Budaya Kekerasan Pada Generasi, Mengapa Tak Terhenti?


Oleh: Novalis Cinta Sari

Beberapa hari ini publik dikejutkan dengan berbagai ulah amoral para pemuda. Di antaranya adalah kasus penganiayaan pemuda berinisial D 17 tahun yang mana adalah putra petinggi GP Ansor, oleh anak pejabat pajak MDS 20 tahun dikarenakan seorang gadis AGH 15 tahun. Akibat penganiayaan ini, D mengalami koma, MDS menjadi tersangka dengan beberapa rekannya, dilakukannya penyelidikan terhadap harta kekayaan ayah MDS, AGH dikenakan sanksi di sekolahnya, dan MDS dikeluarkan dari kampusnya.

Selain kasus penganiayaan, juga terjadi kasus rudapaksa yang berujung pada kematian, mirisnya baik pelaku maupun korban masih duduk di bangku SMP. Fakta miris ini terjadi di kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Korban yang masih berusia 14 tahun ini pun akhirnya meninggal dunia usai diperkosa oleh 4 temannya. Sementara itu di daerah Purwakarta, polsek Pesawahan mengamankan 5 orang pemuda yang melakukan percobaan pencurian dengan kekerasan, rentang usia pelaku masih berumur 17 hingga 19 tahun.

Makin banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemuda menggambarkan ada yang salah dalam sistem kehidupan saat ini. Mulai dari gagalnya sistem pendidikan dalam membentuk anak didik yang berkepribadian Islam hingga lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar perilaku terpuji dan juga rusaknya masyarakat.

Semua itu adalah buah dari kehidupan yang berdasarkan paham sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan, aturan agama dikerdilkan untuk urusan personal). Sedangkan untuk urusan kehidupan umum, aturan yang dipakai berasal dari akal manusia yang terbatas. Alhasil tatkala akal dijadikan penentu hukum, tentu aturan yang terbentuk sarat akan kepentingan manusia. Contohnya pada bidang pendidikan, sistem yang berbasis sekularisme menjadikan orientasi sekolah bukan lagi menimba ilmu, namun bagaimana caranya agar bisa mencetak buruh terdidik.

Kebijakan ini akibat diterapkannya sistem kapitalisme. Maka tak heran anak-anak menjadi minus pemahaman agama sehingga sering bertindak amoral untuk menyelesaikan masalah. Tak hanya itu kesibukan orang tua yang bekerja dan abainya negara dalam membekali ilmu pengasuhan kepada calon orang tua semakin memperparah kenakalan remaja. Remaja yang jauh dari orang tua atau terlalu dimanja oleh orang tua cenderung mengedepankan ego, sehingga mereka akan mudah membuat anarkis untuk memuaskan rasa ego tersebut.

Negara juga hanya menindak pelaku kriminalitas tanpa ada upaya pencegahan. Bahkan negara sekuler kapitalisme ini mempersilahkan paham liberalisme maupun permisif untuk menggerogoti jiwa pemuda. Maka tak heran jika makin hari kasus amoralitas menjadi semakin marak.

Sangat berbeda dengan kualitas generasi yang dididik dengan sistem yang shahih, yaitu sistem Islam. Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas seluruh aspek kehidupan, sehingga menyadari dunia adalah tempat menanam kebaikan untuk dipanen di akhirat kelak.  Hal ini akan menjaga setiap individu untuk selalu menjaga perilaku selalu sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.  Islam juga mewajibkan masyarakat dan negara sebagai pilar yang menjaga umat selalu dalam kebaikan dengan menerapkan aturan-aturan-Nya secara kaffah.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post