Polemik BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai)

Oleh: Nanik Farida Priatmaja

Banyaknya problematika Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang tidak layak konsumsi, baik berupa beras yang terdapat ulat dan kutu, serta daging ayam busuk yang diterima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) membuat aktivis mahasiswa di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, turun jalan meminta pertanggung jawaban kepada pemerintah. 

Puluhan mahasiswa dari Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Tuban menggelar aksi damai didepan Kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) setempat. 

Melalui program BPNT yang digadang pemerintah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan warga miskin agar lebih beragam. Yang semula hanya bantuan beras, kali ini melalui saldo rekening dapat diperoleh bahan pangan pokok yang lebih variatif, baik dari komponen kebutuhan karbohidrat maupun protein.

Pola distribusi yang dilakukan dapat tepat sasaran dengan adanya digitalisasi melalui kartu elektronik Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS), sehingga mengurangi adanya praktek gratifikasi dan kecurangan. Akan tetapi, hal nampaknya masih terjadi praktek dilapangan yang tidak sesuai aturan dan masih ada ketimpangan. Bahkan seolah menjadi bisnis kemiskinan oknum yang tidak bertanggung jawab. 

Salah satu orator aksi, Choirul Aziz menyampaikan, maraknya ketimpangan yang terjadi dari program BPNT tersebut merupakan lemahnya pengawasan Pemkab Tuban. Dinsos Tuban selaku penyalur seolah tutup mata dalam menangani bisnis kemiskinan itu. 

"Ini program politis. Usut tuntas penyimpangan program BPNT. Brantas mafia BPNT. Jangan sampai warga miskin jadi korban," teriak Choirul Aziz dalam orasinya dihadapkan para pejabat utama Dinsos Tuban dan tim keamanan Polres Tuban, Selasa, (18/08/2020). 
(https://m.suaraindonesia.co.id/read/20035/20200818/143639/tuntut-usut-tuntas-dan-brantas-mafia-bpnt-pmii-tuban-geruduk-kantor-dinsos#, 18/08/2020)

Komentar:

1. Kemiskinan masih menjadi PR besar negeri ini apalagi di masa pandemi terus terjadi peningkatan. Beraneka program pemerintah demi mengentaskan kemiskinan nyatanya masih penuh polemik. Program BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) menuai protes sejumlah pihak dikarenakan ditemukan kondisi logistik yang ternyata tak layak konsumsi. Hal ini selayaknya dievaluasi lebih lanjut oleh pemerintah. 

2. Proses distribusi bantuan pun tak lepas dari permasalahan. Masih saja terdapat pihak-pihak tak bertanggungjawab (baca: mafia) sehingga menyebabkan bantuan tak tepat sasaran. Meskipun telah dilakukan verifikasi data secara digital. Hal ini akan terus menjadi polemik. Standar kemiskinan yang tak jelas dan jumlah data kemiskinan yang terus berubah dari waktu ke waktu. 

3. Masalah kemiskinan sejatinya tak cukup diselesaikan dengan program bantuan. Hal ini hanya sebatas tambal sulam. Solusi kemiskinan butuh upaya sistemik (memahami akar masalah penyebab kemiskinan) yang tak lain adalah penerapan sistem kapitalisme yang menjadikan negara mengeluarkan kebijakan yang tidak pro rakyat, menyerahkan pengelolaan sumberdaya alam kepada swasta ataupun asing sehingga sangat berpotensi terjajah secara sistemik (banyak hutang luar negeri, tidak mandiri, angka kemiskinan kian tinggi).

4. Negara memang selayaknya memberikan bantuan kepada rakyat miskin dengan cara yang mudah, tepat sasaran dan cepat. Keakuratan data harus terus dipantau demi memastikan tidak ada rakyat miskin yang tak mendapat bantuan. Hal ini hanya bisa diwujudkan oleh negara yang menerapkan sistem kehidupan yang memuliakan manusia dan bertanggungjawab penuh terhadap rakyat. Itulah sistem khilafah.
Previous Post Next Post