Bikin Tema Lomba HUT RI, BPIP Tuai Kontroversi


Oleh Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Penulis Ideologi Bela Islam AMK

Dalam rangka memperingati 
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-76, sekaligus Bulan Pancasila, dan Hari Santri. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan berbagai macam jenis lomba. Di antaranya lomba penulisan artikel yang menuai kontroversi. (Tribunnews, 16/8/2021)

Lomba bertujuan untuk mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila dalam pengamalan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ironisnya, lomba penulisan artikel yang digelar BPIP bertemakan, 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam' memantik polemik dan kontroversi. Karena menimbulkan kegaduhan, hingga menuntut dibubarkannya BPIP yang dinilai selalu membuat onar, memecah belah bangsa, dan mengancam ideologi negara.

Kritikan keras datang dari berbagai elemen mayarakat. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Chalil Nafis, mengkritisi bahwa BPIP bisanya hanya membuat gaduh. Adapun Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengkritik tema lomba tersebut, menunjukkan kegagalan BPIP dalam memahami Islam dan Pancasila. Ini produk Islamofobia akut, karena sangat tendensius. Sebab, cenderung menuduh Islam mempermasalahkan hormat bendera dan lagu kebangsaan.

Disinyalir, ada jebakan-jebakan yang membahayakan penulis. Jika konten tulisannya mengkritisi kegagalan pemerintah atau berseberangan dengan kebijakannya, maka dikhawatirkan akan dijerat dengan pasal UU-ITE. Sebab, rezim hipokrisi demokrasi anti kritik.

Ulama Anwar Abbas, asal Sumatera Barat, menilai BPIP tidak mempunyai kepekaan sosial. Sebab, di tengah pandemi menggelar lomba tidak kontekstual. Justru, ini memancing emosi karena tidak punya empati. Untuk itu, beliau menyerukan bubarkan saja BPIP. Senada dengan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyra Muqaddas, mendorong dibubarkannya lembaga BPIP yang tidak ada manfaatnya malah bikin gaduh. Lebih dari itu, Said Didu menyebut gajinya lebih Rp100 juta per bulan yang berasal dari uang rakyat, kerjanya hanya bikin perpecahan. (CNN Indonesia,15/8/2021)

Membanjirnya kritikan pedas dari publik,  mendorong BPIP akhirnya mengakui kekeliruannya. Pada (16/8/2021) melalui Plt. Sekretaris Utama BPIP, meminta maaf kepada masyarakat dan secara resmi mengganti tema lomba penulisan artikel dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021.

Sebagai pengganti tema lomba karya tulis ditentukan dua tema:
Pertama, Pandangan Agama dalam Menguatkan Wawasan Kebangsaan
Kedua, Peran Masyarakat dalam Penanggulangan Pandemi Covid-19 Menuju Indonesia Tangguh dan Indonesia Tumbuh.

Tampaknya menyesuaikan dengan tema peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan RI 2021 yakni, "Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh." Akankah bisa diwujudkan atau hanya untuk meredam agar tidak dibubarkan?

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) adalah lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, yang dipimpin Dewan Pengarah (Megawati Soekarnoputri) dan Kepala BPIP (Prof Yudian Wahyudi), yang beranggotakan: Try Sutrisno, Ahmad Syafii Ma'arif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya, serta Yudi Latif Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).

BPIP mempunyai tugas membantu presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordisasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Namun, sangat disayangkan. Sepak terjangnya justru berlawanan dengan visi dan misinya. Rekam jejak digital mencatat BPIP telah beberapa kali membuat kegaduhan dan memunculkan polemik di publik, serta menyakiti hati umat. Di dalam pasal draf RUU HIP memuat klausul Pancasila akan diperas menjadi Trisila dan Ekasila. Dimana, menurut Sekjen MUI Anwar Abbas, itu merupakan sebuah bentuk pengkhiatan terhadap bangsa dan negara.

Jauh sebelumnya, Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi menyebut agama adalah musuh Pancasila. Nyata benar jika rezim sekarang ini represif dan fobia terhadap Islam. Ulama dan aktivis yang berseberangan dengan rezim akan dipersekusi dan dikriminalisasi.

Hal di atas, dikuatkan dengan adanya Video viral. Dimana Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, sekaligus Ketua Dewan Pengarah BPIP, mengucapkan selamat pada peringatan seratus tahun Partai Komunis China (PKC). Memuji keberhasilan PKC dengan ideologi komunismenya. Juga menegaskan bahwa PKC sebagai sahabat. Padahal komunisme jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan agama. Jika pemerintah mendiamkannya, artinya merestui komunisme. Hal ini akan sulit menepis persepsi publik selama ini, bahwa rezim pro pada komunis dan anti agama. Banyak kasus yang membuktikan tentang itu. Sungguh menyedihkan dan menyakitkan, jika BPIP diisi oleh orang-orang yang justru ingin merobohkan Pancasila dan anti agama. 

Ironis, hal ini terjadi di negara Pancasila dengan penduduk muslim terbesar. Mengaku pancasilais menjadi garda terdepan penjaga dan pembela Pancasila, nyatanya justru ingin merongrong Pancasila dan menyanjung komunis yang membenci Islam dan ulamanya. Mau dibawa ke arah manakah ideologi negara ini? Kapitalisme atau komunis-sosialis, atau keduanya?

Wajar jika Indonesia yang sudah merdeka selama 76 tahun mengalami kegagalan di semua lini kehidupan. Di bidang ekonomi, pendidikan, politik, hukum, sosial, budaya, peradilan, pemerintahan, keadilan, moral, dan lainnya.
Akar masalahnya karena negara ini mengadopsi kapitalisme, demokrasi-sekuler. Sehingga menjadi pintu masuk penjajahan gaya baru yakni neoliberalisme dan neoimperialisme. 

Tema besar HUT RI ke-76, "Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh," hanya mimpi di siang hari bolong (utopis). Sebab, keterpurukan bangsa dan rakyat ini, karena sistem kufur tersebut dan meninggalkan Islam kafah dengan syariatnya yang mulia. Bangsa ini lebih memilih sekularisme yang diharamkan. Yakni, memisahkan agama dari kehidupan. Dampaknya luar biasa, sesuai tema HUT RI ke-76. Tumbuh, pandemi Covidnya merajai dunia. Tumbuh, utangnya melangit hingga tidak mampu membayar bunga dan cicilannya. Tumbuh, pajaknya naik mencekik rakyat. Tumbuh, moralnya bobrok hingga korupsi menggurita, kenakalan remaja merajalela, dan kezaliman di mana-mana, dan lainnya.

Walhasil, negara ini belum merdeka, lebih terpuruk dari era Orde Baru. Sungguh, telah gagal menyejahterakan rakyatnya dan gagal menjaga harkat dan martabat bangsa. Sistem kapitalis telah menghancurkan negeri-negeri muslim sedunia, termasuk Indonesia. Jangan biarkan peristiwa kelam 1965 terulang lagi. Bahaya komunis sudah di depan mata. Jika ini terjadi, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga.

Hanya Islam yang bisa menjamin kemerdekaan hakiki. Sebab, Islam agama yang sempurna berasal dari Zat Yang Maha Sempurna, untuk mengatur semua sendi kehidupan. Mengatur hubungan manusia dengan pencipta-Nya, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia. Aturan tersebut tidak dimiliki oleh sistem apapun. 

Negara, dibangun berdasarkan akidah Islam dan ketakwaan pada Allah Swt. Aturannya bersumber dari aturan Ilahi. Oleh sebab itu, semua muslim baik pemimpin dan rakyatnya, harus tunduk patuh kepada aturan Allah semata. Haram hukumnya mengambil sebagian dengan meninggalkan sebagian lainnya. Sebab, menyalahi perintah Allah sebagaimana firmannya:
"Wahai orang-orang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara sempuna. Dan janganlah mengikuti langkah setan. Sungguh setan adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah [2]: 208)

Dengan diterapkan Islam secara sempurna (kafah), maka akan mengubur sistem kufur kapitalis dan komunis-sosialis, serta kehidupan jahiliyah. Dengan begitu, rahmatan lil alamin akan menyelimuti seluruh penjuru dunia. Inilah hakekat kemerdekaan hakiki, jika syariat kafah diterapkan  oleh khilafah 'ala minhaajin nubuwwah.

Wallaahu a'lam bishshawaab

Post a Comment

Previous Post Next Post