Nothing effect, Mengubah Definisi Kematian Akibat Covid


Oleh : Yauma Bunga Yusyananda

 

Berdasarkan data Satgas Covid-19, kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia mencapai 10.000 kasus atau tepatnya 10.105 jiwa meninggal dunia, terhitung sejak Kamis per 24 September 2020. Sedangkan jumlah yang dinayatakan sembuh dari kasus corona berjumlah 191.853 orang. Dan daerah Jawa Tengah menjadi penyumbang angka kematian tertinggu dengan kasus harian 27 kasus, dengan jumlah 3.062 kasus kematian. (cnnindonesia.com 24/09/2020)

Kemenkes melalui Staf Ahli Menteri Kesehatan bidang Ekonomi Kesehatan Mohamad Subuh menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah penulisan angka kasus kematian akibat Covid-19. Kemenkes hanya akan menambah detail pada definisi kasus kematian akibat Covid-19. Seperti kasus kecelakaan, namun dalam kecelakaan tersebut orang yang meninggal dunia terinfeksi virus maka akan dikategorikan sebagai kematian karena kecelakaan, dengan tetap diinfokan jenazah positif covid karena akan mendapatkan penanganan yang berbeda.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, saat ini belum ada rencana perubahan penulisan angka kematian akibat Covid-19. Hal ini dilakukan untuk melihat lebih lanjut ada penyakit komorbid ( penyakit penyerta covid ) atau tidak. (nasional.kompas.com 22/09/2020 )

Data harus didukung Langkah Yang Nyata

Pengendalian covid-19 sejatinya bukan dari angka dan rekayasa data kematian atau kesembuhan. Walau di klaim oleh Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia mengalami tingkat kesembuhan per 25 September 73,25 persen atau setara dengan 196.000 orang. Hal tersebut disampaikan saat membuka Muktamar IV PP Parmusi Tahun 2020 secara virtual, Sabtu (26/9/2020). (news.okezone.com 26/09/2020 )

Data harus didukung dengan dengan tindakan yang nyata untuk menekan angka kematian dan meningkatkan kesembuhan bukan hanya sekedar data yang terus diolah, tetapi ada langkah nyata baik dari individu, masyarakat serta negara. Dengan individu yang sadar, serta masyarakat yang saling mengingatkan agar tidak lengah karena masih dalam kondisi wabah. Walau semuanya sudah jenuh dengan kondisi ini, namun kita harus tetap berusaha mengoptimalkan apa yang kita mampu untuk menjaga kesehatan.

Serta negara pun perlu mendukung peran masyarakat dalam pengendalian wabah serta memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Seharusnya negara mampu menerapkan lockdown walau harus resesi ekonomi menghantui, dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak mempersulitnya.

Bagaimana pengendalian wabah seharusnya ?

Data hanya bersifat administrasi sebagai pendukung dari langkah nyata yang sudah dilakukan. Karena yang terpenting adalah tindakan pengendalian wabah yang dilakukan di lapangan. Seharusnya yang sibuk dipikirkan adalah tindakan langsung untuk penanganan wabah walau harus menanggung resiko berat namun keselamatan jiwa rakyat adalah nomor satu. Nyawa sangat berharga di dalam Islam.

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

 

Walapun kita akan mengetahui bahwa efek dari pencegahan covid dengan melakukan lockdown total akan menjadikan negara ini resesi, maka kita manfaatkan sumber daya kita yang melimpah untuk masyarakat kita sendiri, tidak diberikan kepada investor asing. Maka hal tersebut akan membantu perekonomian masyarakat, dan langkah untuk lockdown bisa diaktifkan secara nasional. Untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, seharusnya negara pun bisa memberikan bantuan dengan tidak mempersulit rakyat. Serta menghilangkan pajak yang mencekik perekonomian rakyat di era kapitalis ini.

Langkah-langkah tersebut hanya mampu diterapkan jika negara ada dalam aturan Islam, karena Islam tidak mengizinkan sumber daya alam negeri dirampas oleh asing dengan alasan pengembangan ekonomi atau investasi. Semua akan dimanfaatkan dengan baik di dalam Islam untuk masyarakat, serta kebutuhan masyarakat akan dipenuhi negara, karena negara merupakan pengurus rakyat, bukan sekedar distributor dan menjual kemaslahatan untuk dibeli oeh rakyat.

“Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dan kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, maka sudah selayaknya pemimpin dan negara ini sadar bahwa penanganan wabah hanya bisa dilakukan dengan kita kembali kepada Islam untuk mengetahui langkah-langkah tepat yang dilakukan oleh Rasul serta para Sahabat selaku pemimpin ketika di masa terdahulu terjadi wabah.

“Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Serta kita harus menghilangkan egoisme dan hawa nafsu kita untuk tidak memilih Islam dan malah menjadikan standar hidup lain yang tidak sesuai dengan aqidah kita, kita harus sadar bahwa hanya Islam yang memiliki solusi untuk penanganan wabah ini dengan apa yang telah disebutkan.

“Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya?” (QS Al-Jatsiyyah: 23)

Wallohu’alam bi ash shawa

Post a Comment

Previous Post Next Post