DeIslamisasi Pelajaran Agama Atas Nama Melawan Radikalisme

Oleh : Fety 
(perempuan peduli generasi)

Anti-Islam atau Islamophobhia barangkali itulah yang menjangkiti umat sekarang. Banyak hal yang menunjukan bahwa sebagian dari umat tidak cukup PD dengan keIslaman-nya. Merasa diri pihak tertuduh atas isu yang melibatkan agama. Atau bahkan takut untuk sekedar mengucap kata-kata yang notabennya ada dalam ajaran Islam. Sebagai contoh, sebagian muslim lebih memilih menggunakan kata nonmuslim daripada kafir dengan alibi bahwa kata kafir itu terlalu kasar atau takut dicap radikal. Padahal banyak bertebaran di dalam Al-Qur’an kata kafir.  Ada pula yang alergi dengan kata jihad padahal jihad disebutkan sebanyak 37 kali di dalam Al-Qur’an. 

Islamophobia menyebar begitu luas menyusupi pemikiran kaum muslim baik dari masyarakat awam, kaum akademis bahkan institusi keagamaan. Jum’at 13 September 2019 publik digemparkan dengan pernyataan direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama. Ahmad Umar menuturkan di tahun ajaran baru 2020 tidak ada lagi materi perang dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) baik untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) ataupun di Madrasah Aliyah (MA). Menurut Umar itu dilakukan agar Islam tidak lagi dianggap sebagai agama yang selalu dikaitkan dengan perang oleh masyarakat indonesia. gatra.com

Perang di dalam Islam dikenal dengan istilah jihad. Jika ditelisik maka pemilihan kata jihad daripada perang begitu sarat makna. Bagai makan buah simalakama, dimakan ibu mati tak dimakan ayah mati. Jika mereka mengatakan akan menghapus materi jihad maka akan kentara sikap Islamophobianya. Jika materi jihad tidak dihapus maka peluang kebangkitan umat masih terbuka lebar karena tidak bisa dipungkiri bahwa penyebaran Islam hingga menguasai 2/3 dunia tidak terlepas dari aktivitas jihad. Jika gambaran perang itu seperti peperangan yang terjadi di dunia barat, maka rasanya tidak akan ada yang tidak menolaknya. Sehingga rasanya kata perang lebih aman dan lebih mudah diterima oleh masyarakat. Pada masa sekarang konotasi negatif melekat kuat pada kata perang. Bagi seorang muslim penilaian positif negatif, baik buruk, terpuji tercela suatu perbuatan standarnya adalah syari’at bukanlah akal. Motivasi dan tujuan dari aktivitas tersebut menjadi penentu penilaiannya. Di satu sisi perang bisa jadi perbuatan terpuji disisi lain bisa jadi perbuatan tercela. Menjadi terpuji bila motivasi dan tujuan perang untuk Allah semata. Perang untuk menyebarkan Islam hingga rahmatnya dirasakan oleh seluruh alam beserta isinya. Menjadi tercela jika motivasi dan tujuannya li ghairillah. Sebagaimana perang untuk menumpuk pundi-pundi materi ala kapitalis barat. 

Para musuh Islam begitu sistematis dan terencana upayanya untuk membendung kebangkitan Islam. Umat saling dibenturkan sesamanya bahkan memperalat lembaga keagamaan untuk melegitimasi kehendak mereka.  Mereka berusaha menyerang Islam dengan cara yang halus hingga umat tidak sadar bahwa Islamophobia terus dialirkan dalam tubuhnya.

Keinginan menghapus materi jihad dalam pelajaran di sekolah adalah bentuk penolakan terhadap ayat Allah. Pada masa sekarang, tawar menawar penerapan syari’at begitu kental. Islam ibarat prasmanan, diambil yang enak-enaknya dan sesukanya saja. Padahal Islam mengkehendaki penerapanya secara menyeluruh. Allah berfirman “wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al-Baqarah : 208). Dalam ayat lain Allah berfirman “apakah kamu beriman kepada sebagia al-kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang amat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (TQS. Al-Baqarah : 85). 

Dua ayat tersebut cukuplah menjadi pelajaran bahwasanya Islam wajib diterapkan secara sempurna aturan-aturannya di dalam kehidupan dan Allah menyiapkan azab didunia dan diakhirat bagi sesiapa yang menjalankan sebagian dan menolak sebagian isi Al-Qur’an. Menyadari bahwa Islam belum diterapkan secara kaffah maka seharusnya ada dorongan dalam diri muslim untuk mengupayakan penerapannya. Penerapannya menjadi mustahil dalam sistem demokrasi kapitalis yang justru menumbuh suburkan islamophobia. Satu-satunya jalan yang mampu menerapkannya dan sesuai pula dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan penerapan Khilafah Islamiyah
Wallahu a’lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post