Menguak Niat Palsu Rezim Soal Redefinisi Kematian Akibat Covid-19


Oleh Fakhriyah Ahlamah, S.ST
(AKtivis Dakwah Ideologis dan Tenaga Kesehatan RS)

Pandemi yang awal kemunculannya meresahkan dunia, data terakhir di Indonesia korban akibat covid-19 tetap saja meningkat. Pakar epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengungkapkan angka kematian pasien Covid-19 dari Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN dan Asia berada di tiga teratas. (Trbunnews.com, 24/9/2020)

Saat ini kasus covid di tanah air pada tanggal 04 Oktober 2020 mencapai 303.498 kasus setelah kemunculan pertamanya maret 2020 lalu. Hari sebelumnya terdapat 299.506 kasus sehingga sehari ada penambahan hampir 4.000 kasus covid yang terkonfirmasi. Jumlah sembuh mencapai 225.052 orang yang diketahui hari sebelumnya 228.453 orang sehingga 3.401 orang dinyatakan sembuh dalam sehari. Sedangkan angka kematian bertambah mencapai 11.151 orang diketahui hari sebelumnya terdapat 11.051 orang meninggal dunia sehingga dalam sehari ada 96 orang tutup usia.

Seiring bertambahnya kasus kematian akibat Covid-19 yang telah mencapai 11.000 membuat rakyat mempertanyakan kesungguhan pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pemerintah dianggap lamban dalam penanganan Covid-19 dibandingkan dengan

negara tetangga lainnya. Hal ini memicu reaksi publik yang menuntut agar pemerintah dapat segera menangani pandemik di tanah air.
Angka kematian sendiri menjadi indikator valid untuk melihat keberhasilan pengendalian penyakit di suatu negara atau wilayah. Angka kematian menjadi hal yang tidak bisa disepelekan, Maka definisi kematian Covid-19 harus merujuk pada WHO.

Definisi kematian menurut WHO ditentukan dalam rangka surveilans, indicator yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Surveilans, yakni cara menguji seseorang atau sekelompok kerumunan apakah dia berpotensi terinfeksi Covid-19 atau tidak sehingga dilakukan tes massif.

Yaitu, kelompok yang masuk dalam kategori kematian Covid-19 adalah kematian termasuk kasus probable maupun terkonfirmasi Covid-19. Kecuali ada penyebab lain yang jelas dari kematian, yang dapat dihubungkan dengan penyakit Covid-19.

Sehingga, yang meninggal bergejala klinis dan diduga Covid-19 harus dimasukkan sebagai korban pandemic corona. Sementara jika ada penyebab lain yang tidak terkait Covid-19 seperti misalnya meninggal karena benturan, itu bisa dikategorikan meninggal bukan karena Covid-19.

Jumlah terbanyak penyumbang kasus kematian Covid-19 di Indonesia terbanyak dari Provinsi Jawa Timur. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengusulkan kepada kemeterian kesehatan untuk membedakan angka kematian akibat Covid-19 antara pasien komorbid atau tidak.

Hal ini dianggap hanya akal-akalan pemerintah untuk memperbaiki citra pemerintah dengan melakukan perubahan angka kematian akibat Covid-19 dapat menjadikan tingkat kematian menjadi rendah. Padahal rakyat membutuhkan bukti nyata kesungguhan pemerintah dalam menurunkan angka kasus Covid-19 di tanah air. Rakyat butuh solusi nyata bukan hanya berupa angka yang bisa dipermainkan. Ini sama halnya ingin menurunkan tingkat kemiskinan dengan mengubah standar dan definisi kemiskinan.

”Hal ini dianggap hanya akal-akalan pemerintah untuk memperbaiki citra pemerintah dengan melakukan perubahan angka kematian akibat covid-19 dapat menjadikan tingkat kematian menjadi rendah. Padahal rakyat membutuhkan bukti nyata kesungguhan pemerintah dalam menurunkan angka kasus covid-19 di tanah air.”

Masih banyak yang perlu dibenahi pemerintah, dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk tenaga medis karena banyak tebaga medis yang terinfeksi Covid-19 akibat ketidaklengkapan APD yang digunakan, obat-obatan, ventilator, serta kebijakan pemerintah yang berpihak kepada pengendalian Covid-19 sehingga dapat mengurangi kasus Covid-19.

Menurut islam, menjaga satu nyawa adalah urusan yang sangat penting. Satu nyawa seorang muslim lebih penting dibandingkan dunia dan seisinya. Maka negara islam tidak akan terpatok pada angka tapi bagaimana menjamin keselamatan nyawa rakyatnya. Dalam hal ini islam telah mengajarkan untuk menerapkan karantina wilayah secara total (lockdown) untuk zona merah yang terdampak wabah.

Memberikan perawatan maksimal yang diberikan gratis terhadap yang sakit dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pengobatan dan sumber daya manusia seperti dokter, perawat dan penunjang medis lainnya. Serta memberikan APD yang lengkap dan berkualitas, obat-obatan dan fasilitas RS yang berkualitas. Hal tersebut penting bagi kenyamanan pasien selama isolasi berlangsung sehingga kesembuhan pasien tercapai.

Karena bagi Khilafah, pengurusan ummat adalah amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban didepan sang Khalik, Maka negara akan bersungguh-sungguh dalam menangani pandemik yang terjadi di negerinya []

Wallahu a’lam bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post