Liberalisasi Keluarga Sumber Malapetaka 


Oleh: Subaidah 
Anggota Akademi Menulis Kreatif

Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga

Penggalan lirik lagu di atas menggambarkan bahwa keluarga yang kita miliki merupakan harta yang sangat berharga dan menjadi dambaan dalam setiap rumah tangga. 

Melihat pentingnya hubungan antara anggota keluarga, majelis umum PBB pada tahun 1993 memproklamasikan hari keluarga Internasional pada 15 Mei lewat resolusi A/RES/47/237. Dan untuk peringatan Hari Internasional Keluarga 2019 mengambil tema “Aksi Keluarga dan Iklim: Fokus pada SDG13”. Tema ini berkaitan dengan perubahan iklim dan bagaimana keluarga dapat membantu dalam memberantasnya melalui kesadaran dan pendidikan. (cgtrend.blongspot.com (05/2019))

Dan di dalam negeri sendiri perayaan hari keluarga nasional (HARGANAS) setiap tahunnya diperingati pada 29 Juni. Dan tahun ini akan digelar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada awal Juli dengan mengambil tema "Hari Keluarga, Hari Kita Semua", dengan slogan "Cinta Keluarga, Cinta Terencana". (Suara.com (20/6/2019))

Menurut Lismomon Nata (Sosiolog/ Widyaiswara Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Barat) tema yang diambil dalam HARGANAS tahun ini "Hari keluarga, Hari Kita Semua" dalam rangka menghidupkan kembali kesadaran akan arti penting keluarga dalam tatanan kehidupan sosial, dimana beberapa waktu belakangan ini terkesan terabaikan. (bkkbn.go.id(17/6/2019))

Beberapa tahun terakhir, bumi seolah tak pernah absen dari berbagai musibah. Tak sedikit diantaranya yang memakan korban jiwa, termasuk di Indonesia. Sebagaimana laporan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyebutkan bahwa 90 persen bencana yang terjadi pada tahun 2018 adalah bencana hidrometeorologi atau bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca. Hal ini disebabkan oleh terjadinya dampak climate change (perubahan iklim).

Perubahan iklim ini juga memberi dampak serius terhadap berbagai sektor, di antaranya sektor kesehatan, pertanian, dan perekonomian. Perekonomian yang semakin sulit serta dikuasai segelintir orang, membawa kesenjangan diberbagai bidang. Dan secara tidak langsung mengikis peran orang tua khususnya ibu, yang banyak berperan dalam pola pengasuhan anak. Kebutuhan primer dan sekunder yang semakin mahal menuntut seorang perempuan untuk bekerja dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan yang semakin banyak.

Saat kedua orang tua memiliki rutinitas yang menghabiskan banyak waktu karena bekerja, maka berdampak tidak ada kedekatan hubungan dan rasa antara orang tua dengan anak yang memiliki relasi kuat sebagai faktor penyebab terjerumus atau tidaknya anak pada masalah sosial, seperti perilaku menyimpang, tindakan kriminal dan narkoba bahkan bisa saja menjadi penyebab keluarga menjadi berantakan.

Keluarga adalah institusi terkecil di dalam masyarakat. Dari keluargalah awal generasi penerus terbentuk, kualitas generasi ini ditentukan oleh pengasuhan dan pendidikan di dalam keluarga. Itulah sebabnya, kualitas keluarga juga akan mewarnai generasi dalam masyarakat serta sebuah negara. 

Kehidupan Sekuler Liberal Biang Kerusakan Keluarga

Kehidupan yang serba bebas serta meninggalkan aturan-aturan Sang Pemilik Kehidupan yakni Allah swt. Dimulai dengan lemahnya akidah dan pemahaman aturan-aturan Islam serta konsep pernikahan dan keluarga, adanya ide emansipasi atau keadilan dan kesetaraan gender (KKG) yang menjauhkan para muslimah dari penyempurnaan peran seorang ibu, hingga gencarnya serangan pemikiran dan budaya sekuler yang rusak dan merusak akibat paham liberalisme yang menawarkan kebebasan. Serta sistem ekonomi kapitalis berperan besar bagi kehancuran keluarga Indonesia dengan berakhirnya sebuah ikatan keluarga atas nama perceraian.

Maka, perlu adanya upaya serius menyelamatkan keluarga dan generasi Indonesia dari arus kapitalisme dan liberalisasi keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari bahaya kehancuran benteng pertahanan terakhir umat yang darinya terlahir generasi-generasi pemimpin masa depan.

Aturan Islam Sebagai Pondasi Dalam Keluarga

Perekat bangunan keluarga adalah kesadaran hak dan kewajiban bagi tiap-tiap anggota keluarga. Allah mensyariatkan ada pada diri ibu, bapak dan anaknya dengan maksud untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga sesuai dengan fungsi masing-masing keluarga.

Dalam pandangan Islam, selain memiliki fungsi sosial, keluarga juga memiliki fungsi politis dan strategis. Secara sosial, keluarga adalah ikatan terkuat yang berfungsi sebagai pranata awal pendidikan aqidah, dengan bapak dan ibu sebagai sumber pengajar pertamanya, sekaligus sebagai tempat membangun dan mengembangkan interaksi harmonis untuk meraih ketenangan dan ketentraman hidup satu dengan yang lainnya. 

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang bertakwa” (TQS al Furqaan:74)

Secara politis dan strategis, keluarga berfungsi sebagai tempat yang paling ideal untuk mencetak generasi unggulan, yakni generasi yang bertakwa, cerdas dan siap memimpin umat membangun peradaban ideal di masa yang akan datang, sebagaimana telah terbukti berhasil membangun peradaban ideal umat Islam di masa lalu hingga umat Islam muncul sebagai khoiru ummah.

Sungguh hanya dengan berlandaskan syariat Islam dalam membangun rumah tangga maka akan tercipta keharmonisan hubungan antar keluarga, dimana akan selalu didapati hari-hari bersama keluarga karena berjalan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya, tercipta pula cinta kasih kepada anggota keluarga berdasarkan cinta karena Allah.

Wallaahu a'lam bish showab.
Previous Post Next Post