Menakar Kebijakan Pemangkasan Upah Buruh



Oleh: Ummu Khansa Syaqila 

(Aktivis Muslimah)


Perlu kita ketahui bersama, bahwasanya mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai buruh. Tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ada sebanyak 37,02% penduduk Indonesia berstatus sebagai buruh, karyawan, dan pegawai. Proporsi tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan status pekerjaan utama yang lainnya.


Namun miris, nasib buruh di Indonesia saat ini kian keruh. Pasalnya telah terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Ditambah lagi, adanya aturan Negara yang mengizinkan perusahaan tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, furniture, mainan anak dan pengusaha berorientasi ekspor lainnya untuk melakukan pemangkasan upah pekerja/buruh maksimal sebesar 25%.


Izin ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 5/2023 tentang penyesuaian waktu kerja dan pengupahan pada perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global yang diundangkan serta berlaku mulai 8 Maret 2023.


Penjelasan pasal 7 ayat 1 Permenaker tersebut berbunyi, “Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% dari upah yang biasa diterima.


Berdasarkan pernyataan tersebut, ternyata banyak pihak yang mengkritik kebijakan ini. Dari sisi buruh sendiri, jelas aturan ini merugikan mereka karena upah yang diterima akan berkurang. Selain itu, aturan ini dinilai tidak akan mampu menyolusi gelombang PHK yang tengah melanda negeri ini.


Dari sini nampak jelas bahwa pemerintah lagi-lagi menzalimi buruh dengan mengeluarkan regulasi yang melegalkan pengusaha kapitalis untuk memotong upah buruh. Sungguh sangat tragis perlakuan terhadap para buruh yang berbanding terbalik dengan perlakuan mereka terhadap para oligarki atau para pengusaha.


Mengapa hal semacam ini bisa terjadi? Jawabannya jelas karena negara saat ini tunduk pada sistem kapitalisme yang menjadikan para penguasa sebagai pelayan pengusaha kapitalis. Para kapitalis itulah yang telah membiayai penguasa tersebut untuk sampai ke tampuk kepemimpinan sehingga setiap kebijakan penguasa akan menghamba pada kepentingan kapitalis.


Lantas bagaimana nasib rakyat? Rakyat hanya bisa gigit jari karena selalu diperdaya dengan berbagai aturan buatan penguasa. Inilah jadinya ketika manusia tidak mengambil aturan Tuhan (Allah Swt.) sebagai pembuat aturan (syariat). Akhirnya aturan yang lahir adalah yang mengikuti kepentingan pembuatnya dan sesuai dengan hawa nafsu.


Dalam sistem Islam yang diterapkan dalam negara Islam (khilafah), konflik "buruh" dalam skala massal tidak pernah ada. Kalau konflik individual yang sifatnya kasuistik, bisa jadi ada, tetapi tidak marak.


Adapun hubungan baik antara buruh dan pengusaha ini terwujud dalam sistem Islam karena Khilafah berhasil mewujudkan keadilan sebagai hasil penerapan aturan dari Allah Swt. Sebagaimana Firman Allah Taala,
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan mizan (neraca, keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid: 25).


Keadilan tersebut tampak dari penempatan pengusaha dan pekerja dalam level yang sama, yaitu sama-sama sebagai hamba Allah Taa’ala yang wajib taat terhadap syariat-Nya.


Islam juga mengatur, antara pengusaha dan pekerja terikat oleh satu kontrak (akad) yang adil dan bersifat saling ridha di antara keduanya. Ridha itu meliputi aspek upah, jam kerja, jenis pekerjaan, dan lainnya. Ketika keduanya sepakat dan saling ridha, barulah pekerjaan dilakukan. Dengan demikian, tidak ada pihak yang terpaksa dan terzalimi.


Selanjutnya, upah pekerja akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan dasar komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan oleh negara secara gratis. Untuk transportasi umum, negara juga menyediakannya secara gratis atau murah.


Demikianlah Islam sangat memperhatikan nasib para pekerja serta memberikan jaminan kesejahteraan kepada seluruh masyarakatnya tanpa terkecuali. Karenanya mari ikut berjuang dalam proses mendirikan kembali institut Negara yang berstandar Islam yang bisa memberikan solusi atas segala problematika yang dialami umat manusia. Wallahu'alam bi shawab 

Post a Comment

Previous Post Next Post