Perempuan Butuh Khilafah, Bukan Kesetaraan Upah


Oleh : Samsinar
Member Akademi Menulis Kreatif

Berbagai permasalahan pelik dialami oleh kaum perempuan di abad ini. Kapitalisme telah menjerumuskan mereka ke lembah yang penuh dengan masalah. Semua berawal dari pandangan hidup yang keliru. Pandangan hidup ala kapitalisme yang melihat bahwa kebahagiaan adalah ketika bisa memperoleh sebanyak-banyaknya materi, dan menikmatinya dalam bentuk kesenangan jasmani semata. Keserakahan sistem kapitalis telah menjadikan kaum peremuan sebagai tumbal. Sistem ini telah memaksa kaum perempuan untuk keluar dari fitrahnya, yakni harus bekerja di luar rumah.

Kemuliaan dalam pandangan kapitalis adalah ketika perempuan mandiri dalam hidupnya. Mandiri dengan memiliki pendapatan sendiri sehingga ia dapat membiayai kebutuhan hidupnya dan kebutuhan anak-anaknya. Karena itulah sistem kapitalisme senantiasa menggenjot agar para perempuan bekerja di luar rumah untuk mendapatkan materi demi memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan yang telah mereka ajarkan, yakni memperoleh materi sebanyak-banyaknya demi kepuasan dan kesenangan jasmani semata. Demikianlah ajaran kapitalisme tantang kebahagiaan dan kesejahteraan. 

Berbagai hal dilakukan dengan harapan perempuan bisa mengenyam kesejahteraan. Kini hembusan angin kapitalis telah merasuki kaum perempuan dalam sektor ekonomi, yakni kesetaraan upah. Kapitalis menganggap bahwa kesetaraan upah ini dapat mensejahterahkan kaum perempuan dan menyelamatkannya dari berbagai diskriminasi di dunia kerja. Inilah salah satu janji manis dan harapan palsu dari ideologi kapitalisme yang juga merupakan basa-basi khas sistem sekuler dalam mengatasi permasalahan kaum perempuan. Perhatian terhadap kesejahteraan perempuan diwujudkan dengan cara eksploitatis. Yakni mendorong perempuan untuk bekerja.

Memang pada kenyataannya, ketika sistem kapitalis ini menguasai dunia, kaum perempuan selalu mengalami diskriminasi, termasuk diskriminasi di dunia kerja. Salah satu bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan adalah adanya kesenjangan pendapatan bagi para pekerja laki-laki dan perempuan. 

Dilansir oleh kumparan.com, Sabtu, 18 September 2020. Data global yang dirilis oleh women menunjukkan bahwa perempuan masih dibayar lebih rendah dibanding laki-laki, dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen. Di Indonesia sendiri, data menunjukkan perempuan memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dibanding laki-laki. Selisih gaji akan menjadi lebih besar lagi apabila perempuan memiliki anak. Perbedaan upah ini berdampak buruk terhadap perekonomian perempuan terutama pada masa-masa sulit di tengah pandemi covid 19.

Berangkat dari fakta tersebut, Indonesia bersama PBB merayakan hari kesetaraan upah untuk pertama kalinya pada tanggal 18 September lalu. Perayaan tersebut dimaksudkan untuk memperjuangkan HAM dan menentang berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan. Momen perayaan hari kesetaraan upah mendapat dukungan dari berbagai organisasi termasuk Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan UN Women dua badan PBB yang memimpin pendirian Koalisi Internasional. Bersama dengan organisasi untuk kerjasama dan pengembangan ekonomi.

Namun, dapatkah kesetaraan upah ini menyejahterakan perempuan? Pada kenyataannya, kesetaraan upah hanyalah angin surga kapitalis bagi perempuan. Hal tersebut tidak akan terwujud. Jika pun terwujud, kesejahteraan tidak akan mampu dirasakan oleh kaum perempuan. Sebab jika ia harus bekerja untuk memperjuangkan hidupnya dan anak-anaknya berarti ia keluar dari fitrahnya. Fitrah seorang perempuan adalah tinggal di rumah, mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah serta suaminya. Sedangkan kewajiban mencari nafkah adalah tugas kaum laki-laki, yakni suami. Jika perempuan tidak memiliki suami, maka kerabat laki-lakilah yang akan bertanggung jawab. 

Kebutuhan perempuan sesungguhnya bukan kesetaraan upah. Sebab kesetaraan upah demi kesejahteraan perempuan hanyalah mimpi belaka. Ia hanyalah buaian dan basa-basi khas sekuler. Ia tidak menjadi jaminan kesejahteraan bagi para perempuan. Sebab kesetaraan upah merupakan bentuk lepas tangan pemerintah dalam mengurus segala kebutuhan perempuan, menyerahkan urusan kepada pihak perusahaan.

Jaminan kesejahteraan sesungguhnya hanya ada dalam sistem Islam, yakni Daulah Khilafah. Islam begitu memuliakan dan menjaga perempuan. Islam memandang bahwa perempuan adalah tiang negara. Sehingga perempuan dalam sistem Islam begitu mendapat perhatian besar dari negara. Tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Islam memandang perempuan sebagai mitra yang sejajar dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki akan berjalan sesuai dengan kodratnya masing-masing.

Dalam khilafah, ada jaminan dengan sistem ekonomi. Negara menjamin kebutuhan finansial perempuan melalui pemberian nafkah oleh wali atau suaminya. Islam mewajikan laki-laki untuk bekerja. Negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki agar dapat memberi nafkah kepada keluarganya, termasuk istri dan anak-anak perempuan mereka. Islam tidak mewajibkan perempuan bekerja. Dengan demikian, ia dapat menjalankan tugas utamanya secara sempurna, yakni mendidik dan menjaga generasi.

Dalam negara khilafah, bekerja bagi perempuan hanyalah sebuah pilihan bukan tuntutan. Karena Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan yang dibebankan kepada walinya yakni suami atau ayah, kerabat laki-laki jika tidak memiliki suami atau ayah atau jika suami atau ayah mereka tidak mampu, serta negara yang akan memberi jaminan langsung bagi para perempuan yang tidak mampu dan tidak memiliki siapapun yang akan menafkahinya, seperti janda miskin. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda : “Siapa saja yang meninggalkan kalla maka dia menjadi kewajiban kami”. (HR. Muslim). Kalla adalah orang yang lemah dan tidak mempunyai anak maupun orang tua. 

Begitulah perhatian khilafah terhadap perempuan. Khilafah menempatkan perempuan pada posisi mulia dan akan menjamin kesejahteraan mereka. Sebab itulah khilafah adalah kebutuhan mendesak, perempuan butuh khilafah bukan kesetaraan upah. Sudah saatnya perempuan memperjuangkan penegakan khilafah demi terwujudnya kehidupan yang sejahtera.

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post