Nikah Muda, Why Not?


Oleh : Julia Sara 
(Mahasiswa dan Pegiat Literasi Aceh)

Dunia Maya dihebohkan dengan kemunculan wedding organizer atau W.O yang bernama Aisha Wedding. W.O tersebut viral lantaran mengkampanyekan nikah muda dengan jenjang usia 12-21 tahun dan tidak boleh lebih dari itu. Bukan tanpa alasan Aisha Wedding mengkampanyekan hal tersebut, mereka menganggap jika kaum muda sekarang sulit untuk menjaga diri dari fitnah yang semakin merajalela dan pernikahan muda menjadi solusi utama untuk menjaga diri.
Kampanye yang Aisha Wedding lakukan, tak hanya mendapatkan kecaman dari warganet, situs atau website Aisha Wedding pun telah diblokir oleh Kemenkominfo.

Menanggapi hal itu, pihak KPAI (Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan) juga telah melaporkan Aisha Wedding karena dianggap melanggar UU No.34 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, kemudian UU No.11 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Merdeka.com, 10/02/2021).

Adanya kasus Aisha Wedding ini, I Gusti Ayu Bintang yakni Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mencegah nikah muda dan upaya pencegahan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2019 silam bersama para Non-Government Organization (NGO) dan individu-individu yang punya komitmen untuk menggelorakan pencegahan nikah muda.

"Ketika kita ada gerakan bersama dan bersinergi bersama, saya yakin permasalahan bangsa kita bisa selesai. Tentunya tidak terlepas dari dukungan media," tukas Bintang dalam portal berita Merdeka.com pada 11 Februari lalu.

Kasus Aisha Wedding yang trending menjadi bukti betapa media sosial punya kekuatan besar dalam menyebarluaskan opini kepada khalayak. Tentunya, banyak pendapat yang kontra dan tak segan mengaitkan pernikahan muda dengan syariat Islam yang dianggap mengekang seorang perempuan dalan kukungan pernikahan. Akibatnya, banyak muslim yang terkecoh dalam memandang syariat pernikahan muda ini dan tak memungkinkan jika mereka malah berada dalam barisan para penolak nikah muda.

Tentu saja hal ini keliru karena syariat yang telah Allah atur untuk manusia sama sekali tidak memberatkan, menghambat, apalagi mengekang kehidupan. Karena sejatinya syariat ada untuk menjaga, untuk mengatur kehidupan manusia yang tumpang tindih dan tidak beraturan.

Pernikahan muda yang ada justru untuk mengatur hubungan laki-laki dan perempuan yang sudah siap mental, jiwa, raga, hingga harta untuk menempuh hidup bersama. Usia nikah muda yang dimaksudkan dalam syariat pun tidak berpatokan pada usia sekian tahun. Keliru memang jika pernikahan muda dibatasi hingga usia 21 tahun. Namun, tujuan pembatasan usia yang demikian oleh Aisha Wedding karena ingin mencegah terjadinya zina yang semakin merajalela, apalagi di zaman yang semakin tak terkendali ini yang mana hubungan laki-laki dan perempuan menjadi hal yang lumrah saja, padahal syariat Islam sudah mengatur bagaimana pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang semestinya.

Sistem kehidupan masyarakat muslim saat ini yang tidak lagi dalam naungan syariat Islam, menyebabkan muslim tidak punya pemahaman yang utuh terkait pernikahan muda. Bagaimana ketentuan syariat pernikahan muda itu sendiri dan bagaimana seharusnya pernikahan muda itu dapat dilaksanakan. Tentu saja banyak muslim yang tidak paham syariat ini.

Hal yang lebih parah, ketika muslim terus saja dihantui oleh stigma-stigma negatif terkait pernikahan muda yang dikaitkan dengan kekerasan pada anak hingga tuduhan pedofil. Hal ini karena anggapan pernikahan muda untuk kaum muda-mudi yang belum cukup umur, padahal tidaklah demikian.

Dalam pandangan Islam sendiri, menikah adalah ibadah. Menikah tak hanya karena dorongan nafsu belaka, tapi karena ada tanggung jawab besar setelah itu dan tentu saja ada ketentuan-ketentuan rumah tangga yang harus dipahami dengan baik oleh pasangan yang akan menikah. Sehingga, pernikahan muda bukanlah hal yang buruk dan menakutkan, apalagi dihalang-halangi melainkan harus didukung oleh keluarga, masyarakat, hingga negara. Karena pasangan ini nantinya akan menghadirkan keluarga-keluarga yang akan membentuk suatu masyarakat dan kemudian masyarakat itulah yang akan menjadi bagian dari negara. Sehingga, peran individu, masyarakat, serta peran negara pun punya kewajiban untuk mengurus hal demikian karena nantinya keluarga-keluarga kecil itu akan melahirkan generasi penerus bangsa yang punya akidah kokoh dan karakter yang ideologis. Semua ini tentunya tak akan terwujud jika sebuah negara menganut sistem sekulerisme-kapitalisme. Hanya dengan sistem negara Khilafah Islamiyyah yang bisa mewujudkan hal ini, karena sistem ini berasal dari sang Pencipta dan sudah terbukti jika sistem ini mampu mengatasi permasalahan-permasalahan sosial yang ada.

Wallahu'alam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post