tidak bermuara pada  takwa.

Oleh karenanya, tidak ada hukum yang lebih baik kecuali berasal dari Allah SWT Yang Maha Mengetahui. Dijalankan sebagai wujud ketakwaan kepada Allah. Sanksi dalam Islam pun penerapannya bersifat wajib, konsisten dan tidak berubah. Hukum Islam bersifat tetap tidak mengikuti waktu, tempat dan kondisi apa pun. Sistem sanksi Islam terbukti mampu meminimalisir kejahatan atau kriminalitas.

Sanksi Islam yang utuh tentu tidak dapat terlaksana dalam demokrasi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dan dari negara. Hanya dengan penerapan syariat kaffah semua itu bisa terlaksana.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post