Mengapa Harus Dilan??

Penulis : Nuraisah Hasibuan S.S.
(Perum II, Tangerang)
Email: nuha.nuraisahhasibuan@gmail.com

Tanggal 24 Februari ditetapkan sebagai hari Dilan. Tak tanggung-tanggung, Walikota Bandung, Ridwan Kamil, mengundang semua pemain film Dilan dan mereka melakukan pawai keliling Bandung. Tidak cukup sampai di situ, seluruh bioskop di Kota Kembang menayangkan film Dilan sepanjang hari, mulai bioskop buka hingga tutup. Dan yang paling menarik perhatian adalah dibangunnya monumen di salah satu taman di Bandung, sebuah pojok dengan nama Dilan!

Siapakah Dilan ini? Tampak Apakah ia seorang pemuda berprestasi yang telah membawa nama Indonesia ke kancah internasional? Ataukah ia seorang penemu muda dengan inovasi baru yang membawa maslahat bagi banyak orang?  Siapakah dia sampai-sampai seorang Walikota Bandung merasa perlu membuat monumen atas namanya?

Sebelum lebih jauh membahas tentang Dilan, mari kita lihat ada berapa taman di negeri ini yang dinamai dengan nama orang. Yang paling terkenal mungkin hanya Taman Islamil Marzuki di Jakarta dan taman R.A. Kartini di Jepara. Dan kedua tokoh inipun memang sudah tidak asing lagi bagi warga Indonesia. Siapa yang tak kenal R.A. Kartini? Seorang bangsawan bersahaja yang peduli dengan pendidikan wanita pribumi. Siapa pula yang tak hapal lagu ‘Gugur Bunga’ dan ‘Indonesia Pusaka’  ciptaan  Ismail Marzuki?

Lalu Dilan ini, sumbangsih apa yang sudah diberikannya pada negeri ini? Ia hanyalah tokoh fiktif karangan seorang novelis. Lalu layakkah seorang tokoh fiktif dijadikan ikon untuk sebuah taman. Demi apa?

Kalau mengutip ucapan menteri Pariwisata, Arief Yahya. Katanya film sangat berpengaruh besar pada pariwisata. Menurutnya, beberapa film berhasil membuat wisata ke Bali meningkat. Sehingga ia mendukung penuh pembangunan Pojok Dilan untuk menarik pariwisata ke Bandung. Pak menteri mungkin harus lebih mencermati jenis-jenis film apa yang dimaksudkannya telah menarik pariwisata ke Bali. Di film-film tersebut ditampilkan keindahan alam Bali serta unik dan kayanya khazanah budaya setempat. Nah, kalau film yang hanya menggambarkan pemuda tampan namun gemar tawuran dan menaklukkan hati wanita, Dilan tentu kalah jauh dengan oppa-oppa yang ada di drama-drama Korea.  

Bukannya tidak mendukung geliat perfilman nasional dan peningkatan pariwisata, tetapi alangkah baiknya jika pada kedua hal ini yang lebih ditonjolkan adalah kwalitas. Karena kwalitas akan abadi dikenang, namun euphoria akan hilang sesuai selera pasar.

Semoga Walikota Bandung mempertimbangkan kembali rencana pembangunan pojok ini, mumpung masih peletakan batu pertama. Karena banyak pahlawan dan orang-orang hebat anak negeri yang lebih layak dikenal dan dikenang anak-anak muda Bandung.

Post a Comment

Previous Post Next Post