UU Omnibus Law Ciptakan Masalah


Oleh: Siti Nurhalisa
Akhir-akhir ini masyarakat di kejutkan dengan kebijakan pemerintah mengenai UU Omnibus law (Cipta kerja) yang menjadi perbicangan yang sangat kontroversi di berbagai kalangan. 
Rancangan undang-undang Omnibus law (RUU Cipta kerja) telah di setujui badan legislasi DPR dan pemerintah. Omnibus law tersebut selanjutnya akan di sahkan menjadi Undang-undang (UU) dalam rapat paripurna DPR pada kamis 8, Oktober. (Dikutip News.detik.com). Namun pada nyatanya RUU Omnibus Law - Cipta kerja resmi disahkan pada rapat paripurna senin (5/10/2020). 

Seperti yang kita ketahui bahwa UU Omnibus law mengundang kontroversi dari berbagai kalangan. Mulai dari masyarakat, mahasiswa,buruh, hingga pelajar. Beberapa Poin-poin kontroversi dalam UU Cipta kerja yang sudah di sahkan dan tidak di sepakati oleh sebagian besar masyarakat. yaitu pengahapusan upah minimum kota atau kabupaten (UMK), jam lembur yang menjadi lebih lama, dan pemerintah mempermudah perekrutan tenaga kerja asing (TKA). 

Demokrasi yang katanya “Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” nyatanya hanya menjadi sebuah omong kosong belaka. Dalam rapat Paripurna pun sudah sangat jelas membuktikan bahwa suara rakyat tidak di gubris sama sekali. Rakyat hanya di jadikan sebagai tumbal dari keserakahan kaum kapitalils. 

Problem dasar yang menjadi masalah UU Omnibus Law terletak pada sistemnya ialah sistem demokrasi kapitalis. Sistem Demokrasi Kapitalis yang melahirkan oligarki kekuasaan yaitu perselingkuhan penguasa dan pengusaha (para pemilik modal) hai ini menunjukan watak asli dari sistem Demokrasi yang mana lebih memihak kepada para kapitalis- pemilik modal di bandingkan dengan rakyat mereka sendiri. 

Maka Sudah jelas bahwa UU Omnibus Law lahir bukan untuk mengurus urusan rakyat melainkan untuk mengurus kepentingan kaum elit politik saja. Yang mengakibatkan kesejahteraan rakyat terabaikan. 

Sedangkan dalam sistem pemerintahan islam berbeda dengan sistem demokrasi kapitalis. Peraturan undang-undang yang di buat dalam sistem islam tidak akan menyalahi syariat, tidak ada politik kepentingan serta tidak ada peraturan yang dibuat di atas kepentingan manusia.

Dalam pandangan islam, Negara adalah Khodim Al Ummah yang mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umat. Negara juga menjamin penghidupan kesejahteraan serta kebutuhan dasar rakyat. 

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Abul Aziz telah mengintaskan rakyatnya dari kemiskinan semua rakyatnya hidup berkecukupan “ Akhirnya saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekannya.” Kisah Yahya Bin Said. Kemakmuran umat ketika itu tak hanya terjadi di afrika tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah kekuasaan islam. 

Berbagai macam solusi yang di tawarkan oleh sistem kapitalis pada dasarnya itu bukan sebuah solusi. solusi yang sebenarnya hanya terdapat dalam sistem pemerintahan islam yakni dalam bingkai Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah.

Post a Comment

Previous Post Next Post