Penyakit Impor (Islamophobia) yang Menjangkiti Negeri Mayoritas

Oleh : Heni Kusmawati, S.Pd

Indonesia adalah negeri dengan mayoritas penduduknya muslim. Namun  jumlah mayoritas bukan berarti kaum muslim bebas melaksanakan syariat dari Penciptanya yakni Allah Swt. Sebut saja beberapa syariat yang semestinya melekat pada muslimah dipermasalahkan. Di Mataram NTB pada tahun 2015 silam, salah satu Mal melarang pegawainya berhijab. Hal serupa terjadi di SDN  Karangtengah 3 Wonosari, sekolah mengeluarkan surat edaran dengan mewajibkan siswa menggunakan pakaian muslim. Ternyata itu menimbulkan polemik bagi masyarakat (liputan6.com).

Tidak hanya terkait jilbab bahkan semua yang berkaitan dengan islam berupa simbol-simbol keagamaan tak luput sorotan. Khilafah yang merupakan ajaran islam dipermasalahka. Seperti yang dilansir viva.co.id, wakil presiden terpilih Ma'ruf Amin menyampaikan dalam acara halal bihalal Dewan Masjid Indonesia di Grand Sahid Jaya, Jakarta pada tanggal 17 Juli 2019 lalu bahwasannya khilafah tertolak di Indonesia karena menghalangi kesepakatan bersama.

Senada dengan wakil presiden, Menkopolhukam Wiranto, menyampaikan bahwasannya eks HTI tidak boleh menyebarkan khilafah karena bertentangan dengan pancasila dan NKRI. Larangan tersebut tidak hanya untuk eks HTI tetapi dari ormas lain juga. Jika ada yang melanggar akan dikenai sanksi (detiknews.com).

Semestinya pemerintah mendukung segala hal yang dilakukan oleh rakyatnya. Apalagi yang dilakukan tidak terbukti merusak. Penggunaan jilbab, cadar, bendera tauhid dan ajaran-ajaran islam lainnya menunjukkan identitas mereka sebagai kaum muslim. 

Pelarangan seperti ini bukan baru-baru ini terjadi, bahkan jauh sebelum itu.  Melalui Undang-undang, kebijakan atau tindakan pejabat negara. Rakyatnya dibatasi dalam hal keagamaan.

Menurut laporan lembaga penelitian yang bermarkas di Washington, pembatasan keyakinan dan praktek keagamaan meningkat tajam di seluruh dunia. Penelitian ini menemukan bahwa sebanyak 52 pemerintah memberlakukan batasan dalam level yang tinggi terhadap hal yang terkait agama.

Pembatasan terkait keagamaan oleh rezim tidak terlepas dari kepentingan tertentu. Demi mempertahankan sistem buatan manusia yang selama ini diagung-agungkan, dimana lewat sistem ini, mereka berhasil menduduki kursi jabatan, petinggi negara menunjukkan ketakutan yang berlebihan terhadap islam. Seolah islam lah penyebab munculnya masalah. Ketidakadilan ditunjukkan oleh rezim pada kaum muslim. Simbol-simbol islam dipermasalahkan sementara simbol PKI, LGBT dibiarkan. Pengajian dibubarkan, dangdutan dibiarkan,  situs-situs islam diblokir sementara situs-situs porno dibiarkan dan lain-lain. 

Maka dari itu, menjadi kewajiban bagi kita sebagai kaum muslim khususnya pengemban dakwah agar terus mendakwahkan islam. Karena ketakutan rezim akan eksistensi islam juga dialami oleh para nabi terdahulu. 

Nabi Muhamad Saw dipersekusi oleh rezim Mekkah. Mereka mengetahui konsekuensi dari dakwah Rasul. Dakwah Rasul dianggap meresahkan, membahayakan jabatan yang sudah lama mereka diduduki. Untuk itu, mereka menghalangi dakwah rasul, mereka menuduh rasul gila, penyihir dan tuduhan yang tidak masuk akal.

Hal yang sama terjadi saat ini. Dan pengemban dakwah harus terus memperjuangkan islam hingga islam betul-betul diterapkan di seluruh dunia.
Wallahua'lam.
Previous Post Next Post