MULIANYA PEREMPUAN DALAM ISLAM


Oleh : Opa Anggraena

Pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF)- World Bank (WB) tahun 2018 sudah diadakan pada tanggal 8-14 Oktober 2018. Salah satu rangkaian acaranya adalah seminar Empowering Women in the Workplace yang diadakan di Hotel Westin Bali pada tanggal 9 Oktober 2018 yang lalu. Dalam agenda itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan perempuan sangat berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sebuah negara, oleh karena itu peran perempuan dalam lapangan kerja harus ditingkatkan. Bahkan menurutnya sebuah negara itu harus meningkatkan partisipasi tenaga kerja perempuan, karena hal itu baik untuk perekonomian, untuk perempuan dan untuk keluarganya.             

Dalam sistem kapitalis perempuan memang tidak terjamin haknya. Dalih  kesetaraan gender, feminisme yang digaungkan oleh barat ke negeri-negeri kaum muslimin memaksa kaum hawa untuk ikut berpartisipasi dalam ekonomi.  Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) adalah satu keharusan sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi kerja perempuan demi pemenuhan hak ekonomi perempuan. Peningkatan peran perempuan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan membantu memastikan pembangunan berkelanjutan di semua negara. Faktanya nasib kaum perempuan tersandera oleh keadaan yang memaksa mereka untuk hidup dalam kesengsaraan.             

Jauh dari fitrahnya perempuan, suka tidak suka mereka harus menjalani kehidupan yang serba sulit, himpitan ekonomi yang semakin menjepit menjadikan kaum ibu terpaksa atau bahkan dipaksa untuk bergelut dengan dunia kerja. Suami pun terpaksa memberi izin . Alasannya, tidak cukup kalau hanya suami yang bekerja. Hal ini menjadi sangat wajar, karena sistem kapitalisme yang negeri ini adopsi telah secara sistematis memiskinkan keluarga. Tidak ada nya juga jaminan negara untuk menjamin para kepala keluarga mendapatkan pekerjaan agar bisa menafkahi keluarganya. Padahal Allah SWT telah menciptakan perempuan dengan fitrahnya sebagai seorang ibu. Ia dibebankan amanah yang besar yakni menjadi pengatur atas rumah tangganya dan madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anaknya.

Berbeda dengan Islam yang begitu memuliakan para kaum hawa .

Larangan untuk menyakiti dan mendzalimi. Sebagaimana sabda Nabi saw, "Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para perempuan," dan dalam riwayat yang lain, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku".

Islam juga melindungi perempuan dari segala hal yang dapat menodai kehormatannya, dan merendahkan martabatnya dengan mengatur cara  berpakaian yang menutupi seluruh tubuh agar terlindungi dari fitnah, sebagaimana Q.S. al-Ahzab: 59

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."              

Islam juga membuka ruang bagi kaum perempuan untuk masuk dalam kehidupan umum, berkiprah dalam aktivitas-aktivitas yang dibolehkan semacam berjual beli, maupun untuk melaksanakan aktivitas yang diwajibkan syariat, seperti menuntut ilmu dan berdakwah. Namun dalam kehidupan umum ini, Islam mewajibkan kaum perempuan tetap menggunakan pakaian khusus yang menutup semua aurat mereka, yakni jilbab dan kerudung, melarang ber-tabarruj dan memerintahkan laki-laki dan perempuan menjaga pandangan mereka, melarang mereka berkhalwat, serta memerintahkan kaum perempuan yang hendak bepergian jauh untuk disertai mahramnya. Sehingga dengan aturan-aturan ini, kehormatan keduanya akan selalu terjaga dan terhindar dari kerusakan moral semacam pergulan bebas dan tindak kejahatan seksual sebagaimana yang kerap terjadi dalam masyarakat kapitalistik sekarang ini berikut segala dampaknya yang rusak dan merusak.           

Agar tugas utamanya sebagai pencetak dan penjaga generasi, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga berjalan dengan baik dan sempurna, Islam telah memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dengan menetapkan beban nafkah dan peran sebagai kepala keluarga ada pada pundak suami, bukan pada dirinya. Sehingga dia tidak usah bersusah payah bekerja ke luar rumah dengan menghadapi berbagai resiko sebagaimana yang dialami perempuan-perempuan bekerja dalam sistem kapitalis sekarang ini.            

Negara akan memfasilitasi para suami untuk mendapatkan kemudahan mencari nafkah dan menindak mereka yang lalai dalam melaksanakan kewajibannya. Juga mewajibkan para wali perempuan untuk menafkahi, jika suami tidak ada. Dan jika pihak-pihak yang berkewajiban menafkahi memang tidak ada, maka negaralah yang akan menjamin pemenuhan kebutuhan para ibu. Demi suksesnya peran strategis tersebut, Islampun tak membebani perempuan dengan tugas-tugas berat yang menyita tenaga, pikiran dan waktunya seperti dengan menjadi penguasa. Islam hanya mewajibkan mereka mengontrol penguasa dan menjaga pelaksanaan syariat di tengah umat dengan aktivitas dakwah dan muhasabah, baik secara individu maupun secara jamaah. Islam bahkan mewajibkan para penguasa menyediakan seluruh fasilitas yang menjamin pelaksanaan tugas mereka sebagai ibu generasi, yang mencetak generasi pemimpin, seperti halnya fasilitas pendidikan dan kesehatan sehingga kaum perempuan memiliki kecerdasan sebagai pendidik dan kualitas kesehatan yang mumpuni, juga kewajiban menjamin keamanan bagi rakyat yang memungkinkan kaum perempuan bisa berkiprah di ruang publik sesuai batasan syariat yang diberikan. Sungguh telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa perempuan dimuliakan dalam sistem islam, tidak hanya kaum perempuan tapi juga umat secara keseluruhan.

Wawlohu'alam bisshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post