Biaya Kesehatan Bukan Hanya Angan-Angan

Oleh : Innama 
(Ibu Rumah Tangga)

Pada 24 Oktober 2019 lalu,  Presiden Jokowi sudah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) 75/2019 tentang Perubahan atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan ditekennya Perpres 75/2019, kenaikan premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang menimbulkan polemik di masyarakat itu pun resmi berlaku mulai 1 Januari 2020 mendatang dan menyasar seluruh kelas peserta BPJS Kesehatan.

Keputusan Presiden ini benar-benar tidak memihak rakyat. Negara seharusnya bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan publik, terjangkau dengan kualitas terbaik. Pemimpin diangkat oleh rakyat untuk mengurusi urusan mereka. Sehingga pemimpin bertanggung jawab menjalankan fungsi pelayanan. Tindakan penguasa melepaskan tanggung jawabnya dapat dinilai sebagai bentuk kezaliman.
Islam adalah solusi yang sesungguhnya bagi setiap persoalan kehidupan manusia, tidak terkecuali persoalan pelayanan kesehatan. Karena, dilandaskan pada akidah yang sahih, bersumber dari wahyu Allah subhanahu wata’ala.  
  Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، آمِنًا فِي سِرْبِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan, dan rumahnya; dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya.” (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrâd, Ibn Majah dan Tirmidzi).
 
Dalam hadis ini, kesehatan dan keamanan disejajarkan dengan kebutuhan pangan. Ini menunjukkan bahwa kesehatan dan keamanan statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Kesehatan bukan barang ekonomi yang memiliki harga, sehingga bisa diperjualbelikan kepada masyarakat. Bahkan, dalam pandangan Islam, negara dilarang menarik harganya kepada masyarakat walau sedikit. Sebab negara dan pemerintah adalah raa’in, pelayan umat penyelenggara urusan publik.
 
Islam hanya mengenal prinsip pembiayaan kesehatan berbasis baitul mal yang bersifat mutlak. Sumber-sumber pemasukan baitul dan pintu-pintu pengeluarannya sepenuhnya berlandaskan ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala, agar negara memiliki finansial memadai untuk pelaksanaan berbagai fungsi pentingnya, termasuk pembiayaan kesehatan antidefisit. Baik termaktub dalam Alquran dan Sunah, maupun apa yang ditunjukkan oleh keduanya berupa ijmak sahabat dan qiyas.
 
Salah satu sumber pemasukan baitul mal adalah harta milik umum berupa sumber daya alam dan energi dengan jumlah berlimpah. Dari sumber daya energi saja sudah luar biasa memadai, karena di Indonesia ada 128 cekungan migas. Seperti Blok migas raksasa Masela di kepulauan Tanimbar Maluku, Blok Cepu, Blok Natuna, Blok Rokan, Blok Maratua, dan Blok Nunukan dengan potensi 10 besar dunia.
Lebih dari pada itu, sejarah membuktikan penerapan paradigma Islam yang sahih tentang kesehatan, fungsi negara, dan pembiayaan serta pelaksanaan sistem kehidupan Islam secara total dalam bingkai Khilafah benar-benar memberikan pelayanan kesehatan terbaik selama puluhan abad bagi setiap individu publik. Sampai-sampai bagi yang berpura-pura sakit sekalipun. Bahkan, fakta sejarah peradaban menunjukkan pelayanan kesehatan Khilafah yang dilandaskan pada paradigma Islam yang sahih adalah yang terbaik sepanjang masa.
 
Ruang pelayanan kesehatan benar-benar meraih puncak kemanusiaan. Salah satu buktinya dipaparkan sejarawan berkebangsaan Amerika, Will Durant, rumah sakit Al Manshuri (683 H/1284 M) Kairo, sebagai berikut, “…Pengobatan diberikan secara gratis bagi pria dan wanita, kaya dan miskin, budak dan merdeka; dan sejumlah uang diberikan pada tiap pasien yang sudah bisa pulang, agar tidak perlu segera bekerja…“. [W. Durant: The Age of Faith; op cit; pp 330-1]
Kehadiran sistem kehidupan Islam, Khilafah adalah kebutuhan yang mendesak bagi bangsa ini dan dunia, dengan izin Allah SWT akan hadir kembali sebagai obat dan penyembuh berbagai persoalan dan “penyakit” yang ditimbulkan oleh sistem kehidupan sekularisme-kapitalisme, dalam hal ini defisit kronis pembiayaan kesehatan neoliberalisme dan krisis pelayanan kesehatan yang ditimbulkan hingga ke akar persoalan.
 
Sehingga, segera terwujud pelayanan kesehatan gratis yang mudah diakses kapan saja, di mana saja, oleh siapa saja. Tidak saja ada, tetapi dengan derajat kemanusiaan tertinggi, mengutamakan prinsip-prinsip kedokteran terkini dengan berbagai kemajuan teknologinya, di samping menyejahterakan semua pihak. Baik publik, rumah sakit, maupun insan kesehatan.
Wallahu a’lam bish showaab..

Post a Comment

Previous Post Next Post