Antara Pembelajaran Tatap Muka dan Klaster Baru di Sekolah



Oleh Musdalifah
(Mahasiswa Kurikulum dan Teknologi Pendidikan)

Pembelajaran tatap muka kembali di buka. Namun hal ini masih banyak yang menjadi pertanyaan sebab kondisi virus yang memungkinkan terjadinya claster baru di sekolah. Di sisi lain desakan publik terus bermunculan. Bagaimana tidak  pembelajaran daring telah berjalan setahun dan membawa banyak efek negatif. Mulai dari angka putus sekolah, stres karena tugas menumpuk, semangat belajar yang menurun dan banyak hal lainnya. Bagaimanakah hal ini dapat terjadi? Apa yang seharusnya dilakukan sebagai solusi tuntas?

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta sekolah menyediakan layanan pembelajaran tatap muka terbatas selambat-lambatnya tahun ajaran dan tahun akademik baru 2021. Itu artinya, bila mengikuti siklus tahun ajaran baru yang ada, layanan pembelajatan tatap muka terbatas (PTM) tahun ajaran 2021/2022 akan mulai dilaksanakan sekitar pertengahan Juli 2021 (kompas.com, 30/03/2021)

Pembelajaran tatap muka tentu tidak dapat dilakukan tanpa persiapan yang matang. Mengingat membiarkan anak untuk kembali sekolah sama saja dengan mempertaruhkan keselamatan anak. Untuk memastikan kesiapan sekolah dan pemerintah provinsi akan melakukan uji coba Pembelajaran Tatap Muka.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di 85 sekolah yang ada di ibu kota. Uji coba PTM di tengah situasi pandemi Covid-19 ini dilakukan mulai 7 hingga 29 April 2021 (iputan6.com, 07/04/2021).

Namun hal ini harus dicermati, dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan yang mungkin akan terjadi dan justru memperparah penyebaran virus Covid-19. Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Tri Yunis Miko Wahyono meminta Pemprov DKI Jakarta menunda pelaksanaan uji coba pembelajaran tatap muka di sekolah. Menurutnya, sekolah tatap muka masih berisiko, karena angka positivity rate Covid-19 di DKI masih relatif tinggi. (liputan6.com, 07/04/2021)

Setelah kebijakan uji coba dilakukan banyak bermunculan klaster penyebaran covid-19 di lingkungan sekolah. Fakta lapangan yang dialnsir dari CNN Indonesia menyebutkan pada 27 maret 2021 ada 43 siswa SMA 1 Padang Panjang Sumbar yang positif Covid-19. Pada tanggal 15 maret 2021  ada 16 siswa di SMA Terpadu Krida Nusantara Bandung Jabar yang terinfeksi virus Covid-19. Pada tanggal 14 maret 2021 ada 20 siswa di Tasikmalaya Jabar yang postif saat uji coba PTM. Ternyata tenaga pendidik pun cukup banyak yang positif meskipun sudah ada yang di vaksin, yaitu ada 40 guru dan 11 siswa di Pontianak Kalbar yaang juga positif Covid-19.

Menimbang Pertemuan Tatap Muka (PTM)

Dari kebijakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, ada banyak persiapan yang harus dilakukan sebelum pembelajaran tatap muka berlangsung. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementrian pendidikan, pihak sekolah bahkan orang tua. Perlengkapan protokol kesehatan harus dipersiapkan dengan baik, akan lebih baik jika seluruh sekolah mendapatkan dana untuk mempersiapkan kegiatan tatap muka.  Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan infrastruktur untuk keberlangsungan PTM yang aman.

Kedua, ketimpangan dan kesenjangan akan sangat terlihat jelas jika kegiatan uji coba hanya dilakukan pada sekolah yang dianggap siap, seperti pada 85 sekolah yang terpilih di provinsi Jakarta dan beberapa sekolah di setiap provinsi lain. Meskipun hanya uji coba, terkesan bahwa hal ini sangat dipaksakan karena hanya dilakukan pada sekolah yang siap saja. Seharusnya pemerintah tidak memilih sekolah yang siap melainkan membuat sekolah menjadi siap. Agar pembelajaran tatap muka tidak hanya menjawab desakan orang tua tetapi menjadi solusi untuk seluruh sekolah di Indonesia.

Ketiga, menyikapi pembelajaran tatap muka yang akan dilakukan pada tahun ajaran baru. Ada kebingungan yang harus dihadapi oleh orang tua. Sebab pilihan yang diberikan orang tua untuk menyekolahkan anaknya justru menimbulkan pertanyaan kepada pihak sekolah dan orang tua. Sebagaimana disampaikan dalam berita online. Walaupun sekolah diwajibkan menggelar PTM, Nadiem mengatakan, keputusan untuk kembali menyekolahkan anaknya secara langsung ada di tangan para orangtua. Orangtua masih memiliki pilihan apakah mau mendorong anaknya ke sekolah atau tetap memilih belajar dari rumah. (liputan6.com, 07/04/2021.)

Tentu sebagai orang tua menginginkan yang terbaik untuk keselamatan anak dan pembelajaran dapat berlangsung. Pemerintah tidak boleh berlepas tangan dan menyerahkan keputusan kepada orang tua karena rakyar membutuhkan tanggung jawab pemerintah.
Akan lebih baik jika kemendikbud sebagai pemangku kebijakan memperhaatikan kondisi pendidikan hari ini dari permasalahan yang paling mendasar. Bukan hanya membuat kebijakan untuk meredakan kegaduhan tanpa tindakan yang menyeluruh. Sebagai pengambil keputusan untuk masyarakat bukan malah membingungkan dengaan pilihan yang sangat beresiko.

Keempat, kebijakan ini bisa dikatakan hanya sebuah kebijakan tambal sulam dari pembelajaran online yang sudah terancam learning loss. Para siswa tidak lagi memiliki minat belajar, dikarenakan merasa bosan dengan pembelajaran jarak jauh. Selain itu banyak yang terkendala pada sarana dan prasarana ketika pembelajaran tersebut berlangsung. Pembelajaran tanpa penjelasan juga tugas yang menumpuk bahkan membuat siswa menjadi stress hingga bunuh diri.

Pendidikan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara, sebagaimana kesehatan dan keamanan. Kegiatan PTM memang tidak mudah, ada resiko penularan Covid-19 di klaster sekolah. Begitu pun dengan pembelajaran daring yang hanya berorientasi pada pencapaian materi, tentu akan beresiko pada penurunan kualitas pendidikan. Sudah sepatutnya pemerintah menyediakan infrastruktur untuk menunjang pembelajaran baik yang daring maupun PTM dengan protokol yang ketat.

Karakteristik pemerintah yang seperti ini dapat kita jumpai pada sistem Islam sebagaimana sabda Rasulullah “Imam(Khaifah) adalah raa’in(pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyat” (HR Bukhari)

Pendidikan Dalam Islam

Dalam sistem Islam pembiayaan dapat diperoleh dari pengelolaan SDA dalam negeri. SDA dikelola oleh negara dan dikembalikan untuk seluruh warga negara. Sehingga akan dibangun infrastruktur yang memadai, jaringan internet, listrik, media, materi ajar dan berbagai teknologi pendukung yang akan disediakan oleh negara secara gratis. Maka tak ada lagi anak yang tidak bisa sekolah di masa pandemi dan pasca pandemi.

Selain itu sistem pendidikan Islam ditopang oleh beberapa aspek. Pertama, akidah islam menjadi landasan  penentuan arah tujuan, kurikulum, metode penerapan kurikulum. Sehingga output generasi yang dihasilkan memiliki ketakwaaan kepada Allah Swt.

Kedua, tujuan dari sistem pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islami dan membekali siswa dengan ilmu(tsaqofah) Islam dan pengetahuan yang membantu menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan.

Kurikulum pendidikan Islam disusun berdasarkan tujuan tersebut, maka akan dihasilkan output yang mampu memberikan kerja nyata bagi umat dan negara. Dengan tujuan ini akan berlangsung pada semua kondisi, sekalipun kondisi krisis karena kurikulum pendidikan dalam Islam terdapat hal-hal yang baku dan bersifat fleksibel. Kurikulum pada masa pandemi lebih diutamakan pada aspek penguatan sikap dan perilaku menghadapi ksisis sesuai hukum syariah. Sedangkan materi yang berkaitan dengan aspek ilmu pengetahuan umum mengikuti kondisi dan kemampuan setiap siswa.

Ketiga, metode pembelajarannya bersifat aqliah dan talaqqiah fikryan,  yaitu metode yang bukan hanya transfer pengetahuan tapi mampu membentuk penguasaan materi yang telah dikaji. Metode ini mengharuskan guru memberikan penjelasan kepada siswa tentang makna kalimat dan fakta materi yang dipelajari. Metode seperti ini akan berpengaruh pada pandangan, perasaan dan perilaku siswa serta menumbuhkan semangat dan membentuk pemikiran dan perilaku yang produktif.

Keempat, menjadikan negara sebagai pengelola langsung pendidikan, bukan hanya sebagai regulator seperti sistem kapitalis sekuler. Negara pun bertanggung jawab penuh dalam memberikan anggaran sesuai kebutuhan, menyediakan guru berkualitas, menyediakan sarana-prasarana tanpa bergantung pada swasta. Hal ini adalah gambaran dari sistem pendidikan Islam yang dapat diterapkan.
Wallahua'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post