Penulis Opini Bela Islam
Dua tahun lebih pandemi Covid-19 menghantui seluruh belahan bumi. Tampaknya seluruh negara di dunia belum menemukan solusi untuk memusnahkan. Justru, Covid menunjukkan kepiawaiannya. Bisa beranak cucu dengan lahirnya varian-varian baru yang ganas. Kini telah lahir Covid-19 varian Omicron yang diketahui penularannya sangat cepat dibanding varian lainnya.
Gisaid mencatat, perkembangan kasus Covid-19 varian Omicron (B.1.1.529) di Indonesia telah mencapai 6.131 kasus per Jumat (18/2/2022). Jumlah tersebut menempatkan posisi Indonesia di urutan pertama di Asia Tenggara.
Adapun Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di Indonesia kembali bertambah sebanyak 34.418 orang (21/2/2022), sehingga total kasus positif Covid-19 mencapai 5.231.923 orang. Sedangkan jumlah total meninggal 146.541 jiwa.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, kasus penularan Omicron paling banyak berasal dari Turki dan Arab Saudi. Ironisnya, seseorang yang sudah mendapatkan vaksinasi dua kali, bahkan ada yang lengkap masih dapat terinfeksi Omicron. Oleh sebab itu, dihimbau tidak melakukan perjalanan keluar negeri dan disiplin terapkan protokol kesehatan. Jangan sampai tertular dan menularkan, kata dr. Nadia.
Tingginya angka kasus positif Covid-19 dan penyebaran yang cepat, disebabkan beberapa faktor, yakni:
Pertama, kebijakan pemerintah yang lemah. Sedari awal terkesan mengabaikan masuknya Corona ke Indonesia. Kemudian kebijakan isolasi wilayah yang berubah-ubah menunjukkan tidak profesional. Fatalnya lagi, tidak diketahui secara pasti pemetaan mana wilayah yang sehat dan sakit.
Kedua, hukum tidak adil
mencerminkan rezim represif anti Islam.
Prokes hanya diberlakukan untuk kelompok mayoritas (Islam), aktivitas keagamaan seperti salat berjamaah di masjid, pengajian majelis taklim, peringatan hari besar Islam, dan lainnya diperketat, mudik lebaran dilarang. Tetapi, tempat-tempat hiburan, tempat rekreasi, mall, dibuka atau dilonggarkan. Bahkan, Natalan dan Tahun Baru dibebaskan. Anehnya, WNI dilarang ke luar negeri, sebaliknya TKA berbondong-bondong masuk ke dalam negeri tanpa isolasi yang memadai. Begitu juga dengan Presiden Jokowi sering melakukan aktivitas yang memancing kerumunan warga, di antaranya kunjungan kerja ke Sumatera Utara (2-4/1/2022).
Ketiga, pemerintahan demokrasi oligarki, yakni sekelompok individu pemilik modal yang mengendalikan kekuasaan. Di mana penguasa rasa pengusaha bekerja sama di bidang pelayanan kesehatan, yakni bisnis vaksinasi, tes swab, antigen, dan PCR dengan negara kapitalis. Ada dua menteri Erick Thohir dan Luhut Binsar Panjaitan, diduga terlibat bisnis vaksin meraup keuntungan yang fantastis, tanpa memedulikan rakyatnya yang menjerit dan menangis.
Lebih keji dan sadis, bahwa ada pemaksaan vaksin kepada rakyatnya, dengan ancaman dipersulit jika mengurus administrasi dan sebagai syarat transportasi. Semua itu, tidak lain agar bisnis vaksinnya sukses. Vaksin yang seharusnya untuk melindungi kesehatan rakyatnya, faktanya tak berfungsi. Terbukti, sekitar 80% orang yang sudah divaksin justru terinveksi Covid-19 varian Omicron. Jika meninggal dunia akibat vaksin tidak ada payung hukum. Itulah wajah buruk demokrasi-kapitalis.
Keempat, tampak jelas bahwa negara ini disetir oleh oligarki yang mengangkangi ekonomi, politik, hukum, dan lainnya. Oligarki tumbuh subur dalam sistem demokrasi karena merupakan anak kandung kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Yakni sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama dilarang mengatur kehidupan publik, baik bermasyarakat maupun bernegara. Sistem ini ditopang oleh empat pilar kebebasan, yakni kebebasan beragama, berpendapat, bertingkah laku, dan kebebasan kepemilikan. Wajar, jika menghasilkan pemimpin-pemimpin dan individu yang zalim, bengis karena semua perbuatannya tidak didasarkan pada tolok ukur haram dan halal. Jadi, amat jelas jika semua kebijakan tidak memihak pada rakyat, justru menyengsarakan.
Pandemi Covid-19 sulit diatasi dan akan terus bermutasi menjadi varian baru. Ini membuktikan bahwa sistem yang dianut negara ini adalah sistem yang batil. Sistem yang bersumber dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Wajar, jika melahirkan kebijakan dan aturan yang rusak dan merusak. Saatnya demokrasi-kapitalis dicampakkan diganti dengan sistem Islam.
Sistem Islam Solusinya
Islam adalah agama yang sempurna berasal dari Allah Swt. untuk mengatur semua lini kehidupan. Sistem Islam berasaskan akidah Islam akan melahirkan pemimpin dan individu-individu yang beriman dan bertakwa.
Mereka senantiasa mensuriteladani Rasulullah saw. dalam segala hal, termasuk bagaimana menghadapi pandemi. Pada masa Rasulullah saw. telah ada wabah dan beliau melarang mengadakan perjalanan dan melakukan karantina bagi yang sakit. Oleh sebab itu, harus memastikan di mana daerah yang terkena wabah dan daerah yang sehat. Tujuannya karantina
untuk mengurangi penyebaran penyakit. Adapun untuk kebutuhan pokok daerah yang dikarantina menjadi tanggung jawab negara.
Rasulullah bersabda, “Jika kamu mendengar tentang wabah penyakit di suatu negeri, jangan masuki dan jika wabah merebak di suatu tempat saat kamu berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu." (HR. al-Bukhari)
Rasulullah saw. juga mempraktikkan jarak sosial dan karantina bagi yang sakit.
Diceriterakan bahwa seorang penderita kusta pernah ingin bersumpah setia kepada Nabi, suatu tindakan yang mengharuskannya untuk menyentuh atau memegang tangan Nabi.
Dalam upaya menjaga jarak, Nabi Muhammad saw. dengan ramah mengirimkan pesan kepadanya bahwa sumpahnya telah diterima dan bahwa ia harus pulang. (HR. Sunan Ibn Majah)
Islam sebagai agama yang sempurna memandang kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, negara bertanggung jawab sepenuhnya. Jaminan kesehatan dalam Islam berlaku umum, tidak ada perbedaan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada rakyat baik muslim maupun nonmuslim. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya apa pun (bebas biaya) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas oleh negara dan tidak boleh dipersulit.
Sistem jaminan kesehatan Islam ini akan terlaksana secara sempurna, jika semua syariat Islam diterapkan secara kafah dalam institusi khilafah. Walhasil, semua problematika umat termasuk cara mengatasi pandemi bisa diselesaikan dengan tuntas.
Wallahu a'lam bishshawab.