Menyikapi Rasa Marah Sesuai Tuntunan Islam

Penulis : Sania Nabila Afifah
Komunitas Muslimah Rindu Jannah.

Manusia adalah makhluk yang dibekali oleh Allah dengan potensi yaitu salah satunya adalah naluri baqa (naluri untuk mempertahankan diri). Tentunya jika manusia ingin menyalurkan naluri tersebut haruslah sesuai dengan aturan Allah. Dan marah adalah salah satu dari sikap yang muncul naluri baqa. Yang mana di dalam islam manusia dituntun untuk menyalurkan sesuai dengan syariah. Sebagaimana yang telah Rasulullah contohkan. Tetapi sayangnya karena saat ini umat telah jauh dari ajaran Islam maka yang terjadi manusia bertingkah dan bersikap bak binatang. Tidak bisa mengontrol emosinya disebabkan hal yang sangat sepele hingga terjerumus kepada pembunuhan.



Dilansir dari Surya.CO.ID, Bengkulu- beredar Video pengakuan seorang suami yang usai membelah perut Istrinya yang hamil tua. Lalu mengambil bayinya di Bengkulu, menjadi viral Media Sosial (Medsos) dan WhatsApp (WA).


Petugas kepolisian sektor (polsek) Teluk Segara dan Kepolisian Resor (Resor) Bengkulu telah mendatangi lokasi kejadian dan melakukan Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).


Pemicu kemarahan suami yaitu Romi permasalahan cek-cok dengan sang Istri gara-gara HP. Setelah berjalan empat bulanan.

“ pertamakali ribut empat bulanan pak, masalah HP, jadi HP dia tu seperti ada menyimpan seperti kode, trus saya bilang apa, jujur aja gapapa, kata dia gapapa”

Hingga Romi lama-lama bertanya, istri balik ngotot, kadang saya diam kadang saya keluar, kadang juga ribut pokoknya.”


Dalam video itu, pelaku yang bernama Romi Septiawan (30) Mengaku tega membunuh Erni Susanti (29) sang istri yang dalam kondisi hamil tua karena terpancing amarah. Kejadian ini terungkap setelah Romi mendatangi rumah salah seorang warga dengan tangan berlumuran darah.



Astaghfirullah…..

Sadis sekali teganya menghabisi nyawa Istri sendiri hanya karena terpancing amarahnya hingga tega merenggut nyawa istri yang dalam keadaan hamil tua.


Dimanakah hati nuraninya sebagai manusia? 

Nyawa manusia tak ada nilainya lagi. Jika kita melihat banyak sekali kasus pembuhunan. Manusia saat ini menjelma seperti syaithan, dan lebih buas daripada binatang.


Ketakutan akan dosa, halal haram tak lagi menjadi standar dalam melakukan perbuatan. Akal yang seharusnya digunakan untuk membedakan antara dirinya dengan binatang tak lagi berguna sedikitpun.


Semua ini disebabkan karena Sekulerisme yang merong-rong aqidah kaum muslim. Saat ini dijadikan dasar dalam membangun kehidupan bernegara. Sehingga menjadikan kaum muslim terpengaruh hingga memisahkan Agama dalam segala aspek kehidupan. Membunuh tak lagi menjadi hal yang tabu, melacur, selingkuh, membuka aurat, memakan riba dan lain sebagainya sudah menjadi wajar ditemui disekitar kita….kebebasan demi kebebasan menjadikan akhlaq manusia terpuruk jatuh sedalam-dalamnya. Ditambah lagi dengan tidak berfungsinya peran negara dalam mengurus urusan kehidupan manusia. yang saat ini hanya mengurusi urusan orang meninggal saja.


Petunjuk Nabi SAW Dalam Meredam Luapan Emosi

Marah termasuk sifat bawaan pada manusia yang sebenarnya mengandung kemaslahatan dan manfaat. Sebab, dikatakan orang yang tidak bisa marah, terdapat kekurangan pada dirinya. Hanya saja, kemarahan itu harus diterapkan pada tempatnya. Apabila melampaui batas dan rambunya, maka akan menimbulkan bahaya, sehingga akan merugikan dan menjadi sifat tercela.
Sebelum memuntahkan amarah kepada orang lain atau benda sekalipun, baiknya orang memperhatikan hadits berikut yang berisi pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seseorang yang meminta nasehat dari beliau.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab: “Janganlah engkau marah”. Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah”[2].
Pesan hadits di atas sudah sangat jelas mengenai celaan terhadap marah, sehingga juga memperingatkan orang agar menjauhi faktor-faktor pemicunya [3]. Sebab satu jawaban yang sama dilontarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk merespon satu permintaan yang diulang-ulang menjadi petunjuk akan efek besar yang ditimbulkan oleh emosi.
Oleh karena itu, dalam beberapa hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghadirkan beberapa terapi nabawi untuk meredam emosi:
1. Membaca isti’âdzah (doa mohon perlindungan) dari setan yang terlaknat.


سَمِعْتُ سُلَيْمَانَ بْنَ صُرَدٍ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ أَحَدُهُمَا فَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى انْتَفَخَ وَجْهُهُ وَتَغَيَّرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ

Diriwayatkan dari Sulaimân bin Shurd Radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah duduk di samping Nabi saat dua orang lelaki tengah saling caci. Salah seorang dari mereka telah memerah wajahnya, dan urat lehernya tegang. Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui perkataan yang bila diucapkannya, niscaya akan lenyap apa (emosi) yang ia alami. Andai ia mengatakan: a’ûdzu billâhi minasy syaithânir rajîm, pastilah akan lenyap emosi yang ada padanya [HR. al-Bukhâri no. 3282, Muslim no. 2610]
Landasan hadits ini adalah firman Allah Azza wa Jalla


وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui [al-A’râf/7:200]
2. Mengambil air wudhu
Dari Athiyyah as-Sa’di Radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah bersabda:
عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ 

الشَّيْطَانَ خُ


Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu [4]

3. Menahan diri dengan diam
Dari Ibnu Abbaas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

Barang siapa marah, hendaknya diam (dulu)

4. Merubah posisi dengan duduk atau berbaring
Dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلاَّ فَلْيَضْتَجِعْ

Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring (Hadits shahih)

5. Mengingat-ingat keutamaan orang yang sanggup menahan emosi dan bahaya besar yang timbul dari luapan amrah yang akan dijauhkan dari taufik.
Dari Muâdz Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ

Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan [Hadits shahih].

Wallâhu a’lam bish-showab

Post a Comment

Previous Post Next Post