Komparasi Skala Pemilihan Pemimpin Dalam Demokrasi VS Islam

Oleh : Sahara 
(Aktivis dakwah & Pemerhati Sosial)

Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga negara di bidang politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil rakyat dalam memerintah suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Namun faktanya, belum lagi menjalankan roda pemerintahan, saat dan sesudah pemilu pun banyak menimbulkan masalah, Penyelenggaraan pemilihan umum 2019 di sejumlah daerah mengalami kendala. Mulai dari masalah distribusi logistik, kekurangan surat suara, kerusakan kotak suara, kerusakan surat suara, hingga surat suara tercoblos lebih dulu. Deretan kasus ini menunjukkan KPU gagal menjamin keberlangsungan  jalan nya pemilu. ( Tirto.Id ). Oleh karena itu opini Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil hanyalah omong kosong belaka.

Sementara itu KPU terus melakukan pendataan terkait jumlah petugas KPPS yang gugur dan sakit saat bertugas pada 17 April 2019. Data yang diupdate pada Senin (22/4) pukul 16.15 WIB, menunjukkan 90 petugas meninggal.

"Kemudian 374 orang sakit, (penyebabnya) bervariasi," ungkap Ketua KPU Arief Budiman di Kantor KPU Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/4).

Laporan KPU memperlihatkan, faktor kelelahan menjadi penyebab yang paling besar petugas sakit. Selain itu, beberapa petugas mengalami tifus dan stroke.  Arief menambahkan, jumlah yang meninggal dan sakit itu berasal dari 19 provinsi. Di antaranya meliputi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Jawa Tengah. 

Terkait banyaknya petugas yang gugur dan sakit, KPU berencana mengajukan pemberian santunan. Untuk menentukan besarannya, KPU akan menggelar pertemuan dengan Kementerian Keuangan. 

"Pertama besaran santunan untuk korban meninggal dunia Rp 30-36 juta. Kedua untuk cacat maksimal Rp 30 juta tergantung jenis musibah yang diderita dan ketiga korban luka besaran maksimal Rp 16 juta," jelas Arief. ( Kumparan.com )

Hal – hal di atas adalah gambaran kebobrokan sistem Demokrasi Pra dan Pasca PEMILU. Dan saat berjalannya roda pemerintahan, sampai saat ini belum juga memberikan dampak yang signifikan untuk kesejahteraan rakyat. Yang tampak hanyalah proses pembangunan Infrastruktur negara, yang tak jelas arah tujuan nya untuk siapa dan digunakan untuk apa. Sebab kesenjangan ekonomi rakyat, bukan nya menurun malah meroket naik ke atas. Untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, rakyat pun harus membayar iuran BPJS tiap bulannya. Dan belum tentu terjamin kualitas pelayanan nya bahkan tak jarang menimbulkan banyak masalah. Dan masih banyak fasilitas lainnya yang seharusnya menjadi hak milik rakyat justru malah dipersulit. Belum lagi kebijakan aturan penguasa yang timpang tindih dan membuat rakyat semakin sengsara. Untuk menuliskan berbagai macam problematika rakyat, tentu tidak akan ada habisnya bukan ? lalu kemana Jargon “ dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat” itu? Sebenarnya dari rakyat yang bagaimana ? dari rakyat dan untuk siapa? Apakah ini yang disebut sebagai kedaulatan rakyat?

Demokrasi telah terbukti gagal menjadi sebuah sistem kedaulatan bagi rakyat, pasalnya sistem ini bersumber dari Kapitalisme, yang tegak atas dasar yang rapuh. Yaitu berasaskan Sekulerisme ( pemisahan Agama dari kehidupan ). Tujuan akhirnya ialah materi baik itu berupa kekayaan maupun kekuasaan. Perlu untuk disadari bahwa Demokrasi selain rusak, juga merupakan sistem yang mahal, untuk melaksanakan PEMILU pun juga menghabiskan banyak biaya, apalagi bagi orang yang ingin menduduki tahta kepemimpinan tentu wajib baginya mengeluarkan dana yang cukup tinggi. Jika sudah begini, wajar saja jika banyak bermunculan tikus – tikus kantor yang hobi bermain KKN, mulai dari instansi tertinnggi hingga ke bagian yang terendah. Mulai dari tingkat provinsi hingga ke pelosok desa.
Pemilihan Pemimpin ( Khalifah ) dalam Khilafah Islamiyah
Kekuasan dalam Demokrasi berbeda dengan kekuasaan di dalam Negara Khilafah. Maka, negara Khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan (sparating of power), sebagaimana yang diperkenalkan oleh Montesque dalam sistem negara Demokrasi, yaitu (trias politica produk Montesque). Meski demikian, kekuasaan dalam sistem pemerintahan Islam tetap di tangan rakyat. Khalifah yang berkuasa dalam Negara Khilafah juga tidak akan bisa berkuasa, jika tidak mendapatkan mandat dari rakyat. ( globalmuslim.web.id)

Hanya saja, meski Khalifah memerintah karena mandat dari rakyat, yang diperoleh melalui bai’at in’iqad yang diberikan kepadanya, namun rakyat bukan majikan Khalifah. Sebaliknya, Khalifah juga buruh rakyat. Sebab, akad antara rakyat dengan Khalifah bukanlah akad ijarah, melainkan akad untuk memerintah rakyat dengan hukum Allah. Karena itu, selama Khalifah tidak melakukan penyimpangan terhadap hukum syara’, maka dia tidak boleh diberhentikan. Bahkan, kalaupun melakukan penyimpangan, dan harus diberhentikan, maka yang berhak memberhentikan bukanlah rakyat, tetapi Mahkamah Mazalim.

Karena itu, sekalipun rakyat juga mempunyai representasi, baik dalam Majelis Wilayah maupun Majelis Umat, tetapi mereka tetap tidak mempunyai hak untuk memberhentikan Khalifah. Selain itu, representasi rakyat ini juga tidak mempunyai hak legislasi, seperti dalam sistem Demokrasi, sebagaimana konsep sparating of power-nya Montesque, yang memberikan mereka kekuasaan legislasi. Karena kekuasaan dalam Islam sepenuhnya di tangan Khalifah, dan dialah satu-satunya yang mempunyai hak legislasi. Dengan begitu, representasi rakyat ini hanya mempunyai hak dalam check and balance. 

Pemilu Majelis Umat
Meski posisi Majelis Umat bukan sebagai legislatif, tetapi mereka tetap merupakan wakil rakyat, dalam konteks syura (memberi masukan) bagi yang Muslim, dan syakwa (komplain) bagi yang non-Muslim. Karena itu, anggota Majelis Umat ini terdiri dari pria, wanita, Muslim dan non-Muslim. Sebagai wakil rakyat, maka mereka harus dipilih oleh rakyat, bukan ditunjuk atau diangkat. Mereka mencerminkan dua: Pertama, sebagai leader di dalam komunitasnya. Kedua, sebagai representasi.
Sebelum dilakukan Pemilu Majelis Umat, terlebih dahulu akan diadakan Pemilu Majelis Wilayah. Majelis Wilayah ini dibentuk dengan dua tujuan:

1-       Memberikan informasi yang dibutuhkan wali (kepala daerah tingkat I) tentang fakta dan berbagai kebutuhan wilayahnya. Semuanya ini untuk membantu wali dalam menjalankan tugasnya sehingga bisa mewujudkan kehidupan yang aman, makmur dan sejahtera bagi penduduk di wilayahnya.

2-     Menyampaikan sikap, baik yang mencerminkan kerelaan atau komplain terhadap kekuasaan wali.

Dengan demikian, fakta Majelis Wilayah ini adalah fakta administratif untuk membantu wali, dengan memberikan guidance kepadanya tentang fakta wilayah, kerelaan dan komplain terhadapnya. Namun, Majelis Wilayah ini tidak mempunyai kewenangan lain, sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Umat.

Pemilihan Majelis Umat didahului dengan pemilihan Majelis Wilayah, yang mewakili seluruh wilayah yang berada di dalam Negara Khilafah. Mereka yang terpilih dalam Majelis Wilayah ini kemudian memilih anggota Majelis Umat di antara mereka. Dengan demikian, pemilihan Majelis Wilayah dilakukan oleh rakyat secara langsung, sedangkan Majelis Umat dipilih oleh Majelis Wilayah.

Anggota Majelis Wilayah yang mendapatkan suara terbanyak akan menjadi anggata Mejelis Umat. Jika suaranya sama, maka bisa dipilih ulang. Demikian seterusnya, hingga terpilihlah jumlah anggota Majelis Umat yang dibutuhkan. Masa jabatan mereka sama dengan masa jabatan Majelis Wilayah. Karena permulaan dan akhirnya bersamaan. Khalifah bisa menetapkan, masa jabatan mereka dalam UU Pemilu, selama 5 tahun, atau lebih. Semuanya diserahkan kepada tabanni Khalifah.

Tiap Muslim maupun non-Muslim, baik pria maupun wanita, yang berakal dan baligh mempunyai hal untuk dipilih dan memilih anggota Majelis Umat. Meski antara Muslim dan non-Muslim mempunyai hak yang berbeda. Bagi anggota Majelis Umat yang Muslim mempunyai hak syura dan masyura, yaitu menyatakan pandangan tentang hukum syara’, strategi, konsep dan aksi tertentu. Sementara bagi yang non-Muslim hanya mempunyai hak dalam menyatakan pendapat tentang kesalahan pelaksanaan hukum Islam terhadap mereka, tentang kezaliman dan komplain. Tidak lebih dari itu.

Pemilihan Khalifah
Dalam kondisi terjadinya kekosongan kekuasaan, dimana Khalifah meninggal dunia, diberhentikan oleh Mahkamah Mazalim atau dinyatakan batal kekuasaannya, karena murtad atau yang lain, maka nama-nama calon Khalifah yang telah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim, dan dinyatakan layak, karena memenuhi syarat: Laki-laki, Muslim, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu, diserahkan kepada Majelis Umat.

Majelis Umat segera menentukan dari sejumlah nama tersebut untuk ditetapkan sebagai calon Khalifah. Bisa berjumlah enam, sebagaimana yang ditetapkan pada zaman ‘Umar, atau dua, sebagaimana pada zaman Abu Bakar. Keputusan Majelis Umat dalam pembatasan calon Khalifah ini bersifat mengikat, sehingga tidak boleh lagi ada penambahan calon lain, selain calon yang ditetapkan oleh Majelis Umat ini.

Baik Mahkamah Mazalim maupun Majelis Umat, dalam hal ini akan bekerja siang dan malam dalam rentang waktu 2 hari 3 malam. Mahkamah Mazalim dalam hal ini bertugas melakukan verifikasi calon-calon Khalifah, tentang kelayakan mereka; apakah mereka memenuhi syarat in’iqad di atas atau tidak. Setelah diverifikasi, maka mereka yang dinyatakan lolos oleh Mahkamah Mazalim diserahkan kepada Majelis Umat.

Selanjutnya, Majelis Umat akan melakukan musyawarah untuk menapis mereka yang memenuhi kualifikasi. Pertama, hasil keputusan Majelis Umat akan menetapkan 6 nama calon. Kedua, dari keenam calon itu kemudian digodok lagi hingga tinggal 2 nama saja. Ini seperti yang dilakukan oleh ‘Umar dengan menetapkan 6 orang ahli syura, kemudian setelah itu mengerucut pada dua orang, yaitu ‘Ali dan ‘Utsman.

Perlu dicatat, pengangkatan Khalifah ini hukumnya fardhu kifayah, sehingga tidak mesti dipilih langsung oleh rakyat. Jika kemudian ditetapkan, bahwa Majelis Umat yang akan memilih dan mengangkatnya, maka kifayah ini pun terpenuhi. Jika kifayah ini dianggap terpenuhi, maka Khalifah bisa dibai’at dengan bai’at in’iqad. Setelah itu, baru seluruh rakyat wajib memba’atnya dengan bai’at tha’ah.

Gambaran dan mekanisme di atas berlaku jika Khilafah sudah ada, dan Khalifah meninggal, berhenti atau dinyatakan batal. Namun, ini akan berbeda jika Khilafah belum ada, dan kaum Muslim belum mempunyai seorang Khalifah, dimana bai’at belum ada di atas pundak mereka.
Jelas sangat jauh berbeda sistem pemilihan seorang pemimpin dalam Islam dengan sistem lainnya. Dan ini masih membahas masalah metode memilih seorang pemimpin. Belum lagi membahas segala kebijakan seorang pemimpin (Khalifah) dalam berbagai aspek kehidupan. Islam bukan sistem yang mahal namun bukan berarti murahan. Dalam Islam, tentunya tidak akan adalagi kecurangan apalagi sampai memakan korban. Seluruh kebijakan seorang khalifah adalah meri`ayah umat. Mengurusi urusan umat. Bagaimana menyelesaikan problematika dan mencegah datangnya permasalahan baru lagi. 

Sanksi hukum yang tegas, langsung membuat jera sang pelaku, sekaligus pencegah bagi yang lain nya untuk tidak melakukan kejahatan yang sama. keunikan yang khas pada diri setiap individu dari masyarkat, memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama, yaitu Islam. Sehingga secara otomatis aturan - aturan Islam diterapkan secara kaffah tanpa ada lagi yang membantah. Karena sejatinya kedaulatan yang berasal dari syara` adalah yang terbaik karena berasal dari sang pencipta yang mengetahui segalanya. Semua ini mustahil bisa terjadi tanpa ada  proses dakwah dan adanya jamaah (partai politik Islam idelogis) yang mengembannya dan mendakwahkan nya. Inilah saatnya umat sadar dan bangun dari mimpi. Berjuang bersama menegakan syariah dan khilafah demi mewujudkan cita – cita  peradaban yang gemilang.  Wallahu a`lam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post