Menurut Ade Pabrian, Ketua K2MTs se Sumbar menjelaskan bahwa adanya rakor ini selain untuk menyampaikan berbagai informasi juga untuk menjalin silaturahmi dan mempererat kekuatan K2MTs sehingga mampu mwningkatkan mutu pendidikan dengan cara melihat kelebihan dan kekurangan Madrasah dimana tempat rakor dilaksanakan.
“Rakor ini dilaksanakan dua bulan sekali dengan lokasi yang dipergilirkan dengan tujuan sebagai study banding bagi Madrasah kita dan untuk berikutnya dilaksanakan di bulan Februari,” terang Ade Pabrian.
“Dan kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Muzakar Kepala MTsN 4 Padang Pariaman sebagai tuan rumah yang sudah menyuguhkan hal yang terbaik untuk kegiatan ini,” tutup Ketua K2MTs se Sumbar ini.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Padang Pariaman, H. Syafrizal dalam sambutannya memberikan apresiasi kepada Kepala MTs 4 Kab. Padang Pariaman, Muzakar menjadi pencetus pertama pelaksanaan Rakor K2MTs ini selama masa pandemi covid 19.
Kakan Kemenag dalam sambutannya menginformasikan terkait pelaksanaan BAN (Badan Akreditasi Nasional) bahwa jika ada Madrasah yang nilainya tidak cocok dengan perkiraan boleh protes dalam jangka 15 hari, kemudian jika ada perbaikan Data Madrasah bisa dilakukan untuk dua tahun keatas.
Kakan Kemenag menekankan, “Kepala Madrasah harus bisa terus meningkatkan Prestasi dengan inovasi sehingga mampu menjadi juara baik tingkat Kabupaten, Kota, Nasional bahkan hingga Internasional, maka Rakor ini menjadi ajang silaturahmi untuk saling bertukar informasi dan inovasi.”
Sementara Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat, H. Helmi hadir membuka kegiatan tersebut mengawali sambutannya dengan mengapresiasi seluruh civitas MTs 4 Kabupaten Padang Pariaman sebagai tuan rumah pelaksana Rakor ini.
“Kepala Madrasah adalah sumber insipirasi yang sudah banyak melakukan inovasi dan banyak memberikan pretasi sehingga saat ini Madrasah sudah tidak lagi menjaring Murid tapi sudah Menyaring Murid,” jelasnya.
“Dengan kita mendapatkan input yang bagus karena tugas pendidikan itu adalah mengembangkan potensi peserta didik secara maksimal, inputnya bagus sudah terseleksi dan prosesnya bagus maka output akan semakin bagus,” terangnya lagi.
“Dua kunci dalam meningkatkan mutu pendidikan Madrasah di Masa Pandemi Covid 19 sesuai tema Rakor kita kali ini adalah, pertama berteman dengan Kominfo, ini terkait masalah jaringan karena proses pembelajaran saat ini juga secara online, kedua berteman dengan perpustakaan, yaitu dengan memperkaya literasi,” jelasnya lebih lanjut.
“Semoga dengan Rakor ini mampu melahirkan hal hal positif untuk lembaga kita, untuk pendidikan dan juga untuk masyarakat sehingga masyarakat menaruh harapan pada lembaga pendidikan Madrasah kita,” ulasnya lagi.
“Saya mohon kepada kita semua agar tetap menjaga nama baik lembaga dan nama baik pribadi, karena Kita ASN Kementerian Agama itu hidup ibarat aquarium yang dilihat oleh orang lain dan menjadi contoh, maka ketika hendak melakukan sesuatu orang orang akan langsung menilai dan akan sangat cepat tersebar, untuk itu ketika bertindak ingatlah bahwa kita berada dibawah naungan lembaga Kementerian Agama maka jaga Sikap dan Moral,” pesan Kakanwil menutup arahannya.
Kegiatan ini dihadiri Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Sumbar, H. Syamsul Arifin, Kakan Kemenag Kab. Padang Pariaman, H. Syafrizal, Kakan Kemenag Kota Padang Panjang, H. Alizar Chan, dan Camat Patamuan yang diwakili Sekretaris Camat Zahidin Bakri.
Hal ini ditekankan Kepala Kantor wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), H. Helmi saat membuka dan memaparkan materi pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Aplikasi Sistem Informasi Kepenghuluan (SIK) dan e Dupak Penghulu, Selasa (30/11) di Hotel Rangkayo Basa.
Pada kesempatan itu Kakanwiil yang dilantik bulan Oktober lalu ini mengatakan ASN Kementerian Agama itu ibarat kertas putih. Orang menganggap Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama bersih tanpa noda.
“Kita orang Kementerian Agama ini seperti kertas putih. Sedikit saja tercoret langsung terlihat. Ini patut disyukuri karena kita semakin terpelihara. Ketika hendak berbuat salah kita menyadari kita ini orang Kementerian Agama yang akan menjadi contoh,” kata Kakanwil mengingatkan
“Kalau baik yang kita lakukan semua orang tahu. Tapi kalau tidak baik yang kita lakukan saat itu juga kita akan menjadi viral. Maka solusinya adalah kita perbanyak berbuat baik, selain untuk diri sendiri juga untuk lembaga yang kita cintai ini,” imbuhnya.
Kakanwil juga menyampaikan bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Agama itu lebih kurang 210 ribu. Jumlah ini mengalahkan jumah penduduk Brunai Darussalam. Bukan hanya itu Kementerian Agama urutan keempat anggaran terbesar setelah PUPR, TNI dan Polri. Tetapi kebanyakan untuk belanja pegawai, sekitar 70 persen untuk gaji, tunjangan kinerja dan sebagainya.
Menyikapi hal itu, Kakanwil mengajak jajarannya untuk merenungkan apa yang sudah dilakukan untuk lembaga dan Negara. “Mari kita renungkan gaji yang kita terima apa sudah seimbang dengan apa yang kita lakukan untuk negara dan lembaga Kementerian Agama,” ajak Kakanwil kembali mengingatkan jajarannya.
Tak lupa mantan Kakan Kemenag Padang dan Kabupaten Solok ini berterimakasih dan memberikan apresiasi terhadap tugas yang telah dilaksanakan dengan baik. “Kinerja penghulu juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kinerja Kementerian Agama. Hati hati dalam bekerja. Kuncinya adalah lillah (ikhlas) jika lillah kita tidak akan lelah,” kata Kakanwil mengakhiri arahannya.
Penghulu menjadi salah satu indikator indeks kepuasan masyarakat terhadap Kementerian Agama. Penghulu merupakan garda terdepan dalam keberhasilan pembangunan bidang agama terutama dalam layanan nikah dan rujuk di Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan.
Menyikapi hal itu, Kantor wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) melalui Bidang Urusan Agama Islam (Urais) terus meningkatkan kompetensi penghulu melalui Bimbingan Teknis dan workshop. Ikut berperan dalam reformasi birokrasi, Penghulu juga memanfaatkan kemajuan teknologi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara elektronik
Seperti hari ini, Selasa (30/11) Bidang Urais menghadirkan 45 orang penghulu dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Aplikasi Sistem Informasi Kepenghuluan (SIK) dan e Dupak Penghulu, di Hotel Rangkayo Basa. Kegiatan ini dibuka Kepala Kanwil Kemenag Sumbar, H. Helmi didampingi Kasi Kepenghuluan dan Forum Bina Keluarga Sakinah Bidang Urusan Agama Islam, H. Syafalmart.
Pada kesempatan itu Kepala Kanwil menyampaikan penghulu adalah jabatan keahlian dan bersifat mandiri. Dalam menjalankan profesinya, penghulu dituntut memiliki 3 (tiga) kompetensi. Pertama, Kompetensi teknis. Komptensi ini diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional.
“Kompetensi teknis ini juga diukur dari pengalaman bekerja secara teknis, kemampuan membaca Alquran dan maknanya, kemampuan membaca kitab kuning, khususnya yang berkaitan dengan fiqih munakahat kontemporer erta kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa arab atau inggris,” terang Kakanwil.
Kedua lanjut Doktor Helmi, komptensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural manajemen dan pengalaman kepemimpinan. Ketiga, kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya. Sehingga memiliki wawasan kebangsaan dan moderasi beragama berbasis keluarga dan masyarakat.
Doktor Helmi yang mengawali karirnya dari CPPN (Calon Pegawai Pencatat Nikah) ini ingin melakukan penyegaran terhadap penghulu yang merangkap sebagai Kepala KUA. Paling lama dalam jabatan itu 4 tahun, hal ini untuk meningkatkan kinerja dan kreatifitas kepala KUA itu sendiri, kata Kakanwil.
“Isu –isu aktual tentang Kepenghuluan saat ini, kita ingin ada penilaian kinerja bagi Kepala KUA dan Penghulu. Setiap tahun diadakan penilaian kinerja, itu sudah biasa kita lakukan bisa melalui aplikasi. Namun sekali 4 tahun harus ada Penilaian Kinerja Kepala KUA seperti di madrasah ada Penilain Kinerja Kepala Madrasah (PPKM),” kata Kakanwil.
Indikatornya kata Kakanwil, harus meliputi 3 kompetensi yang harus dimiliki penghulu penghulu itu sendiri. Mulai dari kemampuan teknis, manajerial dan sosial kultural. Indikator-indikator ini harus dilengkapi dengan eviden yang mendukung tugas penghulu, diawali dengan penilaian mandiri oleh penghulu itu sendiri.
Diakhir arahanya, Kakanwil mengingatkan penghulu untuk kreatif dalam dalam menilai berkas-berkas calon pengantin. “Kita harus teliti dan punya trik untuk menilai berkas calon pengantin. Karena tidak tertutup kemungkinan berkas yang dibawa calon pengantin tidak asli atau sebuah duplikat,” pesan Kakawil mengingatkan. RinaRisna
. |
. |
Oleh: Nur Arofah
Aktivis Dakwah
Kondisi masyarakat
negeri ini begitu mengerikan, salah satunnya terkait kekerasan dan kejahatan seksual
yang semakin lama makin subur terutama di lingkungan perguruan tinggi. Maka, sebagai
bentuk kepedulian pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbud
Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan
Perguruan Tinggi.
Keluarnya Permendikbud ini tentu saja atas aduan mahasiswi yang mengalami kejahatan seksual dari dosen, pegawai kampus hingga pejabat kampus. Namun, hadirnya Permendikbud ini menuai kontroversi, tersebab dalam pasal 5 terdapat kalimat consent/persetujuan korban. Yang menjadi bias ketika dikatakan kekerasan seksual seperti yang tercantum dalam ayat (2) poin (1) yakni ‘menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada bagian tubuh korban tanpa persetujuan korban’.
Frasa 'tanpa persetujuan korban' inilah yang memunculkan penolakan karena bisa difahami ketika ada persetujuan dipandang legal. Bukankah hal ini sama juga dengan melegalisasi perzinaan? Jika itu masalahnya, maka Permendikbud ini akan sangat berbahaya karena mengarah pada legalitas seks bebas dan penyimpangan seksual. Selama dilakukan dengan frasa tersebut itu menjadi pembenaran dan hak warga negara.
Bagi perguruan tinggi yang menentang Permendikbud karena dianggap tidak berniat mencegah kekerasan seksual, maka ada ancaman yang terdapat pada pasal 19 berupa, sanksi administratif yakni penghentian bantuan keuangan atau sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi serta penurunan tingkat akreditasi untuk perguruan tinggi. Inilah bukti nyata aturan refresif yang mengokohkan dan mendorong liberalisasi seksual.
Bagi yang menentang Permendikbud karena dianggap tidak berniat mencegah kekerasan seksual merupakan fitnah keji dan tidak masuk akal. Padahal Permendikbud ini yang malah menambah masalah menjadi runyam, yakni berpotensi melegalkan zina. Jika dilihat Permendikbud ini menjadi alat penguatan paradigma kesetaraan gender dan liberal di semua aspek masyarakat khususnya di wilayah kampus.
Padahal, Islam sejak awal satu-satunya agama yang sangat mengharamkan kekerasan dan kejahatan seksual. Bahkan, Islam mengatur dengan hukum syariat sebagai penentu hukum sebagai tindak kejahatan seksual. Secara mutlak kejahatan seksual apapun jenisnya akan dijatuhi sanksi. Pelaku zina jika belum menikah akan dicambuk seratus kali, jika pelaku sudah menikah akan dihukum rajam hingga mati. Begitu juga setiap bentuk pelecehan seksual, termasuk kepada kriminal (jarimah), pelakunya akan dikenakan sanksi oleh qodhi berupa ta’zir.
Jika dilihat, sanksi dalam Islam merupakan penjagaan Islam terhadap generasi masyarakat. Hukum Islam bersifat penebusan dosa bagi pelakunya (jawabir) dan membawa efek jera bagi yang menyaksikan atau pencegah untuk orang lain melakukan perilaku yang sama (zawajir).
Maka, celah-celah dan kesempatan untuk munculnya kejahatan seksual di masyarakat diatur dalam Islam. Pria dan wanita diperintah untuk menutup aurat dan menjaga pandangan. Berduaan atau berkhalwat dilarang dengan alasan apapun, meskipun dalam bimbingan belajar. Semua itu bisa dilaksanakan secara utuh hanya dalam satu institusi yakni Khilafah Islam sebagai penjaga akidah, penjaga jiwa, penjaga harta umat manusia. []
. |