Bumi Papua Menangis, SDA Negeri Terkikis


Oleh: Fatimah Azzaria (Aktivis Muslimah)

Bumi pertiwi kembali menangis. Sumber daya alam negeri terus dijarah, hingga menyisakan kerusakan lingkungan tak bertepi. Sebuah investigasi visual yang dirilis pada Kamis (12/11) menunjukkan perusahaan raksasa asal Korea Selatan "secara sengaja" membakar hutan Papua untuk memperluas lahan sawit.

Perusahaan Korea bernama Korindo tersebut merupakan salah satu perusahaan sawit dengan lahan terluas di daerah pedalaman Papua. Korindo ditengarai melanggar hukum dengan membakar hutan, namun mereka membantah tudingan tersebut.

Investigasi visual oleh Forensic Architecture yang berbasis di Inggris menyelidiki hal itu. Dengan menggunakan petunjuk visual dari video udara yang diambil oleh Greenpeace Internasional pada 2013 serta sistem geolokasi, mereka menemukan kebakaran terjadi di konsesi PT Dongin Prabhawa—anak perusahaan Korindo.

"Pola, arah dan kecepatan munculnya titik-titik api sangat sesuai dengan arah, pola, dan kecepatan pembukaan lahan di area konsesi. Ini adalah bukti bahwa kebakaran lahan terjadi secara disengaja. Jika api berasal dari luar area konsesi atau terjadi karena kondisi cuaca yang kering pola kebakarannya akan bergerak dengan arah yang berbeda," ujar Samaneh Moafi, peneliti Forensic Architecture.

Di sisi lain, Greenpeace mengatakan investigasi ini penting untuk penegakan hukum pembukaan lahan yang ilegal.

"Dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Perkebunan di Indonesia, hal itu tidak dibenarkan. Tidak diperbolehkan atau melanggar dari hukum apabila ada perusahaan menggunakan api dalam membuka lahan. Sayangnya menggunakan api adalah cara termurah bagi perusahaan untuk land clearing. Dalam investigasi ini kami ingin menunjukkan bahwa mereka terbukti menggunakan api dalam pembukaan hutan," tutur Kiki Taufik dari Greenpeace Indonesia.

Ini bukan pertama kalinya kekayaan alam di tanah papua menjadi sasaran para pemilik modal untuk dikuasai dengan tindak curang dan merusak lingkungan. Sistem ekonomi kapitalis menjadikan sang pemilik modal berusaha mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa harus memikirkan efek bahaya bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat.

Tanah Papua bagai ladang harta di mata kaum kapital. Kekayaan alam membentang luas. Sumber daya alam begitu melimpah. Baik kekayaan mineral, gas, minyak, perkebunan, termasuk juga hutan yang membawa Papua sebagai daerah di Indonesia dengan hutan terluas yaitu 40.546.360 hektare.

Memiliki kekayaan alam yang terbentang luas, ternyata tanah Papua tidak mampu  menjamin kebutuhan rakyat dan kesejahteraan hidup masyarakat. Faktanya, kekayaan alam di tanah papua terus dijarah dan menjadi sasaran empuk bagi sang pemilik modal tanpa menyisakan apa pun bagi warga sekitar. Hingga masyarakat Papua harus hidup dibawah garis kemiskinan, pendidikan rendah, terpinggirkan bahkan terabaikan. Bak peribahasa, ayam mati di lumbung padi.

Sang penguasa bumi Pertiwi yang memiliki hak dalam mengatur dan membuat kebijakan terkait sumber daya alam pun justru nampak mempersilahkan dan seenaknya memberikan izin bagi perusahaan asing untuk menguasai aset negara di tanah Papua yang seharusnya difungsikan untuk kesejahteraan rakyat.

Pembakaran hutan juga berdampak pada berkurangnya lahan pohon sagu yang menjadi makanan pokok masyarakat papua. Lahan untuk penanaman pohon sagu pun lambat laun akan tergusur dan digantikan oleh kebun kelapa sawit milik kaum kapital.

Hal ini tentu bertolak belakang dengan sistem Islam, yang mana dalam sistem Islam seorang Khalifah (pemimpin) akan memberikan jaminan kesejahteraan hidup kepada seluruh masyarakat. Khalifah (pemimpin) juga akan memberikan penjagaan terhadap alam, mengelolanya semaksimal mungkin tanpa merusaknya yang kemudian hasil dari pengelolaan tersebut akan dikembalikan lagi kepada umat (masyarakat).

Pengelolaan hutan sebagai harta milik umum pun berada di tangan negara bukan swasta atau individu. Karena hutan termasuk ke dalam harta kepemilikan umum, bukan milik individu atau negara. Rasulullah Saw. bersabda, “Kaum Muslim berserikat (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).

Dalam sistem Islam, negara wajib melakukan pengawasan serta mencegah kerusakan hutan dan lingkungan sekitarnya. Negara juga akan memberlakukan sanksi tegas terhadap tindak pengerusakan lingkungan seperti pembakaran hutan, penebangan di luar batas yang diperbolehkan, serta hal-hal lainnya yang dapat merusak hutan dan lingkungan sekitarnya.

Sanksi yang diberlakukan bisa berupa denda, cambuk, penjara, bahkan sampai hukuman mati, tergantung tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkannya. Prinsipnya harus memberi efek jera bagi pelaku agar tidak mengulangi kejahatannya. Hal tersebut juga menjadi pelajaran hingga tak ada celah bagi asing, swasta atau individu untuk menguasai kepemilikan umum. Wallahu'alam Bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post