Perempuan Butuh Syariat Islam, Bukan RUU PKS

Oleh : Kusmiati, S.Pd

Wacana RUU - PKS yang semakin memanas akhir-akhir ini yang dikoarkan  oleh kelompok feminis dan liberal mengantarkan pada pemikiran kenapa ada Rancangan Undang-Undang ini?  Kaum feminis maupun liberal memiliki dalih tersendiri terkait dengan wacana tersebut seperti ketika melihat semakin maraknya kasus yang dialami perempuan terutama pada kasus kekerasan seksual. Kasus yang merupakan topik yang selalu diberitakan maupun diperbincangkan oleh masyarakat. 

Seperti pada akhir-akhir ini banyak sekali kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang terdekat maupun oleh orang luar dan itu semakin menjamur. 

Lantas seperti apa muatan dari RUU- PKS  ini sehingga kaum liberal maupun feminis terus mendesak DPR untuk mensahkannya. RUU - PKS secara ringkasnya antara lain memuat sebuah aturan bahwa ketika hubungan seksual yang dilakukan oleh kedua pasangan dengan rasa saling suka, hal itu tidak bisa dipidanakan sebaliknya jika salah satunya merasa dirugikan atau terpaksa sehingga melaporkan ke pihak yang berwajib, hal itu baru dapat dipidanakan maupun di proses. Bukankah Rancangan Undang-Undang ini dibuat untuk melindungi perempuan? Lantas perempuan mana yang dilindungi? 

Reaksi berbeda datang dari pihak yang menolak RUU-PKS ini antara lain dari  Majelis Nasional Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) menyatakan sikap menolak RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sedang dibahas DPR dengan pertimbangan melanggar norma agama serta sarat dengan muatan feminisme dan liberalisme.

Majelis Nasional Forhati menyatakan hal itu melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Senin, yang ditandatangani Koordinator Majelis Nasional Forhati, Hanifah Husein, serta Sekretaris Majelis Nasional Forhati, Jumrana Salikki. "Secara sosiologis, ada muatan yang sarat dengan feminisme dan liberalisme, sehingga RUU PKS ini memungkinkan munculnya celah legalisasi tindakan LGBT, serta pergaulan bebas," kata Husein.

Majelis Nasional Forhati juga menilai, secara filosofis RUU PKS ini bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka katakan, dianut bangsa Indonesia.

Menurut Husein dan Malikki, kedua faktor yang dinilai tidak sesuai dengan norma bangsa Indonesia itu merupakan hasil kajian Majelis Nasional Formati. ( AntaraNews.com) 

Menelisik lebih dalam terkait dengan penyebab semakin maraknya kasus kekerasan seksual pada perempuan tidak lepas dari tidak dipakainya aturan Allah yang memerintahkan, salah satunya hendaknya wanita menutup aurat dan bersinergi dengan laki-laki yang diwajibkan untuk menundukan pandangannya. Inilah salah satu dampak di anutnya sistem sekuler Demokrasi Kapitalis Liberal sehingga nampak kerusakan yang terjadi. Dan jangan pernah dilupakan bahwa RUU-PKS  ini adalah salah satu agenda barat untuk  menghancurkan umat islam lebih-lebih generasinya lewat serangan pemikiran guna untuk mendiskreditkan islam. 

Melihat banyaknya persoalan yang menimpa perempuan, Tidak ada solusi lain untuk melindungi perempuan kecuali diterapkan syariat islam secara Kaffah mulai dari membentengi diri sendiri dengan aqidah islam, kontrol masyarakat dengan saling mengingatkan sampai kepada peran negara yang harus menjadikan islam tidak hanya sebatas agama ritual semata melainkan sebagai aturan yang di muat di dalam Undang-undang, sehingga  perempuan mulia dibawah payung syariat islam seperti pada awal datangnya islam sampai pada masa-masa kejayaan islam. 
Wallahu alam.
Previous Post Next Post