Benarkah Indonesia Krisis Pangan?

Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md
Pendidik Generasi, Member Akademi Menulis Kreatif


Ironis. Indonesia dengan sumber daya alamnya yang melimpah, namun tak bisa menyejahterakan rakyatnya. Kemiskinan dan kelaparan masih menjadi problem nasional. Hal ini menunjukkan ketahanan pangan di Indonesia masih bermasalah atau bisa dikatakan krisis.

Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini, publik dikejutkan dengan rencana pembuangan 20 ribu ton beras Bulog yang 'kadaluarsa'. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Dilansir oleh cnnindonesia.com, pada tanggal 29 November 2019, Perum Bulog menyatakan akan membuang 20 ribu ton cadangan beras pemerintah yang ada di gudang mereka. Nilai beras tersebut mencapai Rp160 miliar. Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi Saleh mengatakan pemusnahan dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi satu tahun. Data yang dimilikinya, saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,3 juta ton. Sekitar 100 ribu ton diantaranya sudah disimpan di atas empat bulan. Sementara itu, 20 ribu lainnya usia penyimpanannya sudah melebihi satu tahun.

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), beras yang usia penyimpanannya sudah melampaui batas waktu simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan mutu. Karena itulah, beras harus dibuang atau dimusnahkan. Meskipun akan dimusnahkan, Tri mengaku pihaknya masih menemukan masalah, yaitu terkait penggantian beras yang dimusnahkan. Bulog berharap Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan bisa melakukan sinkronisasi aturan, sehingga pemusnahan beras tersebut nantinya tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Penyebab tertumpuknya beras ini, karena kebijakan impor pemerintah yang tanpa perhitungan. Pada saat produksi dalam negeri surplus, pemerintah tetap memaksakan impor. Akibatnya, beras dari petani hanya ditumpuk di gudang, tidak bisa didistribusikan. Inilah gambaran buruknya pengelolaan negara dalam mengurusi kebutuhan pangan rakyat. Stok pangan yang berlimpah tidak memberikan manfaat bagi rakyat, karena sejumlah aturan yang kacau. Bahkan Bulog pun telah mati fungsi sebagai pelayan rakyat dan lebih mengedepankan keuntungan daripada menjamin pemenuhan pangan rakyat. Ditambah pula kendali importir (mafia) beras dengan dikeluarkannya kebijakan impor yang sejatinya tidak dibutuhkan.

Buruknya regulasi, dimatikannya fungsi Bulog serta kendali korporasi dalam kebijakan negara menunjukkan bahwa akar persoalannya bukanlah tataran manajemen semata. Namun, semua persoalan ini lahir dari paradigma dan konsep kebijakan yang batil, yakni konsep demokrasi neoliberal yang dijalankan oleh rezim pemerintah saat ini.

Adanya 'bagi-bagi' proyek, membuat pemerintah abai terhadap urusan rakyat. Alih-alih mengoptimalkan pelayanan dan pengurusan kebutuhan rakyat, masing-masing malah berebut keuntungan dari proyek tersebut. Praktik oligarki yang dimainkan oleh pengusaha (termasuk importir dan distributor besar), mengakibatkan terjadinya impor beras yang ugal-ugalan, padahal tidak dibutuhkan. Akhirnya berujung pemusnahan. Selain menghabiskan anggaran negara, impor juga makin menggadaikan kedaulatan bangsa serta mematikan usaha petani kecil. Yang diuntungkan hanyalah pemburu rente alias mafia impor. Fungsi pelayanan Bulog berubah menjadi lembaga bisnis.

Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan pangan publik dijamin sepenuhnya oleh negara. Sebab negara berfungsi sebagai raain (pelayan) dan junnah (pelindung). Rasulullah saw. bersabda, "Imam (Khalifah) raa'in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dapat bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR Muslim dan Ahmad)

Pemerintah (Khalifah) bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Negara yang menentukan arah politik pangan dan menjalankannya dalam bentuk kebijakan praktis sesuai dengan tuntunan syariah Islam.

Terlarang bagi lembaga negara, termasuk Bulog membisniskan layanan yang diberikannya pada rakyat. Sedangkan pembiayaan diambil dari Baitul Mal dimana pos pendapatan dan pengeluarannya telah ditetapkan oleh syariah Islam.

Kehadiran sistem Islam yaitu khilafah adalah kebutuhan yang mendesak bagi bangsa ini dan dunia. Sedangkan sistem demokrasi neoliberal telah nyata gagal memberikan kesejahteraan bagi rakyat, bahkan ancaman krisis pangan yang lebih buruk menanti di depan mata.

Wallahu a'lam bishshawab.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post