Sama-sama Menyalahi Prinsip Toleransi


Mia Fitriah el Karimah
el.karimah@gmail.com

SKB 3 Mentri yang dipolemikkan ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Dan terbit pasca kasus jilbab terhadap siswi non muslim di SMKN 2 Padang mencuat. Pro kontra bertebaran terkait dengan keputusan ini. Pihak yang kontra mengkritisi SKB 3 menteri itu justru menghilangkan keberagaman di Indonesia.

Ketua MUI Pusat Dr. Cholil Nafis memberikan pandangannya berupa peninjauan ulang atau pencabutan karena tidak mencerminkan lagi adanya proses pendidikan. Pada usia sekolah itu memang perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama (hidayatullah.com, 06/02/2021)

Mantan Wali Kota Padang Fauzi Bahar menilai  SKB ini akan menghilangkan ciri keberagaman di Indonesia. 

Sebagian yang setuju dengan penerbitan SKB 3 Menteri ini beralasan sebagai  upaya untuk mencari titik persamaan dari berbagai perbedaan yang ada di masyarakat.  SKB ini bukan memaksakan agar sama, tetapi masing-masing umat beragama memahami ajaran agama secara substantif, bukan hanya simbolik. (kompas.com, 05/02/2021)

Masih dari sumber yang sama, Mendikbud Nadiem Makarim juga menekankan hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di personal bukan keputusan sekolah.

Kalau ditelaah berarti SKB ini bisa sebagai landasan bagi sekolah untuk tidak memaksakan penggunaan atribut keagamaan tertentu kepada murid dan guru di sekolah negeri juga tidak   melarang ketika siswa atau guru menggunakan  atribut keagamaan tertentu.
 
Karena fenomena  yang tidak menghormati hak asasi siswa atau guru ketika ingin memakai atribut keagamaan yang diyakini, sering dilanggar dan ini terjadi jauh sebelum kasus ini viral.  Kejadian pelarangan siswa muslim mengenakan jilbab misalnya pernah terjadi di SMAN 1 Maumere 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019. Bahkan pada 2014, tak kurang dari 40 sekolah di Bali melarang penggunaan kerudung (Dalam catatan Bidang Advokasi P2G ) 

Jadi, Bukanlah kasus baru, tapi kasus ini baru direspon dan sampai melahirkan SKB 3 Menteri, sehingga menafikan kasus yang serupa sebelumnya pernah terjadi di institusi pendidikan.

Jangan pula SKB ini memunculkan  regulasi daerah yang melarang memakai identitas agama. Karena harapan adanya kebebasan berjilbab bagi siswi Muslimah di daerah minoritas akan semakin jauh.

Bukan kah sudah  ditekankan pak Nadiem Makarim bahwa hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu, bukan keputusan sekolah. Artinya  keleluasaan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih antara atribut tanpa kekhususan agama, atau  dengan kekhususan agama. Keleluasaan ini bermakna bahwa Pemerintah Daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Aturan yang mewajibkan siswa nonmuslim memakai jilbab atau aturan melarang siswa muslim menggunakan jilbab adalah sama-sama melanggar dan menyalahi prinsip toleransi dilingkungan sekolah. 

Mari bahu membahu untuk menjadikan sekolah sebagai tempat menyemaikan semangat toleransi dengan keragaman suku, agama, dan ras. 

Post a Comment

Previous Post Next Post