Liberalisasi Film dan Minim Edukasi, Bagaimana Nasib Generasi Negeri?

Oleh : Ummul Haq Z 

Film berjudul dua garis biru yang telah ditayangkan pada 11 Juli kemarin menuai kontroversi. Sebagian khalayak mendukung dirilisnya film tersebut karena dianggap mengedukasi pemuda agar tidak terjerumus free sex. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN menyatakan film Dua Garis Biru dapat membantu dalam mengedukasi remaja mengenai kesehatan reproduksi, perencanaan kehidupan dan nilai-nilai lain kepada remaja yang lebih tepat dengan menggunakan media film. (Antaranews.com).

Sementara itu, petisi yang digagas gerakan proesionalisme Mahasiswa Keguruan Indonesia di Change.org menilai ada beberapa scene di trailer yang menunjukkan situasi pacaran remaja yang melampaui batas. Tontonan tersebut dapat mempengaruhi remaja untuk meniru apa yang dilakukan di film. (m.detik.com)

Film Sarat Liberalisasi
Film merupakan salah satu mentor dan media membentuk pemikiran masyarakat. Seperti pendapar Mar’at (1982) menyatakan media pada umumnya dapat mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan penonton. Hal ini tentu bisa menjadi energi positif bagi penontonnya. Namun, juga bisa jadi racun yang “membunuh”. Hasil penelitian Diahloka (2012) dalam Jurnal Reformasi menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara judul film, aktor & aktris, adegan mesra, adegan kekerasan, isi film/cerita dalam mempengaruhi moral remaja. Hasil analisis membuktikan bahwa adegan mesra paling siginifikan dalam mempengaruhi perkembangan moral remaja. 

Edukasi kesehatan reproduksi, perencanaan kehidupan, maupun penanaman nilai-nilai anti sex bebas merupakan keniscayaan yang memang harus diberikan kepada generasi muda. Namun, perlu dikritisi lagi apakah memang edukasi yang tepat adalah melalui film yang menayangkan sex bebas, dan beragam aktivitas amoral lainnya dihadapan generasi muda yang umunya labil dalam menentukan sikap.

Ditengah arus liberalisasi dan komersialisasi, generasi muda memang dikelilingi oleh bahaya-bahaya pemikiran rusak. Film yang ditayangkan jauh dari nilai-nilai edukasi. Demi meraup laba, industri perfilman dengan sigap mencari peluang memproduksi film dan menayangkannya tanpa memperhatikan standar haq dan batil. Hal ini pun dilegalkan dan bahkan diberi dukungan oleh penguasa yang juga merasa diuntungkan dengan film ini.

Banyaknya industri perfilman yang menayangkan adegan kemasraan, cerita dua insan yang bercinta dalam pacaran seakan menjadi hal yang sudah biasa dan dibenarkan, sebab sudah menjadi tontonan dan kebiasaan. Pergeseran nilai-nilai moral terjadi salah satunya karena media yang dikonsumsi publik sarat liberalisasi dan konten yang tidak mendidik. Dahulu pakaian terbuka dan pacaran adalah sesuatu yang tabu dikenal. Sekarang, pacaran sudah digandrungi pemuda-pemudi, pakaian terbuka pun sudah jadi fashion style ditengah masyarakat. 

Abainya negara dalam mengatur dan mengatasi konten-konten berbahaya dalam film dan media lainnya menjadi bukti gagalnya sistem ini membentuk generasi cerdas dan bermoral. Kebebasan berekspresi, berpendapat menjadi tameng peindung dalam menyebarkan konten-konten minim edukasi dan sarat dengan liberalisasi. Ditambah sistem pendidikan yang sekuler juga membetuk pemuda tak tentu arah, galau dan tidak memahami standar perbuatannya haq dan bathil. Pendidikan dalam keluarga oleh orangtua yang juga belum mampu memberikan pendidikan yang tepat kepada anak dalam bergaul sesuai islam. Kekayaan dan standar kapitalis lainnya menjadi standar pembentukan kepribadian anak oleh orangtua. Hal ini juga tidak terlepas darui peran negara yang minim edukasi dalam upaya mendidik calon orangtua. Akhirnya masyarakat tergerus oleh nilai-nilai kapitalis liberali yang secara tidak langsung dibentuk oleh penerapan sistem yang bathil ditengah ummat.

Film dan Edukasi dalam Islam
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki seperangkat aturan yang mengatur tentang segala lini kehidupan termasuk penyebaran inormasi, maupun hiburan.

Dalam islam, film merupakan salah satu wasilah dakwah dan edukasi nilai-nilai kebaikan. Negara akan mengawasi dalam aktivitas produksi maupun distribusi film  melui media massa. Negara akan memastikan tidak terjadi pelanggaran hukum syara’ dalam aktivitas produksi hingga penayangan film tersebut. Film yang akan ditayangkan harus dipastikan mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan menjadi sarana bagi negara dalam mendakwahkan islam ke tengah-tengah ummat. Aktivitas pacaran, membuka aurat, riba, dan film-film yang melalaikan ummat dari ketaatan tidak akan ditayangkan. Akibatnya, film akan menjadi mentor-mentor kebaikan bagi ummat sehingga memperbaiki pola pikir dan sikap ummat.

Sanksi yang tegas juga akan diterapkan untuk menindak oknum yang tidak menaati hukum syara’ dalam aktivitas produksi hingga distribusiya. Khalifah akan memberikan ta’zir bagi pelakunya. Hal ini menjadikan ummat cemerlang dengan islam. Ditambah lagi sistem pendidikan, ekonomi, sosial, politiknya berlanadaskan islam. Tentunya hal ini menjadi support dalam membentuk generasi berkarakter mulia dan cerdas.  
Previous Post Next Post