Dibalik U-20, Mempertanyakan Politik Bebas Aktif Indonesia



Oleh Siti Eva Rohana, S.Si

Isu kedatangan Timnas Israel U-20 sebagai salah satu peserta Piala Dunia U-20 di Indonesia sedang ramai diperbincangkan. Rencana kedatangannya menuai banyak penolakan disebabkan tidak adanya hubungan diplomatik di antara kedua negara dan penjajahan Israel terhadap bumi Palestina.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menunjukkan penolakannya pada Selasa (14/3/2023). Menurut Kepala Hubungan Internasional MUI, Sudaenoto Abdul Hakim, bakal tampilnya Timnas Israel pada Piala Dunia U20 di Indonesia ini menjadi isu yang sensitif. Pasalnya, Indonesia terus memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina. “Menerima bahkan menjanjikan keamanan untuk timnas Israel; di Piala Dunia U-20, menunjukkan bahwa Indonesia telah ditundukkan oleh pasukan pro-Israel melalui diplomasi sepak bola ini katanya dikutip dari Xinhua. (kompas.tv 16/03/23)

Penolakan ini semakin masif bermunculan dari berbagai kalangan baik masyarakat umum, tokoh, ulama hingga para pejabat negeri. Indonesia dengan jumlah Muslim terbanyak tentu merasa berat jika harus bermanis wajah dengan menerima kedatangan Israel yang telah menjadi musuh bagi umat Islam. Di sisi lain Pemerintah Indonesia telah memenangkan lelang penyelenggaraan Piala Dunia U-20 oleh FIFA pada 2019. Dlam perhelatan yang akan berlangsung pada Mei dan Juni 2023, ternyata Timnas U-20 Israel lolos kualifikasi dan akan ikut berlaga di Indonesia. 

Jika pemerintah menolak kedatangan Israel maka Indonesia harus menanggung konsekuensinya yaitu Indonesia akan masuk dalam daftar hitam event-event olah raga dunia, seperti olimpiade karena mengingat keberadaan Israel sebagai peserta yang diakui dan layak mengikuti pertandingan.

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmanto Juwana menilai, tekad Indonesia untuk memperjuangkan tanah rakyat Palestina yang saat ini diduduki oleh Israel tidak seharusnya dihubungkan dan menyurutkan tekad tersebut dengan hadirnya Timnas U-20 Israel yang telah lolos kualifikasi. (kumparan.com, 24/03/23)

Hal tersebut diperjelas kembali oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan tidak pusing memikirkan aksi penolakan dan terus melakukan persiapan. Deputi III Kemenpora, Raden Isnanta mengatakan pemerintah Indonesia selaku tuan rumah berkewajiban menyediakan fasilitas sesuai standar organisasi sepak bola dunia FIFA. Hal ini tergantung sepenuhnya pada FIFA sendiri. (voaindonesia.com, 10/03/23)

Siapapun negara yang menjadi anggota FIFA dan lolos dalam babak kualifikasi, sekalipun negara dan pemerintahnya telah melakukan tindak kejahatan pada suatu wilayah, dia berhak bermain dan bertanding di Piala Dunia. Namun pernyataan tersebut nyatanya tak berlaku bagi Rusia. Dalam beberapa event tingkat dunia seperti olimpiade dan Piala Dunia, Atlet Rusia tidak diperbolehkan untuk berlaga karena agresi Rusia terhadap Ukraina. Ini membuktikan bahwa lembaga Internasional termasuk FIFA, tak terlupa Amerika dan PBB yang merupakan pemegang kendali kapitalisme bersikap hipokrit dan hanya mengikuti kepentingan mereka.

Sungguh ironis, atas nama demokrasi umat Islam dipaksa untuk menerima kondisi yang menyakitkan. Telah lama membenci namun dipaksa mencinta agar nama baik negeri tidak ternoda. Berbagai alasan dilontarkan agar umat Islam tak surut membela Palestina namun tetap menerima penjajahnya datang bertanding di bumi Indonesia.
Begitulah jika sistem kapitalisme telah mengakar kuat dalam diri Indonesia. Harga diri kaum Muslim rela dirampas demi kepentingan segelintir manusia.

Nasionalisme yang menggebu dalam jiwa peserta dan suporter sepak bola liga dunia telah mematikan rasa empati. Darah kaum Muslim tertumpah di negeri terjajah tak lagi berarti. Ditambah keberadaan Indonesia menjadi tuan rumah akan membuka potensi ekonomi yang sangat menguntungkan bagi para pemilik modal, mulai dari hotel, penonton (wisatawan), merchandise, dan sebagainya. Qatar yang menjadi tempat piala dunia sebelumnya, dilaporkan telah mendapat keuntungan sebesar US$ 7,5 miliar atau sekitar Rp. 117,75 triliun. Jumlah ini belum termasuk kesepakatan siaran utama untuk piala dunia Qatar yang di terima FIFA dari berbagai negara.

Namun sebagai umat Muslim potensi keuntungan ekonomi tersebut tidaklah sebanding dengan penderitaan saudara Muslim kita di Palestina yang harus menghadapi kejahatan Israel. Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar, semestinya dapat menunjukkan sikap solidaritas terhadap Palestina dengan mendesak FIFA untuk menolak Israel bertanding di Piala Dunia U-20 Mei mendatang.
Pemerintah semestinya dapat bersikap tegas kepada Israel.  Sikap yang diberikan bukan sekadar mengutuk Israel atau sekedar memberikan bantuan kepada rakyat Palestina. Namun sikap yang semestinya dimunculkan adalah memerangi siapapun yang memerangi kaum muslimin. Seperti perintah  Allah Swt.
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (TQS Al-Baqarah ;190)

Allah Swt. juga memerintahkan untuk mengusir mereka yang mengusir kaum muslimin
"Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu" (TQS Al-Baqarah :191)

Umat Islam, khususnya kaum Muslim di Palestina membutuhkan pemimpin yang berani dan tegas, membela serta menyelamatkan mereka dari kekejaman Israel.

Selama ini satu-satunya negara yang mampu mewujudkan sikap tersebut adalah daulah khilafah. Diantaranya sikap khilafah dalam membela Palestina terlihat pada perjuangan yang dilakukan oleh Panglima Salahuddin Al-Ayyubi dalam membebaskan tanah suci Palestina dari cengkeraman tentara salib. Perjuangan ini dilakukan secara nyata dengan mengirim pasukan kaum muslimin dan memerangi tentara salib. Bukan dengan cara kecaman diplomatik hipokrit, atau solusi-solusi lain yang menyesatkan ala sistem kapitalisme saat ini.

Begitu pula sikap tegas Sultan Abdul Hamid II, Khalifah Utsmaniyah yang menolak mentah-mentah tawaran salah satu tokoh utama gerakan Zionisme Israel yaitu Teodor Herzl. Padahal tawaran yang diberikan sangatlah menggiurkan. Tawaran tersebut berupa paket hadiah sebesar 150 juta poundsterling setara dengan Rp 2,7 triliyun untuk pribadi sultan, semua utang Khilafah Utsmaniyah yang mencapai 33 juta poundsterling akan dilunasi, dibuatkan kapal induk untuk menjaga pertahanan pemerintahan Utsmaniyah senilai 120 juta frank, juga akan diberikan pinjaman tanpa bunga sebesar 36 juta poundsterling, dan akan dianggunkan sebuah universitas Utsmaniyah di Palestina.

Namun tawaran ini disertai kompensasi yakni Sultan Abdul Hamid harus memberikn sejumlah wilayah untuk permukiman Israel di tanah Palestina. Dengan nada tegas dan penuh ancaman Sultan Abdul Hamid II mengatakan “Nasehati Mr. Herzl, agar dia tidak terlalu serius menanggapi masalah ini. Sesungguhnya, saya tidak akan melepaskan kendati hanya satu jengkal tanah Palestina, sebab ini bukan milik pribadi tetapi tanah wakaf kaum muslimin. Rakyatku telah berjuang untuk memperolehnya sehingga mereka siram dengan darah mereka. Silahkan Yahudi itu menyimpan kekayaan mereka yang milyaran itu. Bila pemerintahanku ini tercabik-cabik. Saat itu baru mereka dapat menduduki Palestina dengan gratis. Adapun jika saya masih hidup, maka tubuhku terpotong-potong, adalah lebih ringan ketimbang Palestina terlepas dari pemerintahanku.” Sikap tegas ini mudah dilakukan oleh pemimpin (khalifah)tanpa memikirkan keuntungan materi yang akan didapatkan karena mereka memahami hadis berikut.
Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung. Maka, jika ia memerintahkan ketaqwaan kepada Allah Swt. Dan berlaku adil, baginya terdapat pahala; dan jika ia memerintahkan yang selainnya ia harus bertanggung jawab atasnya." (HR.Muslim).

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa imam adalah junnah (perisai) seperti tirai/penutup karena menghalangi musuh yang akan menyerang kaum Muslim, melindungi kemurnian Islam dan orang-orang berlindung kepadanya.

Maka sudahnya saatnya umat menyadari bahwa sistem kepemimpinan Islam satu-satunya yang dapat menjaga kehormatan negeri dan bumi palestina, serta seluruh umat muslim di dunia.

Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post