KONTROVERSI SERAGAM JILBAB, PINTU MASUK NENGGUGAT PERDA SYARIAT


Oleh : Dahlia Anggraini, ST

Adanya video yang viral beberapa saat lalu yakni siaran langsung pada akun media sosial seorang wali murid bernama Elianu Hua dengan perwakilan SMK Negeri 2 Padang, mendadak ramai menjadi topik pembicaraan di media-media sosial. Dalam video tersebut Eliana mengatakan bahwa anaknya cukup terganggu dengan kebijakan sekolah yang mewajibkan penggunaan jilbab bagi siswinya dikarenakan anaknya adalah seorang non muslim dan hal itu terjadi di sekolah negeri pula. (Antara News, 26 Januari 2021). Kasus tersebut menjadi polemik hingga membuat keputusan Walikota Padang yang mewajibkan siswi mengenakan jilbab tersebut, memicu desakan untuk membatalkan berbagai peraturan yang bersandar pada aturan agama ( Perda syariat). Perda syariat pun diklaim melahirkan banyak persoalan-persoalan baru dan terkesan diskriminatif terhadap salah satu gender yaitu perempuan dan kelompok agama minoritas. Kebijakan yang dianggap diskriminatif itu diantaranya adalah kewajiban perempuan mengenakan jilbab, larangan keluar malam dan juga pembatasan terhadap minoritas kelompok agama yaitu seperti syiah dan ahmadiyah. 
Sepertinya kasus jilbab ini bukan kasus baru mengingat banyak kejadian-kejadian serupa dikalangan masyarakat. Namun ada dugaan bahwa hal-hal seperti ini memang sengaja dimunculkan untuk menggugat perda-perda syariat untuk suatu kepentingan politik kelompok tertentu untuk menciptakan solidaritas ideologis dan toleransi beragama. Menggiring opini bahwa minoritas akan sangat gampang mengalami penindasan. Penggugatan perda-perda syariat merupakan salah satu upaya untuk mensekulerkan negeri ini. Seperti pernyataan yang pernah dilontarkan oleh seorang aktivis feminisme Nong Darol Mahmada yang mengingatkan bahwa agama dan moralitas adalah ranah privat. Karena itu negara tidak boleh mengaturnya. (VOA, 24 November 2018). Sejatinya terjadinya penggugatan terhadap perda-perda syariat ini membuktikan bahwa bagi sistem yang sedang berkuasa saat ini yaitu demokrasi, tidak akan pernah memberi ruang bagi pemberlakuan syariat sebagai aturan publik. Islam dikerdilkan dan dipandang hanya sebagai ajaran ritual semata sebagaimana agama yang lain.
Padahal didalam Islam sendiri agama telah mengatur kita disetiap sendi kehidupan dan tidak dapat dipisahkan. Agama Islam bukan hanya sekedar ritual belaka tetapi merupakan pedoman kehidupan agar bisa tercipta kehidupan yang harmonis antara semua unsur-unsur kehidupan, baik antara sesama manusia, bahkan dengan alam sekalipun. Didalam Islam ada pedoman dan aturan kehidupan yang langsung berasal dari Sang Pencipta yaitu Allah SWT yakni kitab suci Al qur'an dan sunnah Rasulullah SAW, ijma' sahabat dan qiyas. Bagaimana mungkin aturan dari manusia yang bersumber dari akal pemikiran yang terbatas dan berpotensi menimbulkan pertentangan bisa lebih baik dari aturan Allah SWT yang menciptakan manusia itu sendiri. Padahal Allah SWT sangat nengetahui apa-apa yang terbaik untuk makhluk ciptaan-Nya. Seperti firman Allah SWT : 

شَهْرُ رَمَضَا نَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰ نُ هُدًى لِّلنَّا سِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَا لْفُرْقَا نِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَـصُمْهُ ۗ وَمَنْ کَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّا مٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِکُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِکُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُکْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُکَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰٮكُمْ وَلَعَلَّکُمْ تَشْكُرُوْنَ
"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185)
Wallahu'alam bishowaf.

Post a Comment

Previous Post Next Post