Melindungi Para Pewaris Nabi


By : Depy SW

Umat Islam kembali berduka. Salah seorang ulama terkemuka menjadi korban penusukan ketika sedang memberikan taushiyah di Bandar Lampung beberapa waktu lalu. Syaikh Ali Jabir ditusuk seorang pemuda dengan sebilah pisau. Menurut beliau, pisau tersebut semula hendak diarahkan ke leher atau dada beliau. Alhamdulillaah, atas izin Allaah, ulama yang kerap menjadi juri di Hafidz Indonesia itu selamat.
Seperti pada kasus-kasus penganiayaan maupun penyerangan pada para ulama sebelumnya, penusuk Syaikh Ali Jabir diberitakan mengidap penyakit jiwa.  Namun, Syaikh Ali Jabir membantah hal tersebut. Beliau mengatakan bahwa pelaku tidak seperti orang gila bahkan sangat terlatih dan kuat. Wakil Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan menduga bahwa bisa jadi peristiwa tersebut dilakukan secara terencana. 
Sementara Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD angkat bicara terkait kejadian tersebut. Sebagaimana dikutip Viva.co.id, 13/09/2020, beliau menyampaikan, `Pemerintah menjamin kebebasan ulama untuk terus berdakwah amar makruf nahi munkar. Dan Saya menginstruksikan agar semua aparat menjamin keamanan kepada para ulama yang berdakwah dengan tetap mengikuti protokol kesehatan di era COVID-19.´´

Terabaikan Sekulerisme 
Tidak bisa dipungkiri bahwa peran ulama dalam mendidik ummat sangatlah penting. Bahkan Rasulullaah sholallaahu ´alayhi wa salam menggelari mereka dengan warosatul anbiya´ (pewaris nabi). 
Hal ini dikarenakan para ulama lah yang akan meneruskan perjuangan Rasulullaah sholallaahu ´alayhi wa salam dalam menyebarkan Islam dan mendidik ummat.
Namun, dalam sistem sekuler seperti saat ini, peran ulama´ seolah dipandang sebelah mata. Peran ulama´ hanya diakui ketika `di dalam masjid´. Untuk perkara-perkara `di luar masjid´ ulama tidak boleh turut campur. 
Hal ini dikarenakan asas pemisahan agama dari kehidupan dalam sistem sekuler. Sehingga ketika ulama berbicara tentang hukum rajam, qishosh, jihad maupun  khilafah, dianggap sebagai hal yang tabu. Bahkan dituding sebagai penyebar paham  radikalisme.
Persekusi terhadap ulama pun kerap terjadi. Pembubaran MT, penjeblosan ke penjara, ancaman pembunuhan bahkan penganiayaan yang berujung pada meregangnya nyawa ulama. 
Di tengah kondisi memprihatinkan ini, pernyataan Menkopolhukam mengenai jaminan kebebasan dan keamanan ulama untuk berdakwah, tentu patut diapresiasi. Namun, untuk melindungi dan memuliakan ulama tentu butuh lebih dari sekedar pernyataan. Butuh kehadiran negara yang bersungguh-sungguh melindungi ulama.

Mulia dalam Islam
Nabi sholallaahu ´alayhi wa salam bersabda, ''Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang tua, tidak menyayangi anak-anak dan tidak memuliakan alim ulama.'' (HR. Ahmad, Thabrani, Hakim).
''Sungguh perumpamaan para ulama di bumi seperti bintang-bintang di langit yang dengan cahayanya menerangi kegelapan di darat dan di laut´´(HR Ahmad).
Hal ini menunjukkan betapa mulianya keberadaan ulama di tengah-tengah ummat. Penghormatan terhadap ulama, salah satunya dicontohkan oleh Sultan Muhammad Al Fatih. 
Penakluk Konstantinopel ini tidak segan mengeluarkan harta pribadinya untuk mensejahterakan para ulama, agar seluruh potensi mereka terkonsentrasi dalam pelayanan ilmu pengetahuan dan pengajaran. 
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, menceritakan bahwa Uzun Hasan, pemimpin Turkman berkhianat tehadap Turki Utsmani. Setelah Sulthan berhasil mengalahkan mereka, Sultan pun menawan beberapa orang dan memberikan hukuman. Terkecuali para ulama di antara mereka seperti Qadhi Muhammad Asy Syarihi.
Selain itu, sudah menjadi kebiasaan Sulthan untuk berdiskusi dengan ulama mengenai tafsir Al Quran setiap bada dzuhur di bulan Ramadhan. 
Penjagaan dan pemuliaan ulama akan membawa kemaslahatan bagi ummat.  Kebangkitan ummat in syaa Allaah akan mewujudkan negeri yang baldatun thoyyibatun wa Robbun Ghofur. Maka, butuh peran negara yang bersungguh-bersungguh melindungi ulama.
Wallaahu a´lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post