DI ALAM DEMOKRASI, MURTADIN LANCANG MENGGUGAT PENGHAPUSAN AYAT SUCI

0leh: Susi susanti, S.M

Kehebohan yang tidak masul akal sering terjadi di negara ini. Cita-cita negara memiliki masyarakat yang cemerlang dalam segala tindakan serta ucapan hanyalah sebatas angan-angan belaka. Untuk kesekian kalinya umat Islam harus menelan pil pahit atas kebodohan yang terjadi.

Bagaimana tidak, Seorang pendeta meminta menteri agama Yaqut Cholil Qoumas untuk mengahapus 300 ayat Al-Qur’an. Permintaan itu dilakukan lantaran menurutnya 300 ayat dalam kitab suci umat Islam itu mengajarkan paham radikal. Dalam sebuah video yang beredar, terlihat pendeta bernama Saifuddin Ibrahim mengimbau menteri agama agar tak perlu takut terhadap protes rakyat. Himbauan tersebut merujuk pada kontroversi aturan spiker masjid yang dikeluarkan Kemenag beberapa waktu lalu.

Merespon hal itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) Waryono Abdul Ghofur menyatakan perlu dicek berapa kitab tafsir yang sudah dibaca oleh pendeta yang awalnya beragama Islam itu.

“Beliau ini menurut saya yang kalau dari sisi nama kan saya juga dengar beliau ini dulunya muslim, kemudian konversi menjadi Kristen. Ketika beliau muslim ini perlu dicek juga pemahaman keagamaanya. Sudah membaca berapa kitab tafsir”, tuturnya. (CCNIndonesia.co, 14/3/22)

Sebagai menteri koorditor bidang politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun desak polisi periksa pendeta minta hapus 300 ayat Al-Qur'an. hal itu dikarenakan intoleransi yang disebut-sebut pendeta Saifuddin itu tidak pernah ada dalam sejarah Islam.

“Islam sebelum abad 12 itu kan Islam yang sangat toleran, coba cek peradaban-peradaban Islam baik di eropa, di spanyol dulu, tidak ada itu pemaksaaan agar orang masuk Islam. Islam juga mengahargai budaya lokal,” tuturnya.

Tak hanya itu, Mahfud MD bahkan juga menyebutkan, pernyataan pendeta Saifuddin yang meminta menteri agama mengahapus ayat Al-Qur’an merupakan penistaan agama. Penistaan agama merupakan perbuatan pidana yang acamanan hukumannya penjara lebih dari 5 tahun.

Selain ketegasan dari Menkopolhukam, pun Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis berdesak agar pendeta Saifudin perlu diperiksa lahir batinnya. Menururtnya, hal itu dilakukan agar toleransi di Indonesia tetap tejaga.

“Peru diperiksa lahir batinnya, baik oleh dokter jiwa dan aparat penegak hukum agar toleransi terus terjaga di Indonesia” kata cholil di twiternya. Senin, (14/3/22).

Sebelumnya, di dalam video, Syaifudin menilai Yaqut mestinya tak hanya mengatur soal masalah azan saja, tetapi juga menghapus 300 ayat alquran yang menurutnya menyebabkan kurikulum di pesantren mengajarkan paham radikalisme.

Dia juga menyebutkan bahwa pesantren di Indonesia cenderung melahirkan para teroris. Dia pun meminta agar seluruh kurikulum dalam pesantren diubah sepenuhnya. Lagi-lagi permintaan itu sangat tidak masuk akal. Karena tidak ada bukti kuat yang membenarkan atas apa yang dia sampaikan.

Banyak sekali penodaan terhadap agama Islam namun hanya sekedar kecaman saja sebagai sanksi atas tindakan tersebut. Hal ini jika dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan tegas dari negara untuk mengehentikan kebodohan tersebut. Maka tidak heran jika untuk kedepannya ada ribuan sosok Saifuddin yang berusaha menjatuhkan kehormatan Islam. Di negara ini begitu mudahnya terjadi murtadan dan tidak ada sanksi tegas membuat kaum murtadin begitu terbuka dan lancang menggugat ayat suci Al-Qur’an.

Padahal, hakikatnya ayat suci Al-Qur’an tidak bisa dirubah apalagi mengahapus beberapa ayat hanya karena tidak sesuai dengan kelompok lainya. Tentu hal ini tidak bisa di benarkan dengan berbagai alasan apapun.

Tidaklah heran jika hal ini terjadi di dalam negeri sekuler yang telah menjamin berbagai kebebasan. Padahal, perbuatan penistaan agama termasuk kejahatan yang sangat serius. Sayangnya hal semacam ini tidak bisa dihentikan bahkan kasusnya dibiarkan begitu saja setelah pengecaman dilontarkan.

Sejatinya Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT sebagai pedoman dalam segala aspek kehidupan, baik kewenangan mengatur urusan kehidupan sosial, ekonomi, budaya maupun pendidikan . Sebagaimana yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an,

“Dan kami telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan mebawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan allah dan jangnlah engakau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat diatara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat (saja), tetapi allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikannya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukannya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan”.(QS. Al-maidah : 48).

Untuk memutus tali penodaan terhadap agama, maka negara harus memposisikan dirinya sebagai konstitusi yang berwenang melindungi kehormatan agama dari segala bentuk penodaan, serta memberikan sanksi tegas terhadap pelaku penodaan agama sehingga hal semacam itu tidak akan terjadi lagi. Kedamaian hidup bermasyarakat adalah tugas negara yang harus tercapai.

Berbeda halnya dengan sistem Islam, seorang pemimpin atau khalifah yang bertanggungjawab dalam memberikan sanksi tegas untuk para penista agama. Penguasa yang menerapkan aturan Islam tidak akan bersikap lemah untuk para penoda agama.

Semua akan terealisasi apabila hukum Allah SWT ditegakkan diatas muka bumi ini dibawah naungan khilafah ala minhaj nubuwah.

Wallahualam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post