Gagalnya Sistem Sekuler Menangani HIV/ AIDS



Oleh Zia Sholihah
( Aktivis Muslimah Kalsel )

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika makin banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan makin melemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit.

HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.

Merujuk data Kemenkes, penularan HIV di Indonesia masih didominasi kelompok heteroseksual, yakni sebanyak 28,1 persen dari total keseluruhan kasus.

Selain itu, L967 juga termasuk ke dalam kelompok berisiko. Sebanyak 18,7 persen dari total keseluruhan kasus di Indonesia dialami oleh kelompok tersebut.

Dari keseluruhan, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan kasus HIV terbanyak. Angkanya bahkan nyaris mencapai 100 ribu kasus.

Selain DKI Jakarta, ada beberapa wilayah lain dengan tingkat penularan HIV cukup tinggi. 

Sungguh disayangkan anak dan wanita jadi korban HIV Aids ini justru karena tertular. Kenyataannya, berbagai program yang ada tak mampu mencegah penularan karena solusi tidak menyentuh akar persoalan, apalagi legalisasi perilaku menyimpang justru diserukan. Negara bahkan sampai kekurangan biaya untuk menyediakan pengobatan bagi penderita.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan adalah sebagai berikut:
1. Berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan pengaman
2. Menggunakan jarum suntik bersama-sama
3. Melakukan pekerjaan yang melibatkan kontak dengan cairan tubuh manusia tanpa menggunakan alat pengaman diri yang cukup.

Faktor peningkatan risiko tersebut, adalah hal yang sulit dihindari karena  kebebasan yang sekarang diadopsi semua elemen. Lingkungan yang terbentuk dari sistem sekularisme yang membelenggu banyak negara. 

Pencegahan HIV dan AIDS
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari dan meminimalkan penularan HIV:
Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Tidak berganti-ganti pasangan seksual
Menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Menghindari penggunaan narkoba, terutama jenis suntik. Mendapatkan informasi yang benar terkait HIV, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya, terutama bagi anak remaja. 

Hal ini selaras dengan apa yang Islam inginkan dalam pergaulan.
Lalu bagaimana pandangan Islam terkait permasalahan ini? 

Islam memandang bahwa HIV/AIDS bukanlah semata-mata persoalan kesehatan (medis) namun merupakan buntut panjang dari persoalan perilaku. Sebab telah terbukti  penyebab terbesar penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas, baik itu zina dan homoseksual dan narkoba.

Islam memiliki beberapa mekanisme untuk menyelesaikan persoalan ini yakni pertama, melakukan pencegahan munculnya perilaku berisiko HIV/AIDS dengan melakukan pendidikan dan pembinaan kepribadian Islam.

 Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, di mana setiap individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial. Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat, larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin, dan lain-lain. Selain itu perlu juga upaya menciptakan lingkungan yang kondusif, dan memberantas lingkungan yang tidak kondusif 

Kedua, memberantas perilaku berisiko penyebab HIV/AIDS (seks bebas dan penyalahgunaan Narkoba) yakni dengan menutup pintu-pintu yang mengakibatkan munculnya segala rangsangan menuju seks bebas.

 Negara wajib melarang pornografi-pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya.  Begitu juga dengan narkoba, hal-hal yang dapat membuat peredaran dan penggunanya semakin luas akan ditutup. Selain itu pemberian sanksi tegas akan diberlakukan oleh negara kepada pelaku perzinahan, seks menyimpang, penyalahguna narkoba, konsumen khamr, beserta pihak-pihak  terkait yang menjadikan seks bebas dan narkoba sebagai bisnis mewah. Sanksi yang diberikan mampu memberikan efek jera atau dengan kata lain menegakkan sistem hukum dan sistem persanksian Islam.

Ketiga, pencegahan penularan kepada orang sehat yang dilakukan dengan mengkarantina pasien terinfeksi (terutama stadium AIDS) untuk memastikan tidak terbukanya peluang penularan. Kepada penderita HIV/AIDS, negara harus melakukan pendataan konkret. Negara bisa memaksa pihak-pihak yang dicurigai rentan terinveksi HIV/AIDS untuk diperiksa darahnya. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan negara wajib mengratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama di karantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan keterampilan.

Di sisi lain, negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membiayai penelitian guna menemukan obat HIV/AIDS. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa disembuhkan

Ketiga mekanisme tersebut mampu menyelesaikan permasalahan HIV/ AIDS hingga keakar-akarnya. Oleh karena itu, menoleh kepada keagungan hukum Allah bukan hanya menjadikan kita sebagai individu mulia di mata Allah. Namun lebih dari itu, penerapan Islam secara sempurna mampu menjadikan manusia hidup dalam keberkahan baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.

 Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post