DEMOKRASI MERAMPAS BBM MILIK RAKYAT


Oleh : Ima Amalia

Keberuntungan belum berpihak pada rakyat, pemerintah menaikkan harga BBM. Rakyat menjerit. Perwakilan rakyat dari beberapa Ormas dan mahasiswa menyuarakan ketidaksetujuan atas kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. 

Begitu pun yang terjadi saat ini,  massa  berunjuk rasa di depan Gedung Parlemen, namun para anggota dewan justru terekam merayakan hari ulang tahun Ketua DPR RI Puan Maharani di tengah Rapat Paripurna. Ironis. 

Penolakan dan tangisan para politikus yang sekarang duduk di lembaga legislatif negara ketika dulu terjadi kenaikan BBM, sekarang telah hilang, setuju dengan kenaikan ini. Apakah tangisan yang dulu hanyalah sekedar  tangisan buaya untuk menarik simpati publik? 

Ketidaksesuaian prinsip Demokrasi dalam pelaksanaannya, sungguh melukai hati rakyat. Suara rakyat yang dulu digaungkan sebagai suara Tuhan *(Vox populi vox dei)* telah hilang. 

Pada prakteknya , demokrasi hanya berpihak pada kepentingan oligarki, kekuasaan yang dikuasai segelintir orang dengan mengatasnamakan rakyat. Ketika sudah mendapat mandat sebagai wakil rakyat, mereka merasa berhak membuat dan mengesahkan berbagai peraturan dan perundang-undangan apa saja meski tidak berpihak dan mewakili kepentingan rakyat. Inilah pangkal rusaknya sistem demokrasi.

Demokrasi juga menciptakan peluang bagi lolosnya kepentingan segelintir kaum kapitalis dengan jalan membuat undang-undang. Apalagi banyak pengusaha yang juga duduk sebagai wakil rakyat. Peneliti P2P LIPI sekaligus Pegiat Marepus Corner Defbry Margiansyah memaparkan hasil penelitian Marepus Corner bertajuk 'Peta Pebisnis di Parlemen: Potret Oligarki di Indonesia'.

Penelitian ini mengungkapkan kolerasi percepatan penyusunan regulasi dengan dugaan kepentingan politik dan bisnis para pengusaha. Temuan awal penelitian ini menyebutkan, sebanyak 318 orang (55 persen) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan pebisnis (liputan6.com/9/10/2020). 

Menko Polhukam Mahfud MD. Pada tahun 2019, pernah mengungkapkan perkara undang-undang yang dibuat sesuai pesanan yang disponsori pihak tertentu  Mahfud menyatakan "Problem kita itu sekarang dalam membuat aturan hukum itu sering kacau-balau. Ada hukum yang dibeli. Pasal-pasalnya dibuat karena pesanan itu ada. UU yang dibuat karena pesanan perda juga ada. Disponsori oleh orang-orang tertentu agar ada aturan tertentu." (news.detik.com, 19/12/2019).

Ironinya, semua kepentingan kaum elit itu disahkan atas nama rakyat. Inilah bagian tipudaya demokrasi. Rakyat pun masih banyak yang percaya kalau demokrasi akan menjadikan suara mereka berdaulat. Padahal kenyataannya mustahil. 




*Sistem Ekonomi Islam Solusi*

Dalam islam, ada dua perspektif ketika menyikapi kenaikan harga, termasuk BBM ini. Yaitu secara aqidah dan syariah. 

Secara aqidah, kita harus meyakini bahwa Allah senantiasa selalu akan memberi kita rezeki selama kita berikhtiar. Rizki minallah. Sekalipun kenaikan BBM akan menyeret kenaikan harga semua barang, Allah tetap memberi kita rezeki. 

Berdasarkan ketentuan syariah Islam, BBM, energi, dan sumberdaya alam lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak hakikatnya adalah milik rakyat. Hal ini didasarkan pada sejumlah hadis, di antaranya riwayat Ibnu ‘Abbas ra yang menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

"Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api. Harganya adalah haram."
*(HR.Ibn Majah dan ath-Thabarani)*

Berdasarkan hadis ini, ketiga jenis sumberdaya alam ini adalah milik umum. Hanya saja, statusnya sebagai milik umum adalah berdasarkan sifatnya, yakni sebagai barang-barang yang dibutuhkan masyarakat secara umum *_(As-Siyaasah al-Iqtishaadiyah al-Mutslaa,_ hlm. 67)*.

Lantas mengapa, BBM yang sejatinya milik rakyat, saat ini justru dibanderol dengan harga yang bukan semakin murah, tetapi justru semakin mahal? Apakah alasan memberatkan APBN merupakan alasan yang dapat dibenarkan?

Minyak bumi merupakan salah satu bahan energi, merupakan  bagian dari "api" pada hadis di atas. Ketika bahan ini jumlahnya banyak dan melimpah, maka pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada individu, swasta, apalagi asing. 

Berdasarkan hadis di atas, maka minyak bumi  yang jumlahnya melimpah adalah bagian dari kepemilikan  umum. Negara hanya berhak mengolah dan mengelola karena komoditi ini tidak bisa digunakan secara langsung. Hasilnya dikembalikan kepada pemiliknya, yakni rakyat, secara gratis, atau rakyat cukup mengganti biaya produksi dan distribusi.  Negara tidak boleh mengambil keuntungan ketika menjual produk ini kepada rakyatnya. Walhasil, rakyat bisa menikmati komoditas minyak bumi dengan harga murah, bahkan cuma-cuma.

Tata kelola yang demikian hanya bisa terjadi ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Penguasa dalam sistem Islam adalah periayah, sebagaimana hadis Nabi,
"Imam (Khalifah/oenguasa) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” 
*(HR al-Bukhari)*
Ketakwaannya akan mendorong menjalankan amanah sebaik-baiknya. Penguasa benar-benar akan memikirkan nasib rakyatnya, sehingga mereka akan mendapatkan harga murah dan mudah untuk memenuhi kebutuhannya. Dan itu hanya bisa dilaksanakan dalam sistem Islam, sistem terbaik dari Yang Maha Baik, yang mengetahui kelebihan dan kekurangan manusia.

Tiada jalan solusi sistemik yang melahirkan keadilan, kemakmuran & membuka pintu Keberkahan, selain ummat dengan kesadaran & ketundukan imannya menegakkan Implementasi Islam Kaffah dalam segala dimensi Kehidupan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
*(QS. Al-A'raf: 96)*

Jadi, akankah kita tetap mempertahankan sistem sekuler kapitalisme demokrasi, yang sudah nyata membuat rakyat susah dan menderita?
Wallahu a'lam bishshowab. []

Post a Comment

Previous Post Next Post