Pemanfaatan Hasil Riset, Untuk Kepentingan Siapa ?


Oleh : Risnawati 
(Pegiat Opini Muslimah Sultra)

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mendorong penggunaan hasil riset perguruan tinggi dalam kehidupan, dan menyatakan salah satu penghalangnya adalah tidak adanya kerja sama antara institusi pendidikan tinggi dengan pihak swasta sebagai pengembang. 

Seperti dilansir dalam laman REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan kritiknya terhadap hasil penelitian yang sering kali berakhir di meja laci kampus-kampus. Padahal tidak sedikit hasil penelitian dari perguruan tinggi berpotensi menjadi alat pengungkit bagi kebaikan masyarakat jika diaplikasikan dengan baik.
Meskipun begitu, Moeldoko memahami hasil penelitian yang belum teraplikasikan disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah tidak adanya kerja sama antara institusi pendidikan tinggi dengan pihak swasta sebagai pengembang.

"Sektor swasta perlu diajak bekerja sama untuk mengembangkan hasil riset para peneliti perguruan tinggi. Jadi dari kerja sama badan usaha dan perguruan tinggi ini, apa yang dilakukan oleh para peneliti bisa dinikmati oleh masyarakat umum, sehingga hasil risetnya punya daya ungkit yang baik di masyarakat," kata Moeldoko, dikutip dari siaran pers KSP pada Sabtu (25/3).

Riset Sarat Kepentingan Bisnis

Faktanya saat ini riset lebih banyak mengikuti keinginan pasar, dan menguatkan kerjasama pentahelix yang justru menguntungkan korporasi.
Pasalnya, bahwa pendidikan tinggi saat ini dibangun sebagai lahan subur yang dijadikan aset oleh para korporasi dalam sistem kapitalisme.
Maka wajar, saat ini pendidikan tinggi telah menjadi alat bagi Barat.
Jelas sekali, keberadaan pendidikan tinggi saat ini sedang diarahkan kepada program-program Barat. Yang jelas jauh sekali dari nilai-nilai Islam. 

Sesungguhnya, Indonesia telah lama mengadopsi program Knowledge Based Economy, yakni Ekonomi Berbasis Pengetahuan. Sehingga liberalisasi pendidikan semakin nampak dalam pendidikan tinggi dinegeri ini. 

Disisi lain, para investor bisa menanamkan modalnya disektor pendidikan tinggi. Walhasil, Barat semakin leluasa merekayasa dunia pendidikan melalui liberalisasi pendidikan tinggi, sehingga negara melepas tanggungjawab  terhadap pelaksanaan pendidikan tinggi serta berdampak pada semakin berkurangnya akses pendidikan tinggi yang mampu dijalani oleh rakyat.

Dengan demikian, liberalisasi dan pembajakan riset melalui publikasi jurnal internasional sebagai salah satu kriteria untuk pendidikan tinggi mampu bersaing di dunia internasional terlihat begitu berkuasanya korporasi seperti scopus, Elsevier dan Quacquarelly Symonds dalam menentukan peta riset. Melalui kewenangannya menentukan kriteria riset yang layak dipublikasi dan kepada siapa hasil riset itu akan diberikan dan untuk kepentingan apa. 

Saat ini jenjang pendidikan tinggi adalah jenjang puncak yang paling dekat relasinya dengan dunia industri. Karena itu biasanya produktivitas riset selalu mendapat stimulasi dari kebutuhan dunia industri yang membutuhkan inovasi tinggi. Arus komersialisasi mengekalkan kondisi de-industrialisasi didunia Islam karena mengarahkan penelitian di dunia Islam agar melayani kebutuhan industri negara kapitalis, bukan industri nasional di negaranya sendiri. Dengan orientasi pendidikan yang salah kaprah tersebut akan menghasilkan lulusan pendidikan tinggi yang individualistik, semakin jauh dari masyarakat dan tak peduli dengan umat. Yang lebih parah lagi pendidikan tinggi saat ini sudah semakin sekular-liberal.

Maka, yang dibutuhkan oleh perguruan tinggi sesungguhnya adalah mengharap hadirnya negara, bukan justru negara berlepas tangan. Negara ini telah mengkomersilkan semua layanan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Sehingga, jika kita masih menerapkan aturan kapitalis sekular ini sampai kapanpun pendidikan tinggi akan terus terpuruk, generasi dirusak dan tidak akan pernah mampu mencetak ilmuwan yang memanfaatkan hasil riset dalam membangun negara serta bermanfaat bagi umat.

Butuh Peran Negara 

Riset memang sudah seharusnya diterapkan, dan negara harus membangun sistem yang kondusif agar aplikasi riset bemanfaat untuk umat.
Karena, dalam Islam pendidikan tinggi harusnya sebagai aset negara dengan menjadikan pihak yang menghasilkan sumber daya manusia yang kapabel dalam melayani kebutuhan umat serta menghasilkan riset-riset agar umat dapat memperoleh manfaat luas darinya.

Selain itu, Negara dalam Islam mendorong  pengembangan riset dan pemanfaatannya untuk kepentingan  umat.  Negara menjadikan penguasaan teknologi sebagai sarana untuk menjadi negara unggul, mandiri dan berdaulat.
Sehingga, Islam menjadikan tujuan pendidikan pada hakikatnya hanyalah meraih ridha dari Allah semata yang merupakan sebagai aset tertinggi dalam hidupnya

Karena itu, sistem kapitalisme sekular sudah seharusnya ditinggalkan yang telah terbukti gagal mencetak generasi berkualitas, serta gagal memanfaatkan hasil riset untuk membangun negera dan umat. Selanjutnya, marilah kita berjuang untuk mewujudkan sistem Islam, sebagai satu-satunya sistem yang akan bisa mewujudkan generasi berkualitas dan peduli terhadap kondisi umat, insya Allah. Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post