Maraknya Korupsi sebab Abaikan Aturan Allah


Oleh: Afifah Nur Amalina Asfa
Pelajar kelas XI

Pandemi Covid-19 seharusnya menjadi perhatian kita semua. Sekurang-kurangnya 30.000 nyawa di Indonesia telah direnggutnya. Berbagai sektor pun lumpuh, tak terkecuali sektor perekonomian.

Sudah menjadi hal yang wajar jika masyarakat lapisan atas menolong masyarakat lapisan bawah. Beragam bantuan seperti uang ataupun sembako diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang membutuhkan. Namun sayang sekali, di balik kedermawanan masyarakat Indonesia, masih saja terdapat segelintir masyarakat yang lebih mementingkan urusan pribadinya serta nekat mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya.

Desember lalu, kasus korupsi kembali terjadi. Tak tanggung-tangung total jumlahnya mencapai Rp20,8 miliar. Ironisnya, korupsi ini merupakan korupsi bansos yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu. Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara diduga mendapat fee dari proyek tersebut  sebesar Rp17 miliar.

Sayangnya, hingga kini skandal korupsi bansos masih belum tertangani. Tak ada hukuman apapun yang ditimpakan kepada pelaku. Padahal jika kita lihat, korupsi ini merupakan korupsi yang paling keji dibanding lainnya yang seharusnya menggerakkan KPK untuk menindaklanjuti kasus ini sampai selesai. 

Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius menangani korupsi. Ia menduga bahwa ada oknum internal yang sengaja melokalisir kasus ini hanya berhenti sampai Juliani. Dugaannya tersebut juga diperkuat dengan bukti bahwa banyak korporasi yang baru berdiri empat sampai lima hari, namun mendapatkan proyek bansos.

Jika kita amati, kasus korupsi seolah-olah menjadi hal yang wajar terjadi di Indonesia, terutama di kalangan pemerintahan. Padahal, mayoritas masyarakat di Indonesia memeluk agama Islam. Yang mana Islam sendiri telah mengatur hukuman bagi para koruptor.

Di dalam agama Islam istilah korupsi terbagi dalam 4 jenis, yakni risywah atau suap, saraqah atau pencurian, al-gasysy atau penipuan, serta pengkhianatan. Korupsi dalam dimensi suap atau risywah merupakan perbuatan yang tercela dan juga menjadi dosa besar karena perusakan massal, dan pelakunya akan dilaknat Allah.

Sementara itu, saraqah atau pencurian dilihat dari etimotologinya memiliki arti melakukan sebuah tindakan pada orang lain dengan cara sembunyi. Namun, menurut Abdul Qadir 'Awdah pencurian diartikan sebagai tindakan mengambil harta orang lain dalam keadaan sembunyi-sembunyi.
Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa’ ayat 29,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”

Korupsi merupakan aktivitas yang sangat hina. Pelakunya akan dibelenggu dan ia akan menjadi hina serta akan mendapat siksa api neraka di hari kiamat. Pada hadits Ubadah bin ash Shamit r.a., Nabi saw. bersabda dengan arti, “Sesungguhnya ghulul (korupsi) itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya."

Selain itu harta hasil korupsi terkategori harta yang haram. Yang mana jika kita memakainya, doa kita akan sukar untuk dikabulkan. Seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan kepada para Rasul. Allah berfirman, ”Wahai para Rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan“. Dia (Allah) juga berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu,” kemudian beliau (Rasulullah) saw. menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a): “Ya Rabb…, ya Rabb…,” tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?"

Tentunya, maraknya korupsi di Indonesia disebabkan penerapan sistem kapitalisme, yang mana memisahkan agama dari kehidupan. Islam yang seharusnya menjadi tolak ukur dalam menjalani aktivitas justru mereka abaikan. Alhasil, penyimpangan-penyimpangan terus terjadi. Karena sejatinya aturan dari Allah bukan untuk memberatkan manusia, justru untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya.

Wallahu a’lam bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post