Deradikalisasi : Pesanan Penjajah, Bercokol di Nusantara


Oleh : Nur Aina
(Aktivis Ideologis)


Melawan pada sesuatu yang tidak akan pernah bisa dilawan adalah perlawanan yang sia-sia. Di antaranya yakni, menyerang ketentuan Allah yang sebelumnya telah dikabarkan dalam banyak riwayat hadis) maupun dalil-dalil Al-Qur'an).

Sebagaimana penolakan terhadap ajaran Islam-khilafah yang menjadi perbincangan hangat saat ini, ternyata menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Padahal, Rasul telah mengabarkan. "Akan muncul masanya kekhilafahan (lagi) yang bersandar pada manhaj Nabi. Merupakan kabar gembira dari Rasulullah saw.)," Dalam sebuah (Musnad Imam Ahmad no 17680).

Meskipun telah ada riwayat hadis berkenaan dengan kembalinya khilafah yang bersandar pada manhaj Nabi ini, ternyata masih banyak pula yang menolaknya. Untung saja Menag RI Fachrul Razi di acara webinar bertajuk 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara' menyatakan bahwa khilafah bukan ide yang dilarang, tetapi ironisnya  aktivis yang mendakwahkan khilafah itu dilarang menjadi ASN, bahkan ada pula yang mencap radikal dan sebagainya.

Semua ini menegaskan bahwa kebijakan Menag terlihat semakin ngawur. Bahkan MUI sendiri  mengecam radikalisme masuk lewat good looking "MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata," kata Wakil Ketua   MUI Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, Jm'at (detik.com, 4/9/2020).

"Pernyataannya (di acara webinar) tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman Menag dan data yang tak akurat diterimanya. Seakan yang radikal itu hanya umat Islam dan huffadz Al-Qur'an. Seharusnya Menag yang berlatar belakang militer lebih mengerti tentang peran umat Islam Indonesia dan menjadikannya sebagai rujukan untuk menciptakan stabilitas nasional" kata Muhyuddin melanjutkan, yang juga sebagai Ketua Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah. Jm'at (detik.com, 4/9/2020).


Sebagai pemimpin sektor berjabatan Kementrian Agama, Menag terlihat seolah menyerang Islam dan memojokkan pemeluk Islam yang taat syariah kafah Semestinya Menag memahamkan masyarakat tentang keharusan mendekat kepada Allah Swt. Seperti menghafal Qur'an, salat berjamaah di masjid, memahami bahasa Arab, berpenampilan rapi lengkap dengan minyak wangi, menutup aurat, dan sebagainya. Tak selayaknya Menag mencurigai aktivitas mendekat kepada Allah Swt. Sebab tak selaras dengan jabatannya sebagai Menag.

Deradikalisasi tampaknya adalah agenda pesanan musuh besar umat Islam. Tentu adanya penyebar paham ini berperan sebagai penghambat kembalinya Islam dalam bingkai khilafah. Padahal aktivitas pencegahan terhadap tegaknya Islam, sama saja seperti mencegah terbitnya mentari di pagi hari. Maka jelaslah seorang pun tak akan mampu menahan kedatangannya.

Berkaitan dengan khilafah itu sendiri, merupakan kewajiban atas setiap musliml. Sehingga siapa saja  orangnya ketika sudah aqil baligh maka di atas pundaknya telah ada kewajiban untuk berbai'at kepada seorang khalifah dalam naungan sistem khilafah. "Sedangkan ketika di pundaknya tidak ada bai'at, maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan) jahiliah." (HR. Imam Muslim no 3441)

Maka, sabda Nabi saw ini,  menarik kesimpulan, bahwa pada saat seseorang mencoba untuk mencegah melawan dan meninggalkan kewajiban yang bersumber dari Tuhan semesta alam, artinya sudah termasuk berani menentang kabar gembira dari Rasulullah berdasarkan wahyu Sang Maha Menghidupkan dan Mematikan, yakni Allah Swt.

Maka, sudah selayaknya umat Islam saling bahu-membahu untuk memahami ajaran yang dianutnya, sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah Swt. Termasuk menjalankan kewajiban menegakkan sistem khilafah yang ada dalam sabda Nabi di atas. Penerapan syariah Islam adalah kewajiban terbesar saat ini, sebab berjalannya hukum Islam kafah akan mengantarkan pada kewajiban-kewajiban lainnya.  

Wallahu'alam bishawaab. []

Post a Comment

Previous Post Next Post