Rasisme dan Penghinaan Terhadap Islam

Oleh: Umi Sari Nadhiroh 

Swedia dilanda kerusuhan usai politikus asal Denmark Rasmus Paludan yang dikenal seorang anti-islam dilarang menghadiri aksi pebakaran Al Qur’an. Dilansir dari AFP, Sabtu (29/8/2020)

Sekitar 300 orang turun ke jalanan wilayah Malmo Swedia melakukan aksi kekerasan yang meningkat seiring berlalunya malam, menurut polisi dan media lokal. Rasmus Paludan, pemimpin partai garis keras anti-imigran Denmark, melakukan perjalanan ke Malmo untuk berbicara dalam aksi anti-Islam tersebut. di adakan pada hari yang bertepatan dengan ibadah sholat Jumat. Tetapi pihak berwenang mencegah kedatangan Paludan dengan mengumumkan bahwa dia telah dilarang memasuki Swedia selama dua tahun. Dia kemudian ditangkap di dekat Malmo. Tahun lalu, Paludan menarik perhatian media karena membakar Al-Qur'an yang dibungkus dengan bacon yang biasa terbuat dari daging babi. Hal senada dikutip dari BBC, sabtu (29/8/2020) 

Paludan telah dijatuhi hukuman satu bulan penjara karena serangkaian tindakan pelanggaran hukum, termasuk rasisme, pada Juni lalu. (detik.com 29/08/2020)

Kerusuhan dan aksi pembakaran Al Qur’an merupakan bukti bahwa islamophobia masih menjangkit sebagian besar masyarakat dibawah naungan sekularisme. Ketakutan berlebih terhadap paham-paham islam dan menganggap siapa saja yang meneriakan penerapan islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan akan menjadi tertuduh pembawa paham sesat dan menyesatkan hingga disebut radikal dan intoleran. Tidak hanya negara-negara barat dengan minoritas muslim, bahkan Islamophobia juga terasa menjangkit masyarakat yang hidup di negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. 

Tampak jelas ketakutan rezim sekuler terhadap islam akan tegaknya kembali islam sebagai ideologi. Hal ini semakin terasa dalam setiap persetujuan kebijakan mendiskeditkan islam seperti aksi pelarangan berhijab untuk muslimah, penolakan terhadap imigran muslim di negara-negara barat, diskriminasi dan rasisme terhadap masyarakat muslim, sampai yang paling parah adalah usaha genosida dan penyiksaan penduduk muslim di berbagai negeri. Meskipun mayoritas negeri-negeri barat penganut sekulerisme yang menjujung tinggi demokrasi dengan semboyan bahwa kedaulatan dan kebebasan bersuara ada di tangan rakyat. Namun pada aplikasinya banyaknya kasus rasisme terhadap umat muslim yang merupakan bentuk kegagalan negara sekuler dalam melindungi keadilan dan kebebasan beragama bagi warganya terutama umat muslim. Keamanan sebagai warga negara tidak didapatkan, bahkan bayang-bayang intimidasi selalu menghantui warga muslim setiap harinya. Masyarakat beragama islam tidak memiliki kebebasan dalam beribadah dan berpakaian sesuai syari’at. Hak-hak warga muslim sebagai warga negara tercabut bahkan tidak diakui sehingga tidak sedikit saudara-saudara sesama muslim terusir dan tersebar menjadi imigran-imigran ke negara-negara dengan mengalami berbagai penderitaan dan penolakan. 

Berbeda dengan sistem pemerintahan dalam islam, setiap warga yang bernaung dalam satu sisitem pemerintahan yaitu khilafah dengan menjalankan negara dengan hukum-hukum islam dan menerapkan syari’at, namun tidak semua warga negara beragama islam. Khilafah akan tetap menerima masyarakat non muslim yang disebut sebagai dzimmi yang berasal dari kata dzimmah yang berarti kewajiban untuk memenuhi perjanjian. Islam menganggap orang yang tinggal di bawah naungan Islam sebagai warga  negara Islam dan mereka semua berhak  mendapatkan perlakuan yang sama. Negara harus menjaga, melindungi, keyakinan, akal, kehidupan dan harta benda mereka. Bahkan merekapun mendapatkan keamanan, kedamaian, kesejahteraan, dan keadilan yang sama seperti kaum muslim. Islam menjamin perlindungan terhadap orang- orang non muslim, hal ini di sampaikan oleh Rasulullah SAW:

"Barangsiapa membunuh seorang mu'ahid (kafir yang mendapat jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekalipun".(HR. Ahmad)

Dalam sejarahnya, Yahudi, Nasrani dan Islam bisa hidup berdampingan aman, damai, dan semua merasakan keadilan yang sama. Non muslim tidak dipaksa meninggalkan agama mereka dan diberikan jaminan hidup serta keamanan dari Khalifah. Umat non-Muslim berhak mengikuti aturan agama mereka tentang tata kehidupan publik. Islam membolehkan ahlu dzimmah meminum minuman keras, memakan daging babi, dan menjalankan segala aturan agama mereka dalam wilayah yang diatur oleh syariat. Namun bila, misalnya seorang ahlu dzimmah membuka toko yang menjual minuman keras, maka dia akan dihukum berdasarkan aturan syariat Islam.

Non muslim wajib mengikuti syari’at islam dalam hubungan social dan kemasyarakatan. Aturan-aturan lain yang digariskan syariat Islam, seperti sistem sanksi, sistem peradilan, sistem pemerintahan, ekonomi, dan kebijakan luar negeri, diterapkan oleh Negara Islam pada semua orang secara sama, tanpa memandang Muslim atau non-muslim. Selain itu Muslim dan non-muslim wajib dikenakan hukuman karena kejahatan yang mereka lakukan berdasarkan hukum Islam. Dalam system peradilan, Di mata hukum, tidak ada perbedaan antara non-muslim dengan Muslim. Hakim (qadli) wajib mencermati pembuktian yang disyaratkan menurut syariat semata
Non-muslim wajib membayar pungutan tahunan yang disebut jizyah. Sebagai balasannya, Negara Khilafah berkewajiban melindungi mereka. Jizyah diambil dari orang-orang dewasa yang sehat akalnya. Jizyah tidak dikenakan pada anak kecil, orang gila, atau wanita. Besaran jizyah tidak diatur secara pasti, namun diserahkan pada opini dan ijtihad Khalifah. Khalifah wajib mempertimbangkan aspek-aspek kesejahteraan dan kemiskinan, sehingga tidak memberatkan kaum dzimmi. Pungutan ini tidak sama dengan pajak sebagaimana sistem perpajakan yang amat menindas saat ini. Secara finansial, kesejahteraan ahlu dzimmah terjaga di bawah Negara Islam, dan mereka pun berhak menggarap berbagai bisnis dan melakukan perdagangan.

Dapat dijelaskan bahwa kaum non-Muslim dapat hidup dengan baik dalam masyarakat Islam. Segala kewajiban dan hak sebagai warga negara terpenuhi dengan jaminan khilafah memberi perlindungan. Namun saat ini, ketidakadaan Islam sebagai ideologi negara menjadikan Islam tertindas dan terpojok, sehingga menjadi tugas para pengemban dakwah untuk terus berjuang mendakwahkan Islam kaffah, menyadarkan ummat agar mau menjadikan Islam sebagai satu-satunya yang mengatuir kehidupan dengan menerapkan Sistem Pemerintahan Khilafah Rasyidah Ala Minhaj Nubuwwah. 
Wallahua’lam bishowab
Previous Post Next Post