Kasus Asusila Menyasar Anak-anak, Tanggung Jawab Siapa?


Oleh: Hafsah
(Pemerhati Masalah Umat)

Kasus pelecehan seksual tak henti menghiasi laman media cetak maupun media online.
Naasnya, kasus ini menjalar pada anak-anak. Bak penyakit yang siap menularkan siapa saja, orang tua tentu harus lebih waspada menjaga agar anak-anak tetap dalam pengawasan. Namun, mampukah kita mengawasi anak selama 24 jam?

Kejadian menimpa bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto diduga telah menjadi korban perkosaan tiga anak Sekolah Dasar (SD). Korban mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran dan dugaan kasus ini sudah ditangani aparat kepolisian setempat.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi Gondam Prienggondhani membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan kasus tersebut.
Sementara dalam proses penyelidikan," ujarnya, Jumat (20/01/2023).

Kuasa hukum korban, Krisdiyansari menceritakan, peristiwa perkosaan itu terjadi pada 7 Januari 2023 lalu. terduga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan.
(Liputan6.Com 23/01/2023)

Apa yang membuat anak dibawah umur sampai bisa melakukan hal tak senonoh patut dipertanyakan. Orang tua pelaku maupun korban tentu tak pernah menyangka hal demikian akan menimpa keturunannya. Menuntut dan memperkarakan pelaku juga tidak tepat karena masih dibawah umur, namun sialnya yang menjadi korban juga adalah anak-anak.
Inilah dilema yang dialami oleh para orang tua, jika tidak segera ditangani, korban berikutnya akan berjatuhan.

Berulangnya kasus serupa yang beritakan media tidak lantas menjadi pembenaran apalagi pemakluman. Harusnya ini menjadi perhatian bersama seluruh elemen masyarakat, terutama negara sebagai benteng umat.

*Akar Masalah*

Kasus asusila pada anak sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai hidup yang salah, yang berkembang di tengah masyarakat saat ini, yaitu kehidupan sekuler. 
Nilai kebebasan yang terdapat dalam sistem kehidupan sekuler telah meracuni akal dan naluri manusia. Paham kebebasan telah menghilangkan ketakwaan individu maupun masyarakat.

Melihat langkah yang dilakukan oleh pemerintah mengatasi masalah ini belum menyentuh akar masalah yang sesungguhnya. Faktor-faktor pemicu terjadinya kasus ini terkesan dikesampingkan.
Jika kita cermati, perilaku tersebut tidak serta merta dilakukan tanpa ada faktor yang melatar belakangi. Diantaranya adalah:
Kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak.
Kadang, karena kesibukan kedua orang tua membuat kita kecolongan dengan tingkah polah mereka. Membiarkan bermain tanpa ada yang mengontrol, membuat anak-anak kehilangan kendali. Ajakan teman untuk berbuat tak senonoh diaminkan tanpa rasa bersalah.

Pendidikan yang berbasis sekularisme menjadi pencetus kerusakan saat ini. Peran agama dikesampingkan seolah pencapaian akademik menjadi landasan penting dalam sistem pendidikan hari ini. Tolak ukur keberhasilan hanya berdasar kecerdasan semata karena menghasilkan manfaat duniawi.

Lingkungan disekitar rumah idealnya menjadi tempat yang nyaman untuk bermain. Kadang ide atau khayalan muncul disaat berkumpul antar sesama anak, maka dibutuhkan amar ma'ruf dan kontrol dari masyarakat setempat.

Faktor ekonomi masih menjadi salah satu penyebab terjadinya kerusakan perilaku pada anak.
Kedua orang tua sudah kelelahan memenuhi nafkah untuk keluarga yang semakin hari semakin kesulitan untuk dipenuhi akibat mahalnya biaya hidup. Ibu sebagai pengurus rumah tangga harus pula turun tangan sekedar menambal kekurangan belanja, sehingga abai terhadap permasalahan anak.

Maraknya tontonan dari media yang tidak mendidik menjadi pemicu liarnya imajinasi mereka terhadap apa yang diindera. Tontonan yang dikonsumsi anak-anak tidak difilter sehingga membuat mereka penasaran lalu membuka situs dewasa tanpa ada hambatan. Dari informasi dan tontonan yang tidak layak ini membangkitkan keinginan anak untuk sekedar mencoba menyalurkan naluri yang belum semestinya dilakukan. Pada akhirnya, temanlah yang menjadi sasaran pelampiasan.

Terakhir adalah penerapan sistem yang diadopsi membuat umat memisahkan urusan kehidupan dengan ibadah.
Hak Allah Swt sebagai pencipta dan pengatur kehidupan seolah dikebiri. Manusia bertindak sesuai kemauan dan cara berfikir atas nama kebebasan yang dilindungi oleh HAM. Ketika timbul masalah, hanya membenahi kerusakan dipermukaan. Alhasil, bukan solusi yang didapat namun tambahan masalah yang mengikuti fakta tersebut.

*Islam Hadir Sebagai Solusi*

Islam hadir bukan semata hanya untuk mengatur ibadah saja, namun lebih daripada itu dapat mengatur urusan hidup manusia.
Islam juga punya seperangkat aturan agar terhindar dari pelaku dan korban kejahatan seksual.

Pendidikan dan akhlak hendaknya ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak.
Menanamkan akhlak idealnya didapatkan dari orang tua, sehingga anak tidak asing dengan adab dan sopan santun. Semua bisa dimulai dari rumah, sekolah dan lingkungan.
Anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak, termasuk mendapatkan pendidikan formal dan bekal agama yang kuat.

Islam secara tidak langsung telah memberikan langkah pencegahan. Seperti menanamkan rasa malu pada anak sejak usia dini.
Tidak membiasakan anak-anak, bertelanjang di depan orang lain, misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Biasakan anak perempuan sejak kecil menutup aurat dengan berbusana muslimah. Jika rasa malu ini sudah ditanamkan sejak dini, diperlihatkan saja tidak boleh apalagi dipegang atau disentuh oleh orang lain.

Memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan pada usia antara 7-10, atau telah mendekati usia baligh serta tidak membiarkan mereka tidur bersama di satu tempat.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka disebabkan meninggalkannya ketika telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkan mereka (antara laki-laki dan perempuan) di tempat tidur mereka. (HR Ahmad dan Abu Daud)

Islam juga mengatur tentang izin memasuki kamar orang dewasa. Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka.

Didiklah anak-anak agar selalu menjaga pandangan mata. Jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi. Untuk hal ini, negara punya peranan penting untuk menjaga situs-situs yang tidak bermanfaat agar tidak beredar di tengah masyarakat.

Jika penjagaan telah dilakukan dalam keluarga, selanjutnya ada kontrol sosial di tengah masyarakat, lalu negara sebagai pilar terakhir membentengi umat dengan seperangkat aturan dan sanksi tegas jika diperlukan. Sinergi antara 3 elemen ini idealnya terlaksana, bukan teori semata.
Namun, semua hanya bisa terealisasi dalam naungan sistem Islam.

Wallahu a'lam bisshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post