Gelombang Panas Ekstrem Butuh Solusi Sistemik


Oleh : Risnawati
 (Pegiat Opini Muslimah Sultra)

Sebuah ironi, gelombang panas hampir terjadi di sejumlah negara di dunia.  Meski hal itu belum dianggap terjadi di Indonesia, namun perubahan suhu sudah dirasakan dan memberikan dampak besar bagi menjadi lebih sering dan lebih parah seiring dengan meningkatnya suhu global akibat perubahan iklim yang didorong oleh manusia, yang sebagian besar disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Karena itu, pemanasan global disebut menjadi salah satu alasan terjadinya cuaca panas ekstrim. Seperti dilansir dari detikInet, Jakarta - Asia dilanda cuaca panas ekstrem di beberapa wilayah. Kondisi ini sampai-sampai menimbulkan korban jiwa, seperti yang terjadi di India. Lantas apa penyebab cuaca ekstrim panas ini? Selasa (25/4/2023).

Kapitslisme global Akar Masalah

Penyebab problem gelombang panas ekstrem saat ini adalah akibat pemerintah tidak mampu mengelola SDA secara baik, misalnya belum mampu mencegah pembakaran hutan dan lahan (karhutla) gambut ribuan hektare oleh pemilik hak konsesi. Ini di satu sisi, di sisi lain pemerintah sendiri menjadi penyedia atau perantara bisnis puluhan juta ton Crude Palm Oil (CPO) per tahun melalui pengarusan agenda hegemoni climate change khususnya biodiesel/biofuel sawit. Sehingga, para korporasi perusahaan atau perkebunan sawit, penambangan makin tidak peduli kelestarian gambut dan lingkungan. Sehingga kelalaian negara dalam bentuk memberikan hak konsesi kepada korporasi penambangan dan perkebunan adalah faktor penting penyebab gelombang panas ekstrem yang berulang setiap tahun. Di saat yang bersamaan, korporasi diberi kewenangan begitu luas. Tidak saja menghalangi individu lain memanfaatkan lahan dan hutan yang berada dalam kawasan konsesi, namun juga negara tidak dibenarkan melakukan intervensi apapun sekalipun demi kemaslahatan publik. Selain itu,
Kelalaian negara berikutnya karena berkomitmen menjalankan agenda hegemoni climate change, khususnya program biodiesel/biofuel sawit. Seperti pada pertemuan G20 dan KTT yang selalu menyertakan pembahasan pemanasan global ini sebagai agenda internasional yang melibatkan negara barat dalam penyelesaiannya. Sementara, sejumlah bukti meyakinkan menunjukkan program biofuel sawit climate change atau investasi asing dalam  penambanga sebagai solusi pemanasan global hanyalah ilusi belaka. 

Karena itu, aktivitas penambangan dan
biofuel sawit justru menimbulkan jejak karbon ratusan kali lebih besar dari pembakaran energi fosil.
Tidak saja menjadi sumber kesengsaraan bagi jutaan orang, negara sebagai regulator, pemberian hak konsesi berikut program moratorium, jelas kelalaian negara yang bertentangan dengan Islam. Eksistensi agenda hegemoni climate change khususnya program biofuel sawit yang penuh dusta dan merusak, tidak dapat dipisahkan dari karakter sistem kehidupan sekuler yang rentan agenda hegemoni. Khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme. Sehingga, konsep-konsep batil ini harus diselesaikan segera.
Maka, problem gelombang panas yang melanda saat ini nyatanya merupakan masalah global yang membutuhkan solusi sistemik. Betapa tidak, saat ini dunia dalam cengkeraman kapitalisme nyata belum menunjukkan upaya nyata untuk menyelesaikan persoalan ini.

Islam Solusi Sempurna

Islam adalah solusi untuk persoalan global ini.  Dengan sistem Islam melalui penerapan Khilafah Islamiyyah akan ada satu kepemimpinan untuk menyelesaikan problem dari akar masalah utamanya.

Dengan demikian, jelaslah akar persoalan berlarut-larutnya problem pemanasan global terjadi, karena sistem kehidupan Islam tidak diterapkan. Artinya, hanya dengan kembali pada kehidupan Islam, Khilafah Islam terwujud kebaikan untuk seluruh alam. Sehingga tidak akan ada lagi pemanasan global yang terjadi akibat pembakaran hutan atau lahan gambut yang dilakukan oleh korporat asing dan aseng.

Selain itu juga tersedia secara sempurna ruang untuk normalisasi fungsi ekologi dan hidrologi gambut yang dibutuhkan dunia. Ada beberapa prinsip terpenting dalam Islam yang wajib diterapkan bahwa 
Sumberdaya alam dinegeri ini termasuk hutan dan lahan gambut memiliki fungsi ekologiso dan hidrologis termasuk sebagai paru-paru dunia yang dibutuhkan oleh puluhan juta jiwa. Karenanya, pada SDA berupa hutan dan lahan gambut merupakan kepemilikan harta milik umum. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air, dan api.” (HR. Abu Dawud).

Disisi lain, Negara adalah pihak paling bertanggung jawab menjaga kelestarian fungsi hutan dan lahan gambut. Rasulullah (saw.) menegaskan, artinya, “Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya).” (HR. Muslim). 
Artinya, apapun alasannya, negara haram sebagai regulator bagi kepentingan korporasi industri atau perusahaan asing yang memberikan mudharat bagi masyarakat. Sebaliknya, negara wajib bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya dalam pengelolaan Sumberdaya Alam termasuk hutan dengan tata kelola syariat Islam. Begitu pula pemulihan fungsi gambut yang sudah rusak serta antisipasi pemadaman bila terbakar.
Maka benarlah Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa (4): 141, artinya, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.

Jadi, apalagi yang ditunggu? Hanya Islam yang mempunyai solusi lengkap dan sempurna untuk menyelesaikan problem pemanasan global ini. Alhasil, syariat Allah satu-satunya syariat yang tepat menyelesaikan problem gelombang panas ekstrem ini. Wallahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post