Maryam Ahmad


By Rumaisha

"Sebelum kita melanjutkan pelajaran, saya ingin memperkenalkan dulu murid baru di kelas ini. Silahkan berdiri dan  memperkenalkan diri, Maryam," kata Pak Sidhi, guru agama. Semua mata murid kelas 2 SMA tertuju kepada Maryam.

"Nama saya Maryam Ahmad. Saya lahir dan dibesarkan di Pakistan. Karena Ayah saya mendapat tugas sebagai duta besar di Indonesia, saya pun ikut pindah ke sini," kata Maryam. Bicaranya singkat saja.

"Ada pertanyaan?" kata  Pak Sidhi kepada murid-murid lainnya.

"Apakah di sekolahmu yang lama, semua murid perempuan diwajibkan untuk memakai pakaian sepertimu? agak aneh saja, gamis lebar dan kerudung panjang," sergah Danang diikuti dengan tawa dari murid-murid yang lain.

"Kalau memang mengaku sebagai muslimah, sudah kewajibannya untuk mengenakan baju seperti ini. Karena gamis dan kerudung adalah pakaian yang diperintahkan oleh Allah ketika keluar rumah. Sebagai negeri muslim terbesar, seharusnya sudah memahaminya," ujar Maryam. Kata-katanya menohok setiap orang yang ada di kelas tersebut.

Pak Sidhi menganggap perkenalan dari Maryam cukup. Lantas ia pun memulai pelajarannya. Selama pelajaran berlangsung, beberapa murid masih melarak-lirik ke arah Maryam. Maryam merasa risih diperlakukan seperti itu. Maklum di kelas itu hanya dia yang berpakaian beda dengan yang lainnya.

"Hari ini saya akan memberikan tugas. Kalian harus menyelesaikannya dalam waktu seminggu. Saya akan bagi beberapa kelompok, masing-masing kelompok dua orang, laki-laki dan perempuan. Tugasnya meminta sumbangan yang nantinya akan kita serahkan ke yayasan yatim piatu."

Murid-murid kelas itu tampak senang mendapat tugas tersebut. Artinya, mereka bebas keluar dengan alasan tugas sekolah. Berbeda dengan Maryam. Menurutnya, justru ini kiamat, karena akan ada kemaksiatan yang terjadi. "Astagfirullahaladzim" gumamnya beberapa kali.

*****

Belum seminggu Maryam belajar di sekolah barunya. Cukup banyak godaan dan tantangan yang telah dihadapinya. Pandangan-pandangan mata yang ganjil dan terkadang agak sinis tak begitu dihiraukannya. Tetapi yang membuatnya marah adalah sikap salah satu temannya, ia berkali-kali berusaha untuk menarik kerudungnya. Saking jengkelnya, Maryam menampar pipinya sampai temannya itu meringis. Untunglah ada sahabat barunya yang senantiasa membelanya. Lena selalu ada di saat Maryam mendapat gangguan dari beberapa temannya.

Sehari sebelum pelaksanaan tugas, Maryam menjumpai Pak Sidhi di ruang guru pada saat istirahat pertama.

"Saya ingin membicarakan tugas yang Bapak berikan itu," kata Maryam tanpa basa-basi.

"Ya, ada apa? ada yang mau ditanyakan?" tanya Pak Sidhi.

"Saya keberatan dengan tugas itu. Bapak semestinya lebih paham. Dalam Islam, tidak boleh seorang laki-laki pergi berduaan dengan perempuan tanpa disertai mahramnya," kata Maryam tanpa ada rasa takut sedikit pun.

Setelah Maryam berbicara panjang lebar, akhirnya Pak Sidhi membolehkan Maryam untuk mengganti tugasnya dengan membuat makalah. Isi materinya diserahkan kepada Maryam. Ia diminta untuk presentasi makalahnya pekan depan di hadapan teman-teman satu kelasnya.

Waktu yang telah ditentukan pun tiba. Maryam maju ke depan kelas dengan penuh percaya diri. Ia yakin, Allah akan menolongnya  dalam mengemukakan pandangannya dan menjawab setiap pertanyaan yang muncul. Uraiannya singkat, tapi padat dan jelas. Selama ia berbicara, ia mendengar gumaman pujian dan cemoohan.

"Seorang wanita Muslim sangat menjaga pergaulannya. Ia tidak boleh bepergian dengan orang yang bukan mahramnya. Itulah buah dari pemahamannya  terhadap Islam, bahwa seluruh perbuatannya harus terikat dengan hukum Allah. Begitu pun keelokan fisik wanita Muslim hanyalah bagi suaminya. Berbeda dengan wanita Barat. Mereka bergaul dengan siapa saja tanpa ada batas. Penampilan fisik menjadi sesuatu yang dibanggakan dalam paham mereka, karena dari situlah mereka mendapatkan cuan untuk memenuhi syahwat dunianya. Oleh karena itulah, sebagai seorang Muslimah, saya diperintahkan untuk mengenakan pakaian seperti ini dan menghindarkan diri dari pergaulan bebas termasuk berdua-duaan dengan yang bukan mahram."

Selesai Maryam bicara, kelas menjadi sangat riuh. Tampaknya ada orang-orang yang tidak setuju dengan pendapat Maryam. Beberapa orang teman yang wanita malah merasa tersinggung karena terpojokkan.

Beberapa pertanyaan dilontarkan. Maryam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan sebaik-baiknya.

"Kok, Islam begitu banget. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Kaku sekali, kan yang penting sudah salat, ngaji. Itu sudah cukup sebagai Muslim," komentar seorang murid, agak emosional.

"Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Jadi salah kalau Anda memahami Islam itu hanya salat dan ngaji atau ibadah ritual semata. Islam juga mengatur masalah pakaian dan pergaulan. Justru sebagai seorang Muslimah, kita wajib bersyukur, Allah sudah menurunkan aturan yang  begitu rinci. Hanya Islam satu-satunya agama yang memuliakan perempuan," Maryam menanggapinya dengan tenang.

Maryam mengakhiri uraiannya dengan puas. Ia tak peduli bila ada yang tak suka dengan isi makalah dan jawaban-jawabannya. Semoga ia istiqamah terhadap keyakinan yang dianutnya selama ini.

*****

Tidak terasa sudah enam bulan Maryam berada di sekolah barunya. Ia sudah terbiasa dengan pandangan orang-orang terhadap dirinya. Malahan, semenjak ia menyampaikan makalahnya, banyak orang yang bertanya tentang Islam. Maryam menjawabnya setelah berdiskusi terlebih dahulu dengan ayahnya. Tak ada lagi tangan-tangan usil  yang berusaha untuk merenggut kerudungnya.

"Baiklah, Bapak sebagai wali kelas kalian akan mengumumkan juara umum di kelas ini," kata Pak Sidhi, yang disambut tepuk tangan dari anak-anak didiknya. 

Setiap kenaikan kelas, di sekolah ini ada tradisi memberikan penghargaan kepada murid-muridnya yang berprestasi. Diharapkan, tradisi ini dapat memberikan rangsangan dan motivasi kepada murid yang lainnya. 

"Nah, siapa siswa yang mendapat juara umum kali ini?" ucap Pak Sidhi. Suasana semakin mencekam. 

"Ini dia ... Maryam Ahmad!" kata wali kelas. Tepuk tangan menggelegar. Hampir semua murid yang ada di kelas itu tidak menyangka bahwa gadis pindahan dan berpakaian aneh itu adalah juara umumnya. 

Alhamdulillah, Maryam bersyukur kepada Allah. Ia ternyata dapat menunjukan kepada semuanya, bahwa dengan pakaian seperti ini dan memegang teguh pendirian tidak menghalanginya untuk berprestasi. Ia berdoa, semoga keberadaannya di sekolah ini bisa memberikan pengaruh yang lebih baik untuk teman-temannya, yaitu  memahami Islam secara kafah.

Tamat

Post a Comment

Previous Post Next Post