HAM, Omong Kosong Barat

Penulis : Irohima


Kebijakan hukum pidana syariah yang resmi dikeluarkan Rabu, 3 April 2019 oleh kesultanan Brunei Darussalam tentang penetapan hukuman rajam sampai mati bagi para pelaku homoseksual mengundang aksi protes keras dan kecaman dari berbagai kalangan, khususnya para aktivis kaum pelangi.

Sejumlah selebritas dunia seperti George Clooney, Elton Jhon dan lain lain turut menyerukan pemboikotan kepada sejumlah hotel mewah yang dimiliki Sultan Brunei Darussalam di luar negeri, seperti Dorchester Hotel dan 45 Park Line di Inggris, gelar kehormatan yang diberikan kepada sultan Halsanah Bolkiah pun oleh beberapa universitas ternama seperti Oxford, Universitas of Aberdeen dan Kings Collage terancam di cabut.

Kesultanan Brunei Darussalam kini menjadi fokus dunia barat karena kebijakannya menetapkan hukum pidana syariah yang resmi diberlakukan terkait rajam sampai mati bagi homoseksual. Hukuman mati juga berlaku untuk sejumlah pelanggaran seperti pemerkosaan, sodomi, perzinahan, perampokan dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Untuk para pencuri akan dikenakan sanksi amputasi, bagi wanita lesbian akan dikenakan cambuk 40 kali atau penjara 10 tahun.

Hukum ini adalah kelanjutan dari hukum syariah yang diterapkan kesultanan Brunei sejak tahun 2014 yang berdampingan dengan hukum konvesional, Saat itu kebijakan yang di keluarkan baru sebatas sanksi bagi laki laki yang tidak sholat jumat dan wanita yang hamil diluar nikah.

Brunei Darussalam termasuk  negara pertama  di Asia Tenggara  yang mengimplementasikan hukum syariah, setelah Arab Saudi, Mauritania, dan Iran. Meski beberapa tahun terakhir mereka tidak mengimplementasikan nya secara jelas.

Kecaman dan aksi protes dunia barat terhadap sikap Brunei yang dianggap sebagai salah satu kejahatan HAM bukanlah hal yang baru kali ini terjadi, kecaman terhadap beberapa  hukum syariat yang menjadi bagian dari ajaran Islam kerap terjadi, tak hanya di Brunei bahkan hampir di seluruh dunia bila ada hukum syariah mewarnai suatu negeri akan langsung mereka intervensi.

Sejatinya kriminalisasi terhadap ajaran Islam telah berlangsung sejak lama. Stigma negatif yang selama ini diciptakan barat terhadap islam adalah salah satu upaya menghadang pertumbuhan akan kebangkitan Islam. Pasca berakhirnya era perang dingin, Islam menjadi satu satunya ancaman bagi barat dan sekutunya serta menjadi musuh ideologis abadi. Barat melihat Islam paling potensial menjadi rival mereka di masa depan hingga ragam pemahaman dan aksi menentang ajaran Islam dibuat untuk melumpuhkan Islam demi menancapkan peradabannya.

Opini menyesatkan bahwa Islam penuh kebencian serta sanksi hukuman yang dinilai kejam terus di gulirkan. Sama halnya yang terjadi di Brunei, penerapan hukum Islam di negara yang notabene mayoritas muslim pun mereka intervensi dengan berbagai dalih HAM, Hak asasi manusia versi barat tentunya. Padahal mereka menutup mata atas apa yang terjadi di Palestine Rohingya, Suriah, Yaman, dan negeri muslim yang lain, yang terjadi di negeri muslim bukanlah persoalan HAM lagi tapi sudah menjadi genoside, namun fakta tersebut tak juga bisa dikatakan sebagai pelanggaran HAM bahkan PBB, organisasi perserikatan bangsa bangsa yang bertugas menjaga perdamaian dunia pun tak bisa berbuat banyak, kita tak bisa berharap akan keadilan HAM pada PBB.

Perbedaan pemahaman tentang HAM kadang menjadi polemik dan sering dijadikan alat untuk menyerang umat Islam oleh orientalis barat dengan memanfaatkan pihak pihak tertentu atau bahkan organisasi yang berskala internasional seperti PBB, pelanggaran HAM menurut mereka adalah bila kepentingan dan kebebasan individu atau sekelompok orang terganggu. Entah apa yang ada di benak mereka?

Begitu banyaknya peristiwa yang memperlihatkan pelanggaran HAM secara massal dan biadab yang menimpa kaum muslim di beberapa negara konflik tak juga bisa membuat mata hati mereka terbuka. Jelas lah sudah kemana arah keberpihakan mereka. Perbedaan yang begitu mencolok antara HAM versi barat dan Islam bagai malam dan siang. HAM barat yang bersifat antroposentris atau segala sesuatu berpusat pada kepentingan dan kebebasan manusia dan menjadikan kebebasan manusia sebagai tolok ukur segala sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan Tuhan jelas menyiratkan kekufuran yang nyata. Kaum kafir akan lantang bersuara jika kepentingan nya tersentuh tapi akan diam seribu bahasa jika kepentingan kaum muslim yang terganggu.

Sementara dalam Islam, HAM bersifat teosentris atau segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Allah SWT yang menjadi tolok ukur segala sesuatu,karena manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada Rabb nya. Bagi barat manusia adalah segala galanya sedangkan kita umat islam justru aturan dan hukum Allah adalah segala galanya.Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai nilai hak azazi manusia bahkan konsep itu muncul lebih dahulu dibanding dengan konsep HAM dan pemikiran barat, karena melihat dari sejarah, HAM versi barat muncul setelah adanya revolusi perancis berlatar belakang penindasan di Negara Eropa. Sementara dalam Islam, umat tak pernah mengalami penindasan.

Islam betul betul menjamin hak hak azazi setiap manusia, menjaga nyawa, harta, tanah, darah dan jiwa kaum muslim melebihi agama apapun di dunia ini. Kebebasan dalam Islam yang dibatasi oleh syariat membentuk manusia menjadi mulia dengan prilaku yang beradab ,berakhlaq dan bermoral serta segala yang dilakukan hanya bertujuan mencapai ridla Allah semata hingga mencapai tatanan masyarakat yang berperadaban tinggi untuk menjadi kan Islam rahmatan lil alamin.
Wallahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post