Sosialisasi Kesehatan Reproduksi, Nihil Solusi Prostitusi


Oleh: Ahyani R. 
(Pemerhati Sosial)

Meresahkan. Di tengah situasi pandemi Covid 19, praktik prostitusi di Kota Kendari justru marak terjadi. Fakta ini terungkap setelah sebuah media online mengangkatnya dalam pemberitaannya pekan lalu.  

Budaya seks bebas ini tentu tidak boleh dibiarkan. Praktik prostitusi adalah penyakit sosial yang perlu diberantas. Sebab efek negatif yang ditimbulkan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Menyikapi kondisi ini Aliansi Perempuan (Alpen) Sultra melakukan sosialisasi dan pendampingan tentang kesehatan reproduksi di tempat-tempat hiburan dengan sasaran Pekerja Seks Komersial (PSK). Kegiatan yang dilakukan yakni memberikan edukasi mengenai penyuluhan kesehatan reproduksi yang aman (Telisik.id, 26/08/2020). 
   
*Efetifkah Sosialisasi Kesehatan Reproduksi?* 

Jika dianalisa, ada banyak faktor yang menjadi penyebab munculnya praktik prostitusi.  Faktor ekonomi  umumnya menjadi alasan utama seseorang terjun dalam bisnis gelap ini. Tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, kurangnya keterampilan sehingga tidak terserap di dunia kerja ataupun juga karena kurangnya lapangan kerja, dianggap sebagai pemicu menjadikan prostitusi sebagai cara instan meraup materi.

Namun ada juga karena faktor gaya hidup. Tidak dipungkiri gaya hidup yang serba bebas dan berorientasi pada kesenangan (hedonis) sudah mewabah di tengah masyarakat. Pandangan hidup seperti ini berpeluang membuka jalan bagi prostitusi.  Apalagi jika ditunjang oleh faktor lingkungan. Parahnya, gaya hidup ala Barat ini dianggap hal wajar sebagai bagian kehidupan modern dan maju. 

Faktor lain adalah tidak adanya tindakan tegas kepada semua pelaku prostitusi atau seks bebas. Baik kepada mucikari atau germo, PSK maupun oknum pemakai jasanya. Perilaku “liar” ini pun tetap eksis karena tidak ada efek jera ataupun preventif agar dijauhi. Meski ada tindakan penggerebekan ataupun penertiban dari aparat, bahkan pembinaan kepada PSK khususnya, nyatanya tidak mampu menghentikan perbuatan asusila ini. Bahkan ironinya perilaku bejat ini pun merambah juga ke dalam pergaulan generasi muda.

Padahal efek yang dtimbulkannya sangat berbahaya bagi tatanan kehidupan masyarakat. Mengancam eksistensi keluarga, berimbas pada penelantaran anak, munculnya penyakit berbahaya dan menular, aborsi, lahirnya anak yang tidak jelas nasabnya (garis keturunan), dan masih banyak kerusakan lain yang ditimbulkan. 

Semua faktor ini tidak lepas dari penerapan sistem sekuler di tengah masyarakat. Ketika agama dipisahkan dari kehidupan dan dibatasi hanya berlaku di tempat ibadah saja. Sementara, manusia dibiarkan menentukan apa yang ingin dilakukannya dalam kehidupan.  Kondisi ini jelas mengikis self-contol individu. Ditambah sikap tidak peduli masyarakat, men jadi lahan subur tumbuhnya praktik prostitusi. 

Problem ini sistemis. Maka sekedar melakukan penyuluhan reproduksi aman sejatinya tidak efektif untuk menyelesaikannya. Tindakan ini malah hanya akan dipahami bahwa perzinaan boleh, selama dilakukan dengan aman. Sementara, akar persoalannya tidak tersentuh. Karenanya, butuh solusi efektif agar praktik kotor yang mengancam kehidupan masyarakat ini tidak berlanjut.

Islam Membungkam Prostitusi

Dalam mengatasi masalah prostitusi ataupun zina, Islam sebagai agama sempurna telah memiliki sistem aturan yang jelas dan komprehensif, baik yang bersifat kuratif maupun preventif. Islam tegas memandang bahwa zina merupakan perbuatan haram. Maka pelakunya dianggap melanggar hukum.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Isra’ ayat 32: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk.” 

Bila seseorang terbukti melakukan perzinaan, sanksi tegas akan dijatuhkan. Pelaku zina akan dihukum dengan hukuman jilid dan pengasingan. Jika pelakunya muhshan, mukallaf (sudah baligh dan berakal), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam. Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun. Inilah upaya kuratif. Dengan ketegasan aturan tentu memberi efek jera pada pelaku sekaligus mencegah masyarakat melakukan hal serupa. 

Upaya lainnya dari sisi ekonomi, wajib bagi negara menyediakan lapangan kerja serta memberikan jaminan kebutuhan hidup bagi setiap anggota masyarakat. Penyediaan lapangan pekerjaan ini, terutama bagi kaum laki-laki, karena perempuan semestinya tidak menjadi pencari nafkah utama bagi keluarganya. Jika kebutuhan ekonomi terpenuhi, maka kecil peluang bagi tumbuhnya prostitusi. 

Kemudian dari sisi pendidikan. Lewat pendidikan ditanamkan nilai dasar dan standar hidup tentang benar salah dan apa yang boleh diambil dan tidak. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dengan sarana yang bermutu dan bebas biaya. Sehingga, setiap anggota masyarakat  akan mendapatkan bekal kepandaian dan keahlian agar mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal.

Selanjutnya menciptakan kesadaran sosial. Ketika setiap muslim bertakwa, maka akan tercipta masyarakat yang efektif menjadi pengontrol sosial. Jika ada kemaksiatan terjadi, maka pelakunya akan mendapatkan kontrol sosial dari lingkungannya. Sikap permisif terhadap kemaksiatan akan dijauhkan karena tidak sesuai dengan perilaku Islami, termasuk prostitusi. 

Pada akhirnya, penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Harus dibuat undang-undang yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran. Semua tidak akan bisa diwujudkan tanpa adanya keseriusan. Cukuplah sabda Rasulullah saw menjadi pengingat bagi kita: “Jika zina dan riba telah merebak di suatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa azab Allah.” (HR. Al-Hakim). Wallahua’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post