Jual Beli Vaksin Covid-19, Mahalnya Kesehatan


Oleh : Ahyani R.

Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir menjelaskan bahwa vaksin Covid-19 di Indonesia bakal tersedia dalam dua jenis, yakni yang bersubsidi dan non-subsidi atau mandiri. Untuk jenis mandiri, harga vaksin akan sangat bergantung kepada dinamika pasar (Tempo.com, 06/09/2020).

Lebih lanjut disampaikan bahwa untuk kisaran harga vaksin Covid-19 non-subsidi ataupun mandiri belum bisa ditentukan.  Sebab, bergantung pada perusahaan dan negara karena vaksin yang akan beredar berasal dari beberapa produsen. Erick berharap Indonesia pun bisa segera memproduksi vaksin merah putih agar bisa ikut menetapkan harga.

Menyikapi hal ini, Ketua Komisi Pengkajian dan Pengembangan Badan Perlindungan KonsumenNasional (BPKN), Arief Safari mengatakan berbahaya bila pemerintah terpaksa melepas vaksin Covid-19 untuk dibeli masyarakat dengan mekanisme pasar.

Menurutnya price gouging yaitu kenaikan harga gila-gilaan akan terjadi. Sebagaimana yang terjadi pada masker dan hand sanitizer. Menurut dia, ini tentu harus dihindari oleh pemerintah. Yaitu, dengan menetapkan patokan harga tertinggi vaksin.

Dari sini kita bisa menyimpulkan, betapa mahalnya kesehatan dalam sistem hari ini. Benar, negara memang tengah berusaha mengadakan vaksin bagi rakyat. Tapi nyatanya "tidak ada makan siang gratis". Tetap ada kompensasi yang harus dikeluarkan rakyat untuk mendapatkan kesehatan. 

Jelas ini akan memberatkan masyarakat di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi. Sudahlah terbebani pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Berikutnya bersiap lagi untuk menyisihkan rupiah demi kesehatan. 

Sebenarnya hal ini tidak aneh. Khususnya dalam negara yang menerapan sistem Kapitalis. Peran negara  hanya sebagai regulator. Negara tidak didesain untuk melayani rakyat. Tetapi mengatur kestabilan antara rakyat sebagai konsumen dengan pengusaha sebagai produsen. Sayangnya, negara kemudian lebih cenderung memihak kepentingan korporasi dibandingkan rakyat.

Padahal pengurusan rakyat agar kebutuhan dasarnya terpenuhi merupakan tanggungjawab negara. Tidak terkecuali dalam kesehatan. Negara semestinya bisa memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal tanpa membebani rakyat. Terlebih dimasa pandemi seperti sekarang. 

Namun demikianlah gambaran negara dalam sistem kapitalis. Negara tidak nemiliki kewajiban menjamin kebutuhan warganya. Diawal pandemi saja, opsi lockdown untuk mencegah meluasnya sebaran Covid 19 tidak diindahkan. Alasannya karena negara tidak mampu menjamin kebutuhan masyarakat selama masa lockdown. Padahal hal tersebut telah tercantum dalam peraturan mengenai karantina kesehatan. Akhirnys rakyat mau tidak mau tetap keluar rumah demi memenuhi kebutuhannya. Imbasnya, sebaran Covid 19 makin tidak terkendali dan jumlah kasus positif ditanah air terus melonjak. 

Hal berbeda ditunjukkan oleh Islam. Negara bukan sebagai regulator, melainkan peri’ayah (pengurus) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karenanya siapapun pemimpinnya akan amanah dan adil. Sebab ada konsekuensi berat dari jabatannya sebagai pemimpin. Yaitu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas urusan rakyatnya. Ini sekaligus akan menjadi self control bagi penguasa agar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Sehingga negara akan memperhatikan dan mengupayakan pemenuhan seluruh hak rakyat. Termasuk dalam kesehatan. Ditunjang oleh sistem ekonomi Islam yang kuat, negara akan bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya.

Bukan mustahil, sebab dalam pengaturan Islam, sumber pendapatan negara cukup banyak. Misalnya dari hasil pengelolaan harta milik umum berupa tambang dengan beragam jenisnya. Belum lagi dari Kharaj, Fa’i, Jizyah, termasuk zakat, Wakaf, Infak dan sejenisnya. Semua ini sangat cukup bagi negara untuk mengurus rakyatnya secara maksimal dan bebas biaya. 

Terlebih pemimpin dalam Islam juga disebut junnah (perisai), sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya….” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).

Karenanya menjadi kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya dari ancaman apapun. Termasuk melindungi dan menjaga kesehatan mereka dari paparan penyakit sekalipun.

Inilah gambaran pengurusan rakyat oleh negara dalam Islam. Negara hadir sebagai pelayan bagi umat. Bukan sebagai pihak yang melihat untung rugi dalam mengurusi rakyatnya, sebagaimana sistem Kapitalisme.

Wallahua'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post